Matahari Pasti Datang Menggantikan Rembulan (1)
Ditatapnya jasad yang terbujur kaku di depannya. Kain putih menutupi jasad pria yang ia cintai. Satu persatu kerabatnya meninggalkan Bangsal C, ruangan opname khusus penyakit dalam. Rani masih tertegun lama. Tak ada air mata yang ditumpahkan. Matanya hanya memandang dengan tatapan kosong. Ia sadar ini akan terjadi. Tapi dia tidak menyangka secepat ini. Satu tahun yang lalu Rani mengenal pria itu.
Malam Sabtu selepas Isya’ Rani sedang duduk di beranda bersama Nani sahabatnya. Sudah lama mereka tidak mengobrol seperti ini. Karena kesibukan kerja mereka.
“Wah, sepertinya obrolan yang asyik, boleh aku nimbrung?” tiba-tiba seorang lelaki muda menghampiri mereka.
“Siapa Ran?” bisik Nani.
“Temen kerja tetangga sebelah, saya juga kurang tahu namanya. Tiap sore dia lewat depan rumah. Mau apa dia, ya?” Rani balik bertanya pada Nani.
“Hmm, maaf ya! Belum kenalan nich… Saya Atila temennya Mas Riyan,” sambil tersenyum lelaki muda itu memperkenalkan dirinya. Rani dan Nina membalas senyuman Atila.
Atila bercerita bahwa besok ia diminta mewakili bosnya untuk hadir ke undangan pesta pernikahan. Dia menunjukkan beberapa lembar uang ratusan ribu dari bosnya untuk sumbangan ke pernikahan itu. Rani dan Nina saling pandang. Dalam benak mereka, “Apa hubungannya dengan kita”.
“Besok bisa nggak menemaniku ke pesta pernikahan?” seraya memandang Rani.
Rani terkejut seraya memandang Nina. Atila yang baru dikenalnya mengajak dia ke pesta pernikahan. “Mengapa kamu mengajakku? Kamu kan bisa hadir sendiri!” tegas Rina.
“Aku gak pernah hadir ke pesta pernikahan. Makanya aku mengajakmu,” Atila brusaha meyakinkan Rina agar bisa menemaninya. “Kalau kamu tidak memberi jawaban ‘ya’ aku tidak akan beranjak dari sini,” Atila setengah memaksa.
“Nekad juga dia. Tapi Ran, sepertinya dia orang baik. Wajahnya tidak mengecewakan lho…” bisik Nani.
“Tapi aku belum kenal dia Nan. Aku harus bilang apa sama Ibu besok?” kata Rani. Dia bingung Atila belum juga pergi. Dia masih menunggu jawaban darinya. Sementara jam sudah menunjjukkan pukul sepuluh malam.
”Maaf Ran, aku harus pulang, sudah jam sepuluh. Ibuku pasti sudah menunggu,” kata Nani. Sebelum dia pergi, dia berbisik pada Rani sambil tersenyum, “Bilang aja iya, biar Atila cepet pulang.”
Kini Rani hanya berdua bersama Atila yang menunggu jawaban darinya.
“Gimana? Aku akan menunggu jawaban ‘iya’ sampai jam berapapun,” kata Atila
Rani mulai gelisah, karena Atila belum juga pergi, sementara waktu semakin malam. Dia takut ditegor oleh Ibunya karena masih menemani temannya mengobrol, apalagi laki-laki.
Ahirnya Rani berkata, “Sekarang bukan waktunya bertamu. Silahkan kamu pulang. Tentang pesta pernikahan, kita ketemu besok.”
“Ok, terima kasih. Kita ketemu besok,” kata Atila sambil memberikan senyuman. Dia beranjak pergi dan pulang.
Rani ahirnya masuk ke kamarnya. Dia coba memejamkan mata. Tapi tidak bisa. Dia gelisah. Apakah besok Atila akan menjemputnya untuk datang ke pesta pernikahan ? Bagaimana dia akan pamit sama Ibunya? Berbagai pertanyaan ada di benaknya. Untuk menepis itu semua, dia meyakinkan dirinya bahwa laki-laki itu hanya basa-basi. Ahirnya dia bisa memejamkan mata.
bersambung
"
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren banget dik Mun.
Keren
Ulasan yang keren bu salam kenal ijin follow dan follow back ya terima kasih
Ulasan yang keren bu salam kenal ijin follow dan follow back ya terima kasih
Keren dan muantap !!!!
Penasaran next episode
Mantap bu...