RAMADHAN ATTRACTION
Apabila datang bulan Ramadhan maka dibukalah pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan setan-setan diikat (dibelenggu).” (HR. Bukhari dan Muslim). Bulan Ramadhan adalah bulan penuh rahmat. Bulan munajat pengampun dosa yang di dalamnya terbuka pintu-pintu kebaikan yang banyak dan tertutup pintu-pintu kejahatan dan maksiat. Itulah keyakinan yang tertanam dalam hati orang-orang beriman sebagai makna hadits Rasulullah saw yang kita kemukakan diatas.
Dalam hadits tersebut pintu neraka dan syaitan memiliki dua makna yaitu makna hakikiyah dan maknawiyah. Secara hakikiyah para ulama sepakat bahwa pintu neraka dan syaitan betul-betul ditutup dan diikat Allah karena kasih sayang Allah swt kepada hambanya yang beriman. Sementara dalam arti maknawiyah pintu neraka adalah bahwa Allah swt menutup pintu kejahatan manusia. Artinya dalam bulan ramadhan terdapat kesadaran bagi orang beriman untuk benar-benar menunjukkan keyakinannya bahwa kasih sayang Allah dicurahkan di bulan Ramadhan, sehingga pintu kejahatan yang biasa dilakukan di luar ramadhan dihentikan sejenak untuk kemudian melakukan tafakur , tasyakkur dan ta’abbud dengan kesadaran yang tinggi.
Saat ini kita sedang berada dalam kampung globalisasi. Perubahan zaman akibat globalisasi tehnologi telah mengantarkan manusia kepada kehidupan serba instan, mudah dan cepat. Perubahan yang terjadi merambat pula masuk ke dalam ranah nilai-nilai kemanusiaan sehingga manusia seakan-akan kehilangan makna kehidupan. Sebagai bukti nyata, banyak diantara manusia banyak yang mengikuti arus perubahan tanpa mempertimbangkan nilai kemanusiaan dan ditambah lagi dengan dorongan dan godaan nafsu yang semakin menggila. Cinta dunia, cinta harta dan tahta serta popularitas adalah salah satu bentuk dan ciri kepribadian yang tumbuh dan berkembang. Akibatnya tanpa disadari mereka ( orang-orang modern ) dikendalikan oleh nafsu serakah yang tak tak pernah puas. Kondisi ini diperparah lagi oleh sikap hidup yang serba bebas tanpa batas, sampai-sampai identitas kemanusiaan sebagai makhuk ruhaniyah mulai buram dan bahkan hilang ditelan zaman.
Rayuan media sosial menawarkan seperangkat gaya hidup mewah, konsumtif dan bebas, sulit dibendung. Orang-orang yang belum siap menghadapi taufan globalisasi, akan terpelanting dalam jati diri yang serba ganda dan pura-pura. Mereka di timpa oleh berbagai penyakit psikhis seperti kebingungan, kesendirian, neurosis, susah tidur, perasaan frustasi, serta mental apatis yang membuat kelihatan orang bahagia secara materi, tetapi compang-camping secara ruhani.
Nilai-nilai moral menjadi longgar, kesucian seksual telah menjadi pelecehan sehari-hari, nilai kebangsaan mengendur, solidaritas sosial hanya menjadi motto dan pemanis retorika belaka. Korupsi, pemerasan dan ketidak adilan mewarnai pola kehidupan manusia yang telah terkikis moral keagamaannya. Hidup tidak lebih kekinian ( dahriyah, sekuler ). Mereka tidak lagi diilhami oleh sebuah keyakinan akan kehidupan akhirat, karena hal itu dianggapnya sebagai suatu pola pemikiran yang kolot.
Pusaran arus modernisasi global terus bergulir. Disadari bahwa globalisasi membawa ancaman yang tidak ringan. Kehidupan global yang dibanggakan menjadi model kehidupan baru yang memiliki ciri tertentu yang sulit diduga. Ia ditandai dengan “maturitas” kebutuhan material dan ajang perkelahian kepentingan manusia. Kehidupan selalu diukur dengan kesuksesan duniawi, sehingga gaya hidup yang dilakoni bertentangan dengan prinsip-prinsip akhlak dan moralitas.
Modernisasi menggambarkan pula kemajuan tehnologi, pesatnya industri- komunikasi, individualisasi, sekularisasi, diferensiasi kultural dan semakin tersentralisasinya dunia kepada kepentingan dominasi informasi. Walaupun banyak memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia, modernisasi telah menyuburkan kegersangan batin dan kehausan ruhaniyah manusia.
Kondisi ini dilatari oleh peremehan sipiritualitas yang memisahkan spirit iman dalam kehidupan manusia, sehingga menjauhkan manusia dari hakikat dirinya. Ketika manusia semakin jauh dari hakikat dirinya maka disitulah kegersangan jiwa kemanusiaan hancur dan tak berdaya melawan hawa nafsu.
Dalam pandangan islam, manusia merupakan makhluk Allah swt yang dikarunia dua potensi diri sekaligus, yaitu potensi ruh dan potensi nafsu ( Qs. As-Syam : 8 ). “fa-almaha fujuroha wattaqaha”( maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, )
Potensi pertama adalah potensi ruhaniyah yang menjadikan manusia senantiasa bersikaf hanief / lurus. Dengan potensi ini manusia adalah makhluk suci. Jika potensi ini dikembangkan melalui pembinaan spiritual ( puasa ramadhan ) manusia akan sampai kepada kualitas individu sebagai abdullah atau hamba Allah. Tapi dalam kenyataannya godaan dunia dan nafsu jauh lebih hebat dan kuat menggoda manusia sehingga membuat manusia menjadi budak nafsu, akibatnya nilai-nilai kemanusiaan seperti kasih sayang, rasa hiba dan belas kasih seakan-akan terkikis dari dalam jiwanya. Membunuh tidak lagi merasa hiba dan kasihan, mendzalimi orang lain sudah menjadi sesuatu yang biasa ditampilkan, itulah potensi kedua sebagaimana maksud ayat diatas.
Terperangkapnya manusia kedalam sikap hidup demikian adalah disebabkan oleh kuatnya arus nafsu serakah yang bergejolak dalam dirinya. Menurut Imam Al-Ghazali terdapat dua nafsu yang bersemayam dalam diri yang menyebabkan manusia menjadi budak nafsu. Pertama adalah nafsu amarah ( ghadap ) dan yang kedua adalah nafsu lawwamah. Apabila yang menguasai manusia adalah nafsu amarah, manusia akan memperlihatkan watak subu’iyah yang mencerminkan sifat kebinatangan. Dan apabila manusia di kuasai nafsu lawwamah, watak destruptif yang muncul adalah watak bahimiyah. Watak ini mencerminkan sifat kebinatangan yang rakus, yang tidak mengenal batasan halal dan haram. Sedangkan kombinasi nafsu amarah dan lawamah, akan memunculkan watak syaithaniyyah.
Ramadhan adalah bulan pengikat dan pembakar, yaitu mengikat atau membelenggu watak syaithaniyah dan membakar gejolak luapan nafsu serakah. Untuk itulah Allah perintahkan orang-orang beriman untuk berpuasa di bulan ramadhan. Bulan yang mengikat dan menutup pintu-pintu kejahatan. Dalam bulan ramadhan orang-orang beriman menutup pintu kejahatan dan mengendalikan watak syaithaniyah. Berkenaan dengan itu Rasulullah saw mengatakan bahwa peperangan yang maha dahsyat adalah peperangan melawan dan mengendalikan hawa nafsu atau Jihadun nafs.
Allah swt Yang Maha Pengasih memperkenankan kita bertemu kembali dengan Ramadhan tahun ini ( 1444 H/2023 M ). Dia datang menyediakan peluang untuk orang-orang beriman agar dapat membangun kembali sikap hidup muliya dengan mengendalikan hawa nafsu. Dalam Ramadhan nilai-nilai ibadah menjadi motivasi yang kuat untuk berbuat kebaikan. Spirit iman akan berdiri kokoh dengan topangan ibadah dan muamalah, baik ibadah ritual maupun ibadah sosial. Ibadah ramadhan memperkuat transformasi kesadaran iman yang tadinya melemah di terpa badai globalisasi. Dibulan ramadhan hubungan ritual menjadi dasar untuk mempraktekkan nilai-nilai aktual kemanusiaan. Hablumminallah menjadi pemicu diri untuk membuktikannya di tengah-tengah pergaulan hablumminannas. Dari prinsip ini kita bangun makna hidup yang redup agar nilai-nilai kemanusiaan tumbuh dan kokoh di tengah-tengah masyarakat.
Meurut Erich Fromm, bahwa banyaknya fasien-fasien gangguan mental bukan karena disebabkan kemiskinan material atau kekurangan makan tetapi disebabkan oleh sirnanya harga diri atau makna hidup ( Religius Islam ;1996 ). Kahilangan makna hidup merupakan petaka yang menghancurkan makna kemanusiaan. Untuk itu perlu usaha dan sikap istiqamah untuk membangkitkan spiritualitas agar kembali kepada fitrah dan makna hidup yang sesungguhnya ( the meaningfull life ).
Oleh sebab itu orang-orang yang merespon datangnya Ramadhan dengan menekankan dimensi spiritualitasnya, mereka akan cenderung bersikap apresiatif terhadap nilai-nilai luhur keagamaan dan kemanusiaan, walaupun nilai-nilai itu berada dalam wadah agama lain, apalagi jika dia berada dalam agamanya sendiri.
Bulan ramadhan menjadi bulan pencerahan iman. Orang-orang yang beribadah di di dalamnya akan melahirkan manusia yang bertaqwa ( la’allakum tattaqun ). Jika hal itu terwujud dengan baik dan benar, maka Ramadhan yang kita tunggu kedatangnnya dapat merekonstruksi kembali makna kemanusiaan kita melalui ibadah nyata. Ramadhan membangkitkan kembali semangat untuk sholat berjamaah dimasjid, menumbuhkan suasana syahdu kedamaian yang memancar dari bilik-bilik mimbar atau mikrab. Orang-orang beriman berusaha menjauhkan diri dari hiruk pikuk dunia untuk sejenak bertafakkur dan sujud mendekatkan diri kepada Allah swt melalui sholat-sholat sunnah tarawih dan wiitir. Di siang hari mereka dengan ikhlas menahan lapar dan dahaga karena dorongan iman yang amat kuat untuk mengharapkan anugerah dan ampunan dari Allah swt. Inilah diantara dayatarik ramadhan ( ramadan attraction ) yang menyebabkan lebih baik dari bulan yang lain.
Disamping itu jika disadari lebih jauh, ramadhan juga dapat menjadi sarana peningkatan ilmu pengetahuan dan penghayatan agama. Melalui ceramah dan da’wah orang beriman dengan khusu’ mendengarkan fatwa dan kajian para ustaz dan kiyai yang menambah wawasan ilmu dan iman sehingga hidup semakin bijak dan ta’at. Menambah kedalaman ilmu berarti memperteguh kuatnya iman sehingga seberat apapun godaan nafsu dapat dikendalikan.
Akhirnya dengan datangnya Ramadhan ( 1444 H / 2023 M ) tahun ini, kita semua berharap benar-benar dapat memperkokoh kembali nilai-nilai kemanusiaan untuk menemukan kembali makna hidup yang sejati. Amin.[]
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen ulasannya, Pak. Salam literasi
Biasa pak Dede , salam literasi juga