Dr.H.Muhammad Nasir,S.Ag.MH

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
POLITIK ABRAHAH

POLITIK ABRAHAH

Tak lama lagi Indonesia kembali akan melaksanakan pesta demokrasi serentak untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah di berbagai tempat. Tepatnya 27 November 2024 mendatang. Pesta demokrasi adalah wujud nyata pelaksanaan politik di Indonesia. Berbagai system politik yang pernah hadir di panggung politik diberbagai negara termasuk di Indonesia telah ikut mewarnai kedewasaan berpolitik dalam masyarakat. Namun sayangnya kebanyakan aksiomatik yang dikedepankan adalah wujud kekuasaan. Tawaran-tawaran kekuasaan adalah salah satu yang menjadi rayuan politik yang sangat mendominasi. Padahal kekuasaan adalah amanah yang amat berat. Artinya yang tanpak dalam berdemokrasi politik kita adalah perebutan kekuasaan bukan menegakan tuntutan tanggungjawab dan amanah kerakyatan.

Daya tarik kekuasaan adalah kultur politik yang telah terbangun sejak lama. Apapun aliran politik yang di yakini oleh berbagai partai politik. Indonesia khususnya yang menganut system politik demokrasi termasuk dalam kultur tersebut. Kekuasaan adalah inti politik yang mana di dalamnya terdapat amanah kerakyatan. Sebab itu dalam berdemokrasi seharusnya mendahulukan amanah kerakyatan daripada politik itu sendiri. Sebagian diantara para penguasa yang telah menduduki kekuasaan lalu tidak mampu memisahkan mana kekuasaan dan mana amanah dan tanggungjawab politik, akibatnya terjebak dalam perilaku politik anarkhis, sehingga politik dipandang menjadi sesuatu yang menjijikan dan kotor. Padahal politik adalah wadah untuk melakukan suatu bentuk tindakan bersama dalam memperjuangakan tegaknya demokrasi untuk mewujutkan tanggungjawab kerakyatan.

Dalam Islam sejatinya politik tidaklah dipandang sesuatu yang kotor dan jelek. Islam memberikan bimbingan dan petunjuk bagaimana umat manusia berpolitik dengan adil dan bijaksana. Umpamanya saja Islam mengajarkan bahwa kekuasaan bukan sesuatu target yang dikejar lalu kemudian diambil secara paksa. Hal ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai suci amanah rakyat. Karena apabila suatu amanah diambil secara paksa ini berarti amanah dianggap seperti barang yang dapat dijual belikan. Jika cara-cara itu terjadi maka sama dengan menegakan politik yang sewenang-wenang (arbitrary politics). Politik yang demikian itulah yang kita sebut sebagai politik Abrahah. Politik Abrahah adalah model politik yang pernah dipraktekan oleh Raja Abrahah dalam merebut kekuasaan kota Mekah dengan tentara bergajahnya dalam sejarah islam masa lalu. Raja Abrahah menganggap kekuasaan harus direbut dengan paksa, dengan cara kekuatan dan kesewang-wenangan. Dalam politik Abrahah, kekuasaan menjadi kekuatan mutlak yang menakutkan seperti halnya tentara Abrahah yang ingin menghancurkan ka’bah. Padahal kekusaan adalah amanah politik yang di dalamnya ada tanggungjawab kerakyatan. Sebab itu dalam berpolitik ada amanah yang dititipkan rakyat melalui perjanjian suci kepada seseorang yang wajib bertanggungjawab ( penguasa ) yang tulus dalam pengabdian. Akan tetapi yang sering terjadi sebaliknya amanah dianggap titah raja sehingga bagi orang yang mendapatkannya mereka dapat melakukan apa saja dengan kekuasaannya itu.

Kekuasaan dapat dipahami sebagai sesuatu kemampuan dalam upaya mempengaruhi dan meyakinkan orang lain akan suatu tujuan. Dalam sosiologi Weberian dimaknai sebagai kemampuan untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain agar melakukan sesuatu atau kemampuan untuk mengatasi perlawanan dari orang lain dalam mencapai tujuan, khususnya untuk mempengaruhi perilaku orang lain (Damsar, 2010: 65-66). Lebih jauh dijelaskan, konsep kekuasaan dalam Weberian sangat terkait erat dengan kewenangan (otoritas) dan paksaan (coercion). Menurut penulis pandangan ini sangat otoriterianisme dan bertentangan dengan prinsif-prinsif demokrasi, walaupun kewenangan, sesuatu yang sah-sah saja dalam politik berbangsa.

Kewenangan merupakan suatu legitimasi atas dasar suatu kepercayaan untuk mempengaruhi orang lain agar melakukan sesuatu. Wujud kewenangan merupakan bentuk ke-kuasaan yang sah atau memiliki legitimasi. Berbeda dengan itu, paksaan merupakan kemampuan untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu dengan cara tidak sah (tidak memiliki legitimasi). Dengan demikian, kewenangan - ( bukan kesewenang-wenangan) merupakan dimensi positif dari kekuasaan, sedangkan paksaan menjadi dimensi negatifnya (Damsar, 2010: 66).

Salah satu perwujudan prinsip amanat politik adalah penempatan orang-orang yang layak kepada jabatan dan sesuai dengan kemampuannya (Ibn Taymiyah, 1988: 14). Bila proses pemilihan pejabat didasarkan pada faktor kekeluargaan (nepotisme, qarabah), persahabatan (shadiqah, kronisme), kesamaan (murafaqah), baik kesamaan pada aspek daerah, mazhab, pendapat, atau suku bangsa, suap menyuap (risywah), rasa iri, dan faktor-faktor lainnya yang merupakan bentuk kemungkaran (almunkarat), maka dia termasuk penguasa yang telah berkhianat pada Allah, Rasul, dan rakyat. Penguasa seperti ini akan disiksa Allah, mendapat kehinaan, dan kehilangan wibawanya. Lebih dari itu ia akan menjadi faktor utama hancurnya kehidupan bernegara sebagaimana sabda Rasul, “Apabila suatu urusan diserahkan kepada selain ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.” (Ibn Taymiyah, 1988: 17-18).

Sebagaimana yang kita kemukakan diatas, bahwa dalam sejarah Islam kita menegenal akan kisah Raja Abrahah yang ingin menguasai tanah suci mekah dengan menghancurkan Ka’bah. Kita tahu bahwa Ka’bah adalah lambang kekuasaan dan kejayaan umat islam serta rumah yang disucikan sebagai arah kiblat orang muslim. Ketika pasukan Abrahah atau yang dikenal dengan pasukan bergajah bermaksud mengambil alih kekuasaan dengan paksa dengan jalan menguasai ka’bah, namun yang terjadi adalah turunnya pertolongan Allah swt, dengan azab yang mengerikan. Seluruh tentara dan gajah Abrahah hancur hanya melalui serangan burung Ababil sebagaimana yang diabadikan dalam surat Al-Fil; 105; 1-5 ).

Dari cuplikan kisah Abrahah ada sekmen yang menarik yang dapat menjelaskan model kekuasaan yang terselubung yang sangat menakutkan yaitu kekuasaan brutal, memaksa dan anti nilai. Kekuasaan ini digambarkan dengan serangan tentara bergajah yang dipimpin Abrahah. Kekusaan yang menakutkan ini penulis menyebut dengan analogi epidemiologi kekuasaan dan inilah diantara ciri politik Abrahah. Epidemiologi kekuasaan adalah politik yang mengundang ketakutan dan kecemasan karena dapat mengakibatkan hancurnya nilai-nilai kebenaran.

Politik Abrahah telah menghancurkan kebenaran Tuhan. Ia membawa petaka bagi kelansungan hidup beragama dan bernegara. Ibarat virus yang menjangkiti kesehatan, menyebabkan tubuh manusia lemah dan bahkan bisa mematikan karena virus itu dapat menular ke seluruh tubuh. Analogi ini tidaklah berlebihan karena kenyataan politik yang kita saksikan seringkali menerjang kebenaran dengan merambah nilai suci politik. Hal ini terjadi dikarenakan perkembangan perpolitikan di tanah air begitu pesat dan kadang-kadang tidak terkendali. Semua aktor politik ingin mendapatkan kekuasaan, sementara aturan nilai yang dibangun hanya ada dalam tataran argumentasi yang manis dan menjanjikan. Kekusaan dipisahkan dengan nilai-nilai luhur bebangsa dan bahkan nilai agama. Padahal dalam dunia politik tidak ada yang terbebas dan terpisah dari nilai agama dan nilai luhur berbangsa.

Memang istilah epedemiologi digunakan pertama kali sekitar tahun 558 M. untuk kasus penyakit cacar yang melanda Jazirah Arab ketika itu. Tetapi konotasi ketakutan manusia kepada sesuatu yang membahayakan bukan hanya kepada bentuk penyakit menular, tetapi dapat juga dianalogikan kepada sesuatu yang menakutkan yang lain. Sebab itu analogi ini penulis gunakan dalam menjelaskan politik Abrahah yang sangat menakutkan itu.

Tegasnya kekuasaan tanpa penegakan nilai akan menakutkan kehidupan berbangsa. Tidak ada masyarakat manapun yang dapat hidup dengan tenang apabila kekuasaan dipisahkan dengan nilai-nilai yang menyertainya. Masyarakat Indonesia yang dikenal agamis akan merasakan jika kekuasaan jauh dari nilai-nilai agama. Sebab itu Indonesia tidak menginginkan berkembangnya sekularisme dalam kehidupan berbangsa. Untuk itu sikap umat beragama terhadap sekularisme politik harus tegas dan jelas. Antara kekuasaan dan amanah tidak dapat dipisahkan. Amanah adalah kepercayaan rakyat kepada penguasa untuk menjalankan titah kekuasaan. Titah kekuasaan itu adalah alat untuk mensejahterakan rakyat bukan untuk membingungkan rakyat. Karena bangasa indonesia adalah bangsa yang memeluk banyak agama, maka selayaknya umat beragama menjadikan nilai agama sebagai modal dasar berpolitik. Walaupun banyak pandangan dikalangan masyarakat modern hari ini memandang bahwa sekularisasi politik tidak perlu ditolak secara mutlak. Sebab pandangan itu sendiri adalah akibat penetrasi sekularisasi yang meng-epidemiologi dalam tubuh partai politik.

Lebih jauh dijelaskan, keberadaan kepemimpinan (kekuasaan ) sejatinya tidak muncul dari keharusan penaklukan serta paksaan yang merupakan sifat amarah dan kebinatangan manusia. Sebab akibatnya, peraturan-peraturan yang dibuat oleh sang penguasa tidak ditaati oleh rakyatnya. Karena itu, diperlukan peraturan (hukum) yang bisa diterima dan ditaati rakyat sebagaimana yang terjadi pada bangsa Persia dan bangsa-bangsa lain. Dalam hal ini Ibnu Taymiyah menjelaskan, kepemimpinan memiliki dua tujuan: pertama, mewujudkan kemaslahatan dalam bidang spiritual (keagamaan) maupun dalam bidang sosial-ekonomi. Kemaslahatan di bidang spiritual-keagamaan dilakukan dengan memperbaiki cara hidup beragama umat manusia (ishlah al-ddin al-nass). Pengabaian pada tujuan ini dapat menimbulkan kerugian dan kesia-siaan di dunia dan akhirat. Sedangkan kemaslahatan sosial-ekonomi dicapai dengan cara: 1) mengelola keuangan negara untuk kesejahteraan rakyat; 2) menjamin ketenteraman melalui upaya penegakan hukum yang adil. (Ibn Taymiyah, 1992: 9).

Disamping itu dalam konteks kepemimpinan, umpama saja dalam kaidah hukum Islam (qawaid fiqh) menyatakan bahwa setiap keputusan pemimpin harus didasarkan pada kemaslahatan rakyatnya keputusan pemimpin yang menyangkut kepentingan publik harus didasarkan pada kemaslahatan) (Hakim, tt: 40). Urgensi menjaga ke-maslahatan publik itu sesungguhnya bukan sekedar terkait dengan pemimpin dan kepemimpinan, namun seluruh rakyat juga memiliki kewajiban untuk menjaganya. Yusuf al-Qardhawi menegaskan bahwa umat beragama harus lebih mementingkan hak dan kepentingan bersama (komunitas/masyarakat) di atas kepentingan pribadi, dan mendahulukan loyalitas kepada umat (masyarakat) daripada loyalitas kepada kelompok dan individu (al-Qardhawy, 1999: 169-179).

Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi sistem demokrasi, telah menjadikan politik sebagai pilar bernegara, maka diharapkan akan melahirkan demokrasi politik yang sehat dan kuat. Untuk itu parpol harus benar-benar dewasa dan cerdas dalam menjalankan mekanisme politiknya. Sebab rakyat telah menyerahkan kedaulatannya lewat parpol, untuk diteruskan kepada negara, lalu negara berkewajiban memberi perlindungan dan kesejahteraan kepada rakyatnya melalu pemerintahan.

Nah, dalam kontek pesta demokrasi yang akan datang, kita menginginkan terhindar dari cara-cara politik Abrahah yang hanya mengedepankan kekuasaan dan kesewenang-wenangan. Kita tidak ingin demokrasi politik yang kita bangun melahirkan ketakutan dan kekcewaan. Sebab itu dibutuhkan kedewasaan dan kecerdasan berpolitik utamanya bagi pelaku politik ( parpol ) dan bagi penguasa rakyat tanpa kecuali. Hanya dengan kedewasaan dan kecerdasan berpolitik bangsa ini dapat terbebas dari mara bahaya yang menakutkan baik yang datang dari langit sebagai azab Allah swt maupun dari bumi dalam bentuk kegaduhan dan kesenjangan sosial dalam masyarakat. Allahu ‘Alam bi-Alsawwab.[]

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa pak Nasir, bagus sekali tulisan dan idenya

26 Sep
Balas

Biasa pal Lukman, semoga berm was nfaat

23 Nov
Balas



search

New Post