KE-SESAT-AN
Tunjukilah kami jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat kepadanya. Bukan jalan mereka yang Engkau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat ( Qs. Al-Fatihah ; 5-7 )
Jika kita menyimak penomena yang menghebohkan dunia pesantren dengan kasus Panji Gumilang, pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaytun di Jawa Barat baru-baru ini, mengingatkan kita kepada sikap dan perilaku umat-umat terdahulu seperti mat Nabi Luth dan sebagian umat nabi Musa as, yang kembali kepada kesesatan karena telah lama ditinggalkan oleh para Nabinya. Hal itu dapat diyakini karena sejarah bukanlah sesuatu yang kekal, maka ia bisa terulang kembali dimasa yang akan datang. Dari pandangan tersebut bisa jadi penomena diatas menggambarkan kepada manusia bahwa kesesatan di bumi akan terus terjadi sepanjang sejarah kehidupan manusia sebab Nabi tidak lagi hadir di tengah umatnya. Tentu penomena itu tidak juga terlepas dengan kuatnya seretan nafsu yang membawa kepada kesesatan dalam beragama.
Penomena tersebut telah menggiring opini publik berkesimpulan bahwa Panji Gumilang telah mengajarkan kesesatan di Ponpes Al-zaytun. Akibatnya masyarakat menilai bahwa Panji Gumilang telah melanggar akhlak kepada Allah dan Rasul-Nya karena melakukan penistaan agama. Tulisan ini tidak menghakimi apakah seseorang sesat atau tidak, tetapi hanyalah menjelaskan suatu sudut pandang sosiologi agama, bagaimana kesesatan melawan kebenaran dalam menjalankan syari’at Islam dalam masyarakat modern saat ini.
Masyarakat modern yang tengah dibanjiri oleh limpahan informasi melalui media sosial, telah memperoyeksikan agama menjadi ruang kontestasi ideologi tanpa arah. Dalam konteks penomena di atas, selain agama membawa pada kontestasi baru dan menumbuhnya sentimen sebagai bagian dari dasar konflik, juga semakin menipisnya moralitas dan komitmen beragama bagi sebagian pemeluknya. Dan bahkan yang paling dominan adalah penguatan narasi ideologi yang membawa pada penebalan jarak antara masing-masing pemeluk dan kelompok agama. Disini otoritas agama sangat menentukan sehingga penyelewengan, penistaan dan penodaan agama menjadi tindakan yang melahirkan kecamuk sosial alias kekacauan.
Disamping itu di tengah bergesernya otoritas keagamaan, dan menebalnya jarak antara kelompok dan pemeluk agama, moralitas agama seseorang menjadi ukuran yang tak dapat di bohongi dalam kehidupan beragama. Moralitas agama sangat penting dan menentukan dalam pengakuan sosial religius. Seseorang dianggap ingkar, kafir, sesat dan lainnya ketika moral agamanya rendah. Menurut Murtadha Muthaahhary : 2008 ) orang tersebut dilanda Krisis Moral Kontemporer ( KMK ). Krisis ini disebabkan oleh banyaknya suguhan ideologi yang membanjiri kehidupan sosial masyarakat modern.
Nah terkait dengan kasus sebagaimana yang kita sebutkan diatas terdapat nilai-nilai ideologi yang telah rusak akibat KMK yaitu :
Pertama : Nilai Akidah. Dalam pandangan antropologi agama nilai akidah memiliki dua macam yaitu nilai teoritis dan nilai praktis. Nilai teoritis adalah sejauh mana kesesuaian antara akidah dengan fakta kehidupan seseorang. Dalam penomena tersebut menunjukan bahwa antara akidah islam dengan fakta kehidupan Panji Gumilang sangat bertentangan. Kenyataan inilah yang menyebabkan ponis sosial memutuskan bahwa ia telah sesat dan penista agama.
Keabsyahan ponis sosial ini terletak pada keserasiaannya dengan fakta. Untuk mengetahuinya bisa dengan pengamatan, percobaan dan pengujian ( infestigasi ), bisa juga dengan penalaran rasional ( dialog ) yang dalam bahasa agama disebut dengan al-istidlal al-aqly.
Adapun nilai praktis adalah dengan memperhatikan kegunaan dan manfa’at teori dan pandangan seseorang ( dalam hal ini pandangan Panji Gumilang ) bagi umat manusia. Pandangan inilah yang ingin diuji oleh Tim ifestigasi apakah kesesatannya betul-betul nyata sesuai dengan fakta.
Kedua nilai tersebut harus selalu ada dalam suatu keyakinan untuk menjamin kelanggengan dan keistiqamahan dalam beragama. Dari dua nilai ini masyarakat dapat meyakini bahwa seseorang tersebut benar-benar memiliki ideologi yang benar dan lurus.
Kedua: Krisis spiritual dan akhlak. Krisis spiritual dan akhlak adalah krisis yang sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup berbangsa dan beragama. Para sosiolog maupun pengamat keagamaan ( ulama, guru, kyai dll ) memahami betul bahwa tantangan terbesar yang dihadapi manusia modern adalah krisis spiritual dan hilangnya akhlak dari kehidupan manusia. Krisis spiritual dan akhlak meruntuhkan nilai kemanusiaan. Ia ibarat tembok atau benteng utama yang menyelamatkan manusia dari kesesatan.
Nilai hakiki manusia terletak pada akhlaknya. Kendati manusia memiliki kesamaan biologis dengan hewan. Manusia tetap dipandang lebih tinggi dari hewan karena nilai akhlaknya. Manusia mempunyai aqal dan kalbu yang memainkan peranan dalam menentukan baik buruknya tindakan dan sikap yang ditampilkannya. Jika sikap dan penampilannya bertentangan dengan ajaran baik dan buruk, benar dan salah, lurus dan menyimpang maka dapat dipastikan seseorang itu telah melakukan kesesatan.
Pada dasarnya kesesatan manusia disebabkan oleh dua faktor utama yaitu faktor pemikiran dan faktor nafsu serakah ( akhlak ). Faktor pemikiran menyebabkan manusia mampu memahami substansi agama, namun tetap saja memiliki keterbatasan. Menurut Martin Luther ( Muhammad al-Husaini Ismail ( 2006 ) bahwa kemampuan berfikir manusia itu terbatas dalam menghadapi masalah-masalah yang berkaitan dengan pemahaman agama ( kesempurnaan Tuhan ). Jadi meskipun manusia berpegang kepada seluruh kemampuan yanga ada, manusia tetap tidak dapat menghasilkan kesempurnaan dalam memahami agama. Disilah peran wakyu dan sunnah Nabi saw sebagai pembimbing aqal manusia menuju kesempurnaan agama.
Sebab itulah para nabi sebelum ia diutus atau dipilih sebagai nabi, diberikan keistimewaan oleh Allah swt dengan pemikiran yang cerdas. Para Nabi adalah orang-orang yang pikirannya ada pada posisi puncak dalam melakukan pencarian kebenaran untuk mengetahui Allah swt. Mereka adalah manusia pilihan Allah dan menjadi panutan bagi manusia. Namun, pemikiran para Nabi yang mempunyai keistimewaan itupun belum dapat menuntun mereka untuk mengetahui Allah secara langsung. Oleh karena itu, manusia senantiasa membutuhkan pertolongan Allah swt untuk mendapatkan pengetahuan yang benar tentang-Nya.
Adapun faktor nafsu serakah, sering menyebabkan manusia tersesat dalam langkah yang benar. Umat-umat terdahulu, sebagaimana yang diceritakan dalam sejarah telah banyak tersesat dalam meyakini agamanya. Sebab itulah Islam selalu mengajarkan kebenaran kepada manusia agar tidak tersesat dalam jalan hidupnya. Jalan kebenaran itu adalah syari’at yang ditetapkan Allah swt dan rasul-Nya, bukan jalan thaghut dan jalan-jalan orang-orang dahulu ( maghdlub ). Sebagaimana Firman Allah swt dalam Qs 1 : 5-7 ) diatas. Jalan tersebut telah digariskan dalam banyak ayat al-quran dan sunnah nabi-Nya. Jadi jika syari’at islam yang bersumber dari Al-Quran dan hadits tidak difahami oleh akal sehat maka mereka itu tergolong dalam kesesatan. Lawan dari kesesatan adalah kebenaran. Islam senantiasa mengajarkan kebenaran ( al-Haq ) agar manusia selalu berada dalam petunjuk Allah swt.
Pada dasarnya manusia itu makhluk yang memiliki potensi fitrah yang lurus ( hanif ) tidak dalam kesesatan. Dengan potensi tersebut manusia selalu merindukan kebenaran. Maka sepanjang sejarahnya, manusia akan selalu mencari apa itu kebenaran? Namun problematikanya kebenaran selalu menjadi tanda tanya besar. Pertanyaan di atas akan selalu muncul dalam benak manusia, ketika manusia ingin mencapai hakikat kebenaran. Disinilah peran akal manusia yang selalu mendefinisikan agama yang selalu bersifat relatif, sehingga kebenaran harus kita dekati secara reflektif. Padahal secara sederhana, kebenaran dapat ditentukan dengan kesesuaian antara data dan fakta. Data adalah keyakinan atau aqidah yang dianut dan pakta adalah tindakan amal nyata yang ditampilkan. Kesesuaian antara data dan fakta merupakan sebuah kebenaran logis yang yang tak dapat terbantahkan.
Ketiga ; Krisis keperkasaan Ilmu. Kesalahan fatal yang terjadi dalam masyarakat modern adalah terlalu mengagungkan Ilmu pengetahuan dan tehnologi sehingga mengalahkan nilai-nilai sakralitas agama. Kesalahan ini telah dipopulerkan oleh Francis Bacon dkk ( 1561-1672 M ) yang melahirkan pendapat bahwa teori ilmu diatas segalanya. Menurut mereka ilmu adalah satu-satunya sumber kehidupan. Dan bahkan yang paling ekstrim mereka berpendapat bahwa satu-satunya obat penyembuh bagi setiap penyakit manusia adalah ilmu.
Islam mengajarkan bahwa Ilmu tanpa dibarengi dengan iman akan sia-sia. Menurut pandangan islam ilmu adalah cahaya Ilahi yang wajib digandengkan dengan iman. Jadi Ilmu dan Iman adalah kembaran yang tak dapat dipisahkan. Ilmu yang kosong dari iman akan menjelma menjadi kejahatan dan kerusakan. Ilmu tanpa di topang iman akan melahirkan kesombongan.
Nah penomena Panji Gumilang, dan mungkin banyak penomena lain, berdasarkan pandangan diatas tergolong kesombongan yang terlalu mengagungkan keperkasaan ilmu. Keperkasaan ilmu yang kosong dari iman akan melahirkan idelogi baru yang sangat menakutkan. Penulis menyebut ideologi baru itu dengan ideologi kebebasan. Ideologi ini adalah faham yang telah menggorogoti kebenaran agama. Ideologi baru ini menjadi ilmu pengetahuan yang di kembangkan dalam masyaraat modern. Contoh yang dapat kita lihat adalah ideologi positivisme, pragmatisme dan pluralisme agama. Ketiga faham ( ideologi ) tersebut menurut Muhammad Thalib ( 2007 ) disebut sebagai kekafiran berfikir.
Pertama ; Paham Positivisme adalah aliran pemikiran yang mengatakan bahwa kebenaran adalah sesuatu yang dapat ditangkap oleh indera manusia. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh Agust Comnte. Paham ini memiliki tiga ciri utama yaitu; Kepercayaan penuh kepada Ilmu pengetahuan, tidak mempercayai agama, beranggapan bahwa yang ada hanyalah materi karena materi dapat disadari dengan panca indera. Paham posistivisme menganggap agama tidak memenuhi syarat untuk diakui sebagai ilmu pengetahuan yang memiliki kejujuran ilmiyah.
Kedua : Paham Pragmatisme adalah paham yang melihat segala sesuatu dari segi kegunaan, manfaat atau kepentingan bagi yang bersangkutan. Paham ini berprinsif mengejar keuntungan bagi dirinya, kelompoknya ataupun bangsanya. Tumbuh dan berkembangnya paham pragmatisme di tengah-tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi terbukti tidak mampu mengangkat akhlak dan budi pekerti manusia. Masyarakat pragmatis akan kehilangan rasa tanggung jawab kepada Allah swt atau pencipta dan kepada seluruh makhluk-Nya. Padahal rasa tanggung jawab itu akan menimbulkan kesadaran akan kehidupan akhirat sebagai tempat hari pembalasan. Hal ini telah diingatkan Allah swt, dalam QS. 45 : 23 , Artinya : Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman serta bertaqwa, Allah akan memberikan fahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu ( Qs 45 ; 23 ).
Paham pragmatisme menyebabkan seseorang tidak mengenal pertanggung jawaban akhirat, menganggap dirinya sendirilah yang berhak mutlak atas apa yang dimilikinya dan kenikmatan dan kesenangan materi semata-mata yang menjadi tolok ukur nilai dan perilaku hidupnya.
Ketiga : Paham Pluralisme Agama adalah suatu paham yang menganggap semua agama sama. Ini tentu sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip islam, dan mungkin juga dengan prinsif agama lain. Di masyarakat modern paham ini tumbuh dan berkembang seperti sebuah propaganda yang memaksakan prinsif dalam masyarakat. Untuk mencegah ancaman paham pluralisme ( di Indonesia ) Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) mengeluarkan fatwa Nomor : 7 / MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang pluralisme , sekularisme dan liberalisme agama. Fatwa tersebut memutuskan bahwa pluralisme agama hukumnya haram.
Dari uraian diatas, dalam kaitannya dengan penomena Panji Gumilang dapat diambil pelajaran bahwa kesesatan akan selalu terjadi pada diri seseorang selama seseorang di kuasai oleh nafsu serakah dan cara pandang yang salah terhadap agamanya. Kesesatan dapat terjadi pada diri seseorang jika iman dan ilmu tidak di wujudkan dalam bentuk amal sholeh. Dalam Iman, Ilmu dan amal terdapat terdapat petunjuk dan bimbingan Allah swt untuk manusia yang dikehendaki-Nya.[]
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar