Kebal Gunjingan
#TantanganGurusiana
#TantanganHarike-12
Kategori: Cerpen
12
KEBAL GUNJINGAN
Sudah tiga tahun Rahman menganggur. Luntang-lantung dari satu tongkrongan ke tongkrongan lain. Belum ada satu pun pengusaha atau pimpinan perusahaan berniat menggunakan pikiran dan tenaganya. Bukan tanpa usaha, rasanya hampir tidak ada sebiji kantor pun yang belum ia masuki. Menulis dan mengantar lamaran sampai bosan. Sampai hafal tukang fotocopyan apa yang akan dibeli dan difotocopy Rahman. Double folio berlembar-lembar, fotocopy KTP berkali-kali. Datang interview sudah tak berbilang, tapi sampai interview saja. Tidak ada tindak lanjut. Rahman pasrah.
Lahir, rizki, jodoh, dan maut adalah rahasia Tuhan. Itu yang Rahman yakini. Hanya saja sebagai manusia biasa, mengeluh ya wajar. Bosan sekali jadi pengangguran. Bosan jadi bahan gunjingan tetangga. "Buat apa kuliah kalau cuma jadi pengangguran." "Percuma tenteng ijazah. Gak ada guna. Bagus nguli." "Sarjana cuman gagah-gagahan doang." "Mending ijazah bisa digadai. Jadiin bungkus kacang aja udah." Bunyi selentingan-selentingan yang acap kali memanaskan telinganya.
Lama-lama telinga Rahman kalis. Kebal mendengar gunjingan. Ia jadi terbiasa. Kini ia hanya cengengesan dan tidak sedikitpun mengambil hati kalau ada yang menyindirnya. Baik secara langsung atau tidak. Terang-terangan atau samar-samar. Rahman sudah berdamai dengan keadaan dirinya. Barangkali sudah nasibnya jadi pengangguran. Ia pun menghibur diri dengan main gitar saban hari. Nongkrong-nongkrong di depan ruko pinggir jalan. Sesekali mengerjai Tuaq Nuriyah dengan berpura-pura berutang cilok. Ia dan teman-temannya tahu kalau Tuaq Nuriyah pasti akan memberi mereka cuma-cuma.
"Jadi pengangguran enak juga. Tidak ada salahnya. Lagian tidak ada yang dirugikan. Malahan mereka terhibur, bisa mendengar suara merdu secara cuma-cuma," pikirnya mencari pembenaran diri. "Mereka juga jadi punya bahan gunjingan. Hahahaha. Dan saya akan menggunjingi mereka. Satu sama. Impas."
"Semua yang ada di dunia ini berpasang-pasangan. Ada langit ada bumi. Ada darat ada laut. Ada kemarau ada penghujan. Ada siang ada malam. Ada laki-laki ada perempuan. Ada pemimpin ada rakyat. Ada yang menikah ada yang jomblo. Ada yang kaya ada yang miskin. Ada yang punya pekerjaan ada yang menganggur. Semuanya ada pasangannya. Masing-masing menjalani porsinya sendiri. Jalani dan nikmati."
"Ada penggunjing ada yang digunjing. hahahaha," Rahman menimpali dirinya sendiri. Ia puas bisa menemukan dalil-dalil atas situasinya.
Namun terkadang saat sendiri, saat letih berbicara sendiri, mencari pembenaran diri, ia merasa kosong. Lelucon-lelucon di tongkrongan hanya menggersangkan jiwanya. Ia butuh kegiatan lain. Ia butuh keadaan dan situasi berbeda untuk me-refresh diri.
Rahman coba-coba datang ke pengajian. Kebetulan Pak Kadus mengundang seorang ustaz muda. Katanya lulusan Mesir. "Semoga mendapat pencerahan," harapnya.
Ustaz itu ternyata seumuran dengannya. Wajahnya tampan dan suaranya merdu.
"Wanita itu kodratnya di rumah. Jadi ibu rumah tangga. Ia adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Biarlah laki-laki yang mencari nafkah mencari penghidupan," terang ustaz itu.
Kalimat yang menohok batin Rahman.
"Sialan. Iya, iya. Saya jomblo dan pengangguran.”
“Tahu gini saya gak datang mengaji. Mana semua orang melirik saya lagi," batinnya.
Senggigi, 03 April 2021

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Tulisan yang di keren, sangat menghibur saya
Stok saya mau habis, Bu. Hehe. masih tersisa hanya sampai tanggal 7