Aku adalah anak yatim piatu sejak umurku baru satu tahun. Sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara, aku sangat membutuhkan kasih sayang dari kedua orangtua.

Tapi takdir berbicara lain, ayah dan ibuku sudah pergi untuk selamanya, sehingga aku tumbuh besar tanpa didampingi mereka berdua. Kini umurku sudah 25 tahun, aku sudah mengajar disalah satu kampus islam swasta ternama di kotaku. Tanpa mereka berdua aku bangkit berjuang, bahkan masih berjuang untuk bisa mendapatkan beasiswa S3 dan bisa sampai menjadi guru besar (profesor).

Selama 24 tahun aku tanpa mereka, tak tahu gimana raut wajah mereka berdua, sungguh aku penasaran dengan wajah mereka, tapi sampai sekarang itu tak bisa terwujud.

Seringkali aku menangis terisak menjalani hidup ini tanpa ada tempat bersandar dan mengadu, bahkan tak jarang aku iri melihat orang lain yang bisa dengan leluasa bercengkrama dengan ayah dan ibunya, dan aku hanya bisa gigit jari menyaksikan kehangatan keluarga mereka, tanpa bisa berbuat apa apa.

Untuk mengobati rasa sedih dan gundah, hampir setiap minggu aku pulang ke Kampungku,mendengar kisah perjalanan ayah dan ibuku yang diceritakan oleh bibiku. Sambil bercucuran air mata, bibi selalu menceritkan kisah ini, dan aku selalu antusias mendengarnya.

"ibumu lup (panggilanku), karena saking sayang sama kalian, dia pergi menyembrang sungai yang deras untuk mencari durian untukmu dan kakakmu, yang akhirnya nyawa ibumu dan dua teman nya tak bisa diselamatkan saat tubuh mereka dibawa derasnya arus sungai"

Bibi ku mulai bercerita,akau mulai berandai andai. Coba masih ada mereka saat ini, menyaksikan perjuangan ku dalam pendidikan, tapi,,,, ah sudahlah, Angan tak akan bisa digapai, tapi mimpi mesti harus ditembus, meskipun tanpa mereka.

(True Story)