PAK GURU KOK NDAUT?
Pagi itu sang surya belum berani menampakkan pesonanya. Embun tipis masih menyelimuti area persawahan. Suara ayam hutan sesekali terdengar bersahut-sahutan. Kicau burung-burung menambah suasana pagi itu sangat indah. Suasana yang hampir setiap pagi bisa didapatkan disekitar persawahan di desaku. Aman, nyaman, rileks, segar, tentram dan rasa-rasa lainnya yang sulit dijelaskan.
Pagi adalah saat dimana semua makhluk-Nya keluar sarang untuk bertahan hidup. Petani ke sawah-ladang, pedagang berangkat ke pasar, karyawan ke tempat kerja, pak guru ke sekolah sesekali juga ke sawah (ini saya). Siapa saja pasti berpendapat “pagi adalah waktu terbaik untuk memulai aktivitas”.
Hari kamis adalah hari istimewa bagi guru luar negeri seperti saya. Aktivitas hari ini adalah ke sawah untuk menikmati anugerah Tuhan sperti yang saya ceritakan di atas. Berangkat pagi-pagi buta, seolah berlomba dengan sang surya. Sepatu boat, tas ransel tipe-B (istilah untuk kalangan sendiri) yang berisi sabit, asah, dan bekal menjadi perlengkapan wajib. O... ya, sebenarnya tidak semata untuk menikmati anugerah Tuhan. Alasan yang paling kuat adalah untuk membuat dapur terus mengebul tanpa menunggu akhir bulan.
Bertani merupakan aktifitas utama ke dua setelah mengajar siswa-siswi di sekolah. Bertani merupakan aktifitas seni tingkat tinggi. Butuh berbagai racikan ilmu praktis sesuai porsi. Dalam dunia pertanian praktis butuh mental pejuang sejati. Bagaimana tidak? Hari ini menanam padi belum tentu tiga bulan kemudian panen padi. Masih banyak faktor x yang menjadi gendala. Yah... namanya juga seni tingkat tinggi.
Dua jam merupakan waktu yang lama bagi petani gadungan seperti saya. Berangkat jam 05.00 sudah cukup istimewa untuk aktifitas bertani. Selanjutnya duduk manis di dalam gubuk di tengan pematang. Menghirup nafas dalam-dalam, hah....... hidup sudah sedemikian nikmatya.
Mengajar di kelas sebagai aktifitas berbagi ilmu pengetahuan secara formal. Bertani adalah alat berbagi ilmu dalam masyarakat. Hidup bersama masyarakat pedesaan yang homogen tingkat pendidikannya, menjadi tantangan tersendiri. Guru adalah status sosial yang lumayan diperhitungkan. Bertani adalah cara yang untuk berinteraksi secara bebas dan luas dengan masyarakat umum. Gabungan kedua unsur tersebut menjadi jurus ampuh dalam berbagi ilmu dari lembaga formal ke dalam masyarakat. Tanpa teori yang muluk-muluk, langsung take action.
Budaya lisan masih menjadi cara yang strategis. Barang siapa yang pandai berbicara sedikit berisi dan banyak action yang bermanfaat. Otomatis sudah... mendapat label tokoh atau Ustadz atau apa saja yang intinya naik satu tingkat status sosialnya. Kalau sudah begitu, maka tidak ada alasan untuk tidak berbuat baik lebih banyak. Melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk masyarakat. Menjadi motor perubahan lewat berbagai kegiatan masyarakat. Setidaknya itulah yang saya alami selama ini. Meski status yang didapat bukan tokoh atau ustad tapi masih penggerak. Ya... penggerak kegiatan masyarakat.
Mengenai judul tulisan ini “Pak Guru kok ndaut?” saya ambil yang telintas saja dalam fikiran. Itu adalah kata-kata yang diucapkan salah satu tetangga sawah ketika saya pertama kali ikut ndaut (mencabut benih padi dari persemaian). Karena masih ada kaitannya dengan bertani, yah... saya comot saja. Meskipun sebenarnya tidak nyambung antara isi dan judul. Tapi, ah... sudahlah... tidak perlu diperdebatkan.
Tentu masih banyak cara yang bisa dilakukan oleh Bapak/Ibu guru di Negeri ini untuk ikut membimbing masyarakatnya masing-masing. Minimal menjadi inspirator bagi lingkungan terkecil (keluarga). Mampu memberi contoh karakter yang baik. Saya rasa itu sudah cukup. Selamat berjuang Bapak/Ibu Guru!
Jangan lupa! Dapur harus tetap ngebul...
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Luar biasa bapak satu ini, multi profesi.Salut bapak, lanjutkan menebar karya di sawah dan di kelas. Barakallah.
Trimakasih. Mohon saran atas tulisannya.
Siiipp, mulai menggeliat. Centar membahana, menebarkan pesona literasi Banyuwangi.
hehe... virus njenengan mulai bereaksi.
Hebat pak Guru serba bisa. Bisa jadi guru, bisa jadi petani, dan bisa jadi penulis. Salam literasi semoga sukses dan barakah.
Aamiin...