MERAWAT 'WARISAN' ANIES BASWEDAN
Pergantian pucuk pimpinan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, membuat kepemimpinan Bapak Anies Baswedan harus ‘dicukupkan’ 20 bulan saja. Konon penyebab reshuffle kabinet terhadap beliau bukanlah faktor kinerja, namun lebih bernuansa politis. Hal itu sah-sah saja mengingat proses pengangkatan dan pemberhentian menteri adalah hak prerogatif presiden.
Di bawah komando Bapak Anies Baswedan, sejatinya cukup banyak upaya revolusi mental yang di‘warisan’kan di dunia pendidikan. Hal itu cukup maklum karena sosok Pak Anies sebelum menjadi Mendikbud memang cukup inspiratif melalui program Indonesia Mengajar. Dampaknya ribuan anak muda yang notabene sarjana di berbagai bidang menyisir pelosok negeri untuk turun tangan mencerdaskan anak bangsa.
Sedangkan terkait kebijakan sebagai Mendikbud, ada penghentian sementara implementasi K13 untuk direvisi menuju penyempurnaan. Ada program Guru Pembelajar atau diklat praUKG. Ada Gerakan Literasi Sekolah (GLS), ada program Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) untuk menghindarkan sekolah dari praktik kekerasan, serta kampanye mengantar anak pada hari pertama masuk sekolah. Kesemuanya merupakan program yang mencoba mengembalikan pendidikan nasional pada rel-nya.
Di luar kebijakan formal, terdapat beberapa program yang cukup inspiratif yang dimotori oleh (mantan) Mendikbud Anies Baswedan. Ada program gerakan bayar-balik, gerakan guru saudara, serta respon positif beliau untuk memberikan iklim demokratis dengan mengayomi berbagai organisasi profesi guru sehingga tidak lagi tunggal dan menjadi monopoli orprof (organisasi profesi) tertentu. Serta satu hal yang cukup terngiang adalah tagline beliau saat simposium guru tahun 2015, “guru mulia, karena karya”.
GERAKAN BAYAR BALIK
Launching Gerakan Bayar Balik saya saksikan langsung pada saat menghadiri kongres II Ikatan Guru Indonesia (IGI) di Makassar. Saat itu Mendikbud mengukuhkan tokoh-tokoh Makassar untuk menjadi Duta Bayar Balik di Povinsi Sulawesi Selatan. Para tokoh dimaksud terdiri atas beberapa wali kota, bupati, kepala dinas, direktur BUMN/BUMD, dan beberapa pengusaha.
Logika sederhana munculnya Gerakan Bayar Balik adalah maraknya kegiatan temu alumni (reuni) yang tidak mengarah pada upaya memberikan sumbangsih bagi almamater. Bahkan cenderung dilaksanakan jauh dari sekolah, entah di restoran ternama atau terkadang di tempat-tempat wisata. Sehingga event tersebut sekadar temu kangen antar teman, temu kangen dengan mantan pacar, dan ajang pamer pencapaian masing-masing.
Langkah konkret Gerakan Bayar Balik dapat berupa beberapa alternatif berikut. Pertama, adakan temu alumni (reuni) di sekolah. Hal itu akan berdampak pada kembali terjalin silaturrahmi antara alumni dan guru. Selain itu para alumni juga dapat mengetahui kondisi terkini almamater (sekolah) tempat dulu ia juga perproses (belajar).
Dengan mengetahui kondisi terbaru sekolah, diharapkan alumni tergugah untuk ‘membayar balik’ jasa sekolah dan guru-gurunya. Apapun profesi yang di geluti seorang alumni, akan sangat baik bila ia mencoba untuk bersumbangsih sekecil apapun bagi almamaternya sesuai kapasitas dan kemampuan masing-masing.
Kedua, tanpa menunggu ada reuni atau temu alumni, alangkah indahnya bila para alumni secara inisiatif sendiri-sendiri proaktif untuk memberikan sumbangsih bagi sekolah sebagai wujud ‘Bayar Balik’ atas hutang-hutang saat berproses saat menjadi siswa. Dengan satu alumni menyumbang satu buku saja, maka tidak akan ada lagi perpustakaan sekolah yang kekurangan koleksi bacaan. Apalagi kalau sampai satu alumni mempunyai satu siswa asuh.
GERAKAN GURU SAUDARA
Gerakan Guru Saudara juga saya rasakan saat hampir sepekan di Makassar menghadiri Kongres II Ikatan Guru Indonesia (IGI). Keberangkatan ke Makassar kala itu menggunakan layanan “Bayar Balik” Direktur Garuda Indonesia yang memberikan layanan Garuda Miles bagi guru untuk menikmati penerbangan gratis Surabaya-Makassar pulang-pergi.
Menariknya, saat tiba di Makassar kami disambut oleh satu keluarga guru yang mengaku sebagai Guru Saudara dan menyampaikan bahwa telah menyediakan rumahnya untuk kami tinggali selama di Makassar. Jadilah kami tidak sekadar mendapatkan tempat menginap yang layak, namun kami juga mendapat saudara dan keluarga baru.
Persaudaraan dan kekeluargaan bersama Guru Saudara kemudian kami wariskan pada anak-anak kami. Musim liburan berikutnya guru saudara kami dari Makassar berlibur di Jawa Timur. Jadilah kini kami menjadi guru saudara bagi mereka. Kami sediakan rumah kami untuk mereka bermalam. Kami dampingi mereka wisata kuliner dan berlibur bersama kami sekeluarga.
Kini, berkunjung dan menjelajah ke berbagai kota di seluruh Indonesia bukanlah hal yang menyulitkan. Di sana selalu ada guru saudara kami yang siap sedia menyambut kami. Dan hal itu pun sering diteladankan oleh Pak Anies Baswedan saat berkunjung ke daerah-daerah. Beliau bermalam di rumah guru saudara sebangsa.
Sepakat dengan pernyataan Mendikbud baru, Profesor Muhajir Effendi bahwa pendidikan bukanlah serupa hari raya yang perlu dirayakan dengan baju baru. Mendikbud baru, namun kebijakan-kebijakan tidak harus baru, kurikulum tidak perlu baru. Apa yang diwariskan Pak Anies Baswedan bila itu memang baik bagi pendidikan bangsa Indonesia, mari rawat bersama.
*) Mohammad Hairul adalah Guru SMP Negeri 1 Klabang-Bondowoso, Ketua IGI Kabupaten Bondowoso. Peraih Penghargaan Literacy Award 2017 By Baznas dan Republika.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Terimakasih infonya.