Tentang Dekomposisi dalam Computational Thinking
Tokoh pemecahan masalah George Polya mengatakan “If you can’t solve a problem, then there is an easier problem you can solve: find it.”
Kekuatan Computational Thinking dimulai dengan dekomposisi, yang merupakan proses memecah masalah kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan lebih mudah dikelola. Dengan penguraian, masalah yang tampak membebani pada awalnya menjadi jauh lebih bisa ditangani.
Seringkali kita menemui masalah dalam kehidupan sehari-hari. Masalah itu dapat kita temui baik dalam proses pembelajaran siswa atau permasalahan di kantor, pekerjaan rumah, dan pekerjaan lainnya. Sering kali permasalahan kehidupan kita sehari-hari pada akhirnya terdiri dari masalah yang lebih kecil yang dapat kita atasi dengan lebih mudah. Proses memecahkan masalah ini memungkinkan kita menganalisis berbagai aspeknya, mendasari pemikiran kita, dan membimbing diri kita sendiri ke titik akhir.
Dekomposisi adalah sesuatu yang secara inheren kita lakukan dalam kehidupan kita sehari-hari, bahkan kita tidak menyadarinya. Jika kita menyelenggarakan makan malam bersama teman sekolah kita dulu, Kita menggunakan dekomposisi untuk memilih menu, meminta dukungan dari orang lain di dapur, menugaskan teman-teman untuk membawa apa saja (supaya hidangan lebih bervariasi), dan mengatur waktu untuk acara tersebut.
Jika Kita pergi ke toko kelontong untuk makan malam liburan tersebut, Kita menggunakan dekomposisi untuk menyusun daftar belanjaan Kita, memandu arah yang Kita ambil saat Kita berjalan di gang, rute yang Kita ikuti ke dan dari toko, dan kendaraan yang Kita kendarai.
Jika Kita akan menerapkan program atau inisiatif baru di sekolah Kita, Kita menggunakan dekomposisi untuk membangun rencana strategis Kita, yang mencakup visi program, strategi untuk mendapatkan dukungan, sasaran tahunan, dan segala sesuatu yang terlibat.
Contoh Dekomposisi dalam Kurikulum
Memang, dekomposisi adalah alat yang ampuh yang memandu bagaimana kita mendekati proyek dan tugas secara teratur. Dan itu juga sesuatu yang digunakan dalam pembelajaran siswa. Berikut adalah beberapa contoh untuk menonjolkan hal tersebut dalam kurikulum.
Bahasa Inggris: Siswa menganalisis tema dalam teks dengan terlebih dahulu menjawab: Siapa protagonis dan antagonis? Dimana pengaturannya? Apa konfliknya? Apa resolusinya?
Matematika: Siswa mencari luas berbagai bentuk dengan menguraikannya menjadi segitiga.
Sains: Siswa meneliti berbagai organ untuk memahami bagaimana tubuh manusia mencerna makanan.
Ilmu Pengetahuan Sosial: Siswa mengeksplorasi budaya yang berbeda dengan mempelajari tradisi, sejarah, dan norma yang menyusunnya.
Bahasa: Siswa belajar tentang struktur kalimat dalam bahasa asing dengan memecahnya menjadi beberapa bagian seperti subjek, kata kerja, dan objek.
Seni: Siswa bekerja untuk membangun set untuk sebuah drama dengan meninjau adegan untuk menentukan pengaturan dan kebutuhan penyangga mereka.
Mudah-mudahan jelas bahwa dekomposisi telah tertanam kuat dalam kehidupan sehari-hari dan mengatasi masalah besar maupun kecil. Konsep tersebut juga dapat diterapkan pada pembelajaran siswa. Siswa perlu belajar bagaimana mengenali proses ini dan memanfaatkannya ketika mereka merasa kewalahan dalam memecahkan masalah, tugas, atau proyek. Dekomposisi mengajarkan siswa merangkul ambiguitas dan melengkapi mereka dengan kepercayaan diri untuk mempelajari hal-hal baru.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar