Bulan puasa menyebabkan makan terjadi hanya dua kali, sahur dan berbuka. Itupun saat sahur yang makan nasi hanya suami, karena saya tidak makan berat. Saya bisa sahur dengan sebuah pisang tambah sebutir kurma, bahkan hanya sebutir kurma dengan sesendok madu, yang jelas saat sahur saya tak makan nasi dan lauk.

Hal itu menyebabkan selalu saja ada nasi dan lauk bersisa. Padahal saya masak lauk dengan sangat cermat, hanya tiga potong, dua potong untuk berbuka, sepotong untuk suami saat sahur, tetapi tetap saja ada sisanya.

Untuk nasi yang berlebih saya simpan di kulkas, bila terkumpul dua atau tiga hari maka saya masukkan kembali ke mesin penanak, lalu dimakan kembali. Nasi sisa kadang saya olah menjadi nasi goreng.

Sepotong ayam, sepotong ikan goreng, beberapa potong daging dalam sup, saya simpan dalam wadah kecil dalam kulkas. Lauk sisa itu saya masukkan dalam bihun goreng atau dalam nasi goreng.

Saya berusaha tidak membuang makanan, kecuali memang sudah tak layak dimakan. Tetapi selagi makanan itu masih baik bentuknya, tak berubah rasanya, maka akan saya konsumsi kembali. Walau kadang suami saya agak "lain" wajahnya saat melihat nasi yang terhidang. "Ini nasi dari kulkas ya?" Saya hanya tersenyum, dan menyuruhnya untuk segera makan.

Memang nasi sisa bisa diolah jadi pupuk cair, tapi stok pupuk cair saya sudah banyak, jadi dimakan saja kembali. Yang jelas tidak ada yang mubazir di rumah saya.