PERJALANAN MERAIH MIMPI (Part 3)
Edisi: Terlelap di pesawat
#TantanganGurusiana
#Hari ke-84
21 April 2020
Setelah announcer bandara mengumumkan bahwa pesawat terbang akan segera berangkat, para penumpang segera bersiap untuk boarding. Aku berjalan melewati garbarata (kadang juga disebut tangga belalai) adalah jembatan yang berdinding dan beratap yang menghubungkan ruang tunggu penumpang ke pintu pesawat terbang untuk memudahkan penumpang masuk ke dalam dan keluar dari pesawat (Wikipedia). Aku bersama rekan sejawat yang tergabung dalam grup 6 peserta WJTAP (West Java Teachers Adelaide Program), segera memasuki pintu pesawat dengan disambut oleh pramugari nan cantik berkulit putih. Setelah menemukan nomor tempat duduk, aku duduk di barisan tengah bersama satu temanku. Kulemparkan pandangan ke sekeliling, ya ampun ternyata penumpangnya sangat banyak. Kulihat sebagian besar adalah bule Australia yang mungkin baru pulang liburan atau tugas dinas pekerjaan. Namun, tak sedikit pula penumpang dari Indonesia, contohnya aku.
Pesawat terbang jumbo yang hendak membawaku terbang adalah QANTAS (Queensland and Northern Territory Aerial Services) dengan kode penerbangan QF 42 yang merupakan maskapai penerbangan nasional Australia. Setelah semua penumpang duduk rapi dan tenang serta keadaan pesawat sudah siap take off, beberapa pramugari/pramugara memperagakan tata cara keselamatan penerbangan. Mengenakan dan mengencangkan seat belt atau sabuk pengaman bila akan tinggal landas maupun landing, mengenakan masker hidung apabila kekurangan oksigen, mengambil pelampung yang ada di bawah kursi bila terjadi bahaya dan hal-hal lain yang menyangkut keselamatan penerbangan. Semua yang disampaikan kuperhatikan dengan baik dan seksama meski kadang ada yang kurang aku pahami.
Tepat pukul 20.20 WIB si burung besi QANTAS dengan gagah membelah angkasa malam, meninggalkan udara Jakarta. Suara pesawat menderu dan agak bergoncang keras pertanda akan tinggal landas. Tak lama setelah itu, suara merdu sang pilot mengabarkan bahwa pesawat sudah berada di angkasa raya dengan ketinggian tertentu. Jantungku masih berdebar kencang, meski ini kali kedua aku naik pesawat terbang tetap saja rasa cemas itu selalu datang menghampiriku. Pikiranku banyak dipenuhi oleh hal-hal yang menakutkan hingga membuat hatiku tak tenang. Aku membayangkan bagaimana jika terjadi apa-apa dengan pesawat ini, bagaimana kalau jatuh dan langsung tenggelam di dasar samudera luas, bagaimana kalau menabrak gunung tinggi dalam keadaan malam pekat, tentu semua penumpang tidak ada yang selamat, pikirku. Ah…akhirnya semua pikiran jelek aku buang jauh-jauh. Aku berdoa dan pasrah pada Tuhan akan keselamatanku, dan kini tenanglah hatiku. Aku mulai menata hati untuk menikmati perjalanan malam ini. Kulihat beberapa pramugari dan pramugara mulai berjalan menghampiri para penumpang memberikan tisu basah seraya menawarkan makanan atau minuman. Meski terlihat tak muda lagi, mereka dengan cekatan menghidangkan snack dan minuman ringan, ada kopi, susu, teh atau sirup. Tak lama setelah itu datanglah menu makan malam yang dapat kami pilih sendiri. Meski perutku masih terasa kenyang, namun kupaksakan jua untuk memakannya karena perjalanan panjang pastilah membuat perut lapar. Aku memilih bistik dan kentang, sementara temanku mencicipi nasi atau bubur serta jenis makanan lain yang terasa asing bagiku.
Kini kulirik jam tangan, waktu menunjukkan pukul 23.00. Kucoba untuk memejamkan mata namun rasa kantuk ini belum menyapaku. Akhirnya aku menyentuh layar monitor yang ada di depan kursi penumpang. Kulihat beberapa channel yang dapat dipilih, ada film, lagu-lagu, suguhan pemandangan benua Australia yang elok menawan. Aku memilih channel rute penerbangan, karena tergambar jelas di layar monitor posisi pesawat sedang berada di mana. Aku melihat sepanjang perjalanan pesawat berada di atas tanah kuning, ternyata itu adalah daerah Gurun Uluru atau Ayers Rock.
Setelah puas melihat-lihat berbagai pilihan hiburan, kucoba untuk memejamkan mata karena terlihat jam berada pada posisi pukul 02.00 dinihari namun gagal lagi. Sekarang malah kudengar suara pesawat bergemuruh seperti sedang berjalan di atas bebatuan. “Oh, ada apa gerangan ?” pikirku. Merasakan sensasi ini, hatiku menjadi ciut. Kutanyakan pada teman sebelahku, ternyata telah terjadi turbulensi artinya pesawat mengalami benturan dengan awan. Hatiku gelisah tak tentu arah, ingin rasanya kuakhiri penerbangan ini dan segera turun. Seakan roda waktu berputar sangat lambat dan tidak bersahabat.
Perjalanan ini menyisakan waktu 3 jam lagi , itu berarti pesawatakan segera mendarat di Sydney. Tak terasa saat tiba di penghujung malam akhirnya aku terlelap. Aku hanya mampu memejamkan mata satu jam dari total penerbangan selama 8 jam. Sungguh pengalaman luarbiasa, menghabiskan malam dalam pesawat.
Bagaimana setibanya di Sydney? Mengapa aku dihadang oleh petugas imigrasi ?
Apa gerangan yang terjadi ? Ikuti kisahku selanjutnya.
Bersambung.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Wah..Mrs..sampai hapal betul kapan kita di peaswat.. sepertinya saya tahu mengapa dihadang..duh.. pengalaman yg bikin ciut..he he he..
penasaran ....
Bu Cucu ikuti terus kisah selanjutnya besok ya
Alurnya menarik
Mksh bu Wid, sudah mampir di sini
Alurnya menarik
Seru nich.
Mksh bu Lili, masih berlanjut besok ya
jiyahh..kena turbelensi juga..makanya deg degan he.he..mantap bu
Deg degan bun. Cerita selanjutnya ditunggu
Jangan lupa ikuti terus ya bu Nurdian
wow keren say, semangat terus bu min
Petugas imigrasinya pengen kenalan Kaliii... Hehe
Nahhh gmn tuh ?