Ada peribahasa yang sangat populer yang kita kenal “Rumput di rumah tetangga selalu tampak lebih hijau dibanding rumput di rumah sendiri”. Peribahasa tersebut memiliki makna bahwa segala sesuatu yang dimiliki orang lain selalu tampak lebih baik dibanding dengan apa yang kita miliki. Lha, terus kalau tetangga kita yang juga menganggap hal sama kepada kita sebagai tetangganya, maka rumput siapakah yang lebih hijau? Peribahasa ini memberi pembelajaran kepada kita bahwa secara implisit peribahasa tersebut menunjukkan tentang minimnya atau hilangnya rasa syukur yang kita miliki. Selain itu kita hanya sibuk memikirkan apa yang ada pada orang lain, sehingga kita lupa di rumput mana kita sedang berpijak. Hal ini akan membawa kita pada kufur nikmat. Kita menjadi orang yang tidak pandai bersyukur. “Barang siapa yang bersyukur maka akan Aku tambah nikmatnya, dan barang siapa yang tidak pandai bersyukur/ingkar, maka ingatlah, azab-Ku sangat pedih”, begitu peringat Allah dalam firman-Nya.

            Oleh karena itu, mari kita tanamkan pada pikiran dan hati kita, untuk mengubah peribahasa tersebut menjadi “Rumput di halam rumah sendiri lebih hijau dibanding rumah di halaman rumah tetangga”. Pengubahan pola pikir ini, tentu saja akan sangat berpengaruh pada perjalanan hidup kita. Rasa syukur dengan apa yang kita miliki, akan memberikan dampak positif pada ketenangan hati dan pikiran kita. Tak perlu lagi kita membandingkan jalan hidup kita dengan jalan hidup orang lain, karena setiap manusia memiliki skenario hidup masing-masing yang sudah diatur dan memiliki garis hidup masing-masing. Tak ada satu pun manusia yang memiliki jalan hidup yang sama, meskipun dia kembar sekalipun.

            Terkadang kita hanya menilai apa yang tampak secara kasat mata saja. Orang lain terlihat memiliki rumah mentereng, naik-turun mobil mewah, dan segala serba mudah. Padahal di balik itu semua kita tidak pernah tahu, kesedihan dan ujian yang sedang mereka terima. Kita tidak tahu, apakah semua apa yang dimilikinya telah membuatnya begitu bahagia. Setiap orang pasti pernah merasakan kebahagiaan di balik kesedihannya, begitupun sebaliknya, setiap oramg pasti juga pernah merasakan kesedihan di balik kebahagiaannya. Tak ada satupun manusia yang sempurna hidupnya.

            Sesungguhnya kebahagiaan itu hanya terletak pada hati masing-masing, hati yang pandai bersyukur, bukan pada banyaknya harta atau mewahnya segala sesuatu yang dimiliki. Mari kita lihat ke bawah sana, masih banyak orang yang kehidupannya jauh lebih terpuruk daripada kita. Masih banyak orang yang tidak bisa memeroleh makanan, jangankan untuk makan tiga kali sehari, makan tiga hari sekali pun belum tentu mereka dapatkan. Kita sebagai manusia, cukup menjalankan skenario hidup yang sudah Allah tentukan, sesuai dengan kadar kemampuan yang sudah Allah tetapkan masing-masing.