ZAYID
#TantanganGurusiana hari ke-55
Anak laki-laki kecil itu baru saja turun dari motor yang dikendarai papanya. Kepalanya yang biasanya kelihatan besar karena rambutnya gondrong, kini kelihatan bulat dan cepak.
"Zayid dari mana?" tanyaku.
"Udin," jawabnya khas dengan gaya kanak-kanaknya. O,iya, Zayid baru berumur dua tahun. Udin yang dia maksud adalah tukang cukur rambut langganan kami.
Aku mengelus kepalanya. Tubuh kecilnya bergelayut di kakiku.
"Zayid ga nangis waktu rambutnya dipotong?" tanyaku sambil berjongkok berusaha mensejajari tubuh mungilnya.
"Tawat. Ambut." Dia menatapku sambil cengengesan. Kelopak matanya bergerak-gerak lucu. Kalau ekspresinya seperti ini sangat menggemaskan. Kadang aku takjub bisa melahirkan anak-anak lucu dan menggemaskan seperti Zayid dan kakak-kakaknya.
Aku masih memperhatikannya. Ucapannya barusan hanya aku yang paham. Suara bising pemotong rambut listrik itu disebutnya pesawat.
Aku tersenyum mendengar ocehannya. Teringat dua tahun lalu saat anak ini tiba-tiba sudah berbentuk daging di perutku. Anak yang seharusnya belum boleh hadir ini, karena saat itu usia kakaknya baru satu tahun. Tapi, Tuhan menitipkan anak dalam kandunganku itu pasti ada hikmahnya. Walaupun saat itu aku berharap janin yang kukandung berjenis kelamin perempuan. Ketiga kakaknya laki-laki.
Saat usia Zayid genap dua tahun. Terbayang membuatkannya pesta kecil-kecilan seperti layaknya anak-anak lain memperingati ulang tahunnya. Ah, aku hanya membayangkannya saja. Sebab, ketiga kakaknya pun tak pernah ada acara ulang tahun. Setiap tahun aku hanya berdoa untuk anak-anakku agar diberikan kebaikan dalam hidup mereka kelak.
Aku tersentak ketika Zayid berlari ke dalam rumah. Lamunan senduku berubah prihatin. Aku mencarinya bermaksud memandikannya. Tadi sebelum pergi, dia masih mengenakan piyama tidur.
Kupanggil namanya berulang kali, tapi tak ada jawaban.
"Pa, lihat Zayid?" tanyaku pada Didin, suamiku.
Dia hanya mengangkat bahu dan kembali asik megutak atik alat depot di tangannya. Alat depot yang kumaksud adalah usaha isi ulang air galon. Mata oencaharian kami satu-satunya selama ini, di samping pekerjaan pokokku sebagai tenaga guru.
"Kemana anak itu ya, habis potong rambut kalau nggak cepat dimandiin pasti gatal." Aku bergumam sendiri.
"Zayid sembunyi di belakang pintu, Maa," teriak Syauqie, kakaknya, yang baru saja selesai mandi. Dia baru saja ingin menggantung handuk di belakang pintu. Ternyata, ada Zayid diam-diam berdiri di belakang pintu.
Aku buru-buru menghampirinya. Wajahnya pias. Sambil mendorongku dia merengek, berharap aku tidak memegangnya.
"Eek," katanya.
Sontak aku menepuk jidat. "Ya, ampun, Nak. Eeknya kok di belakang pintu?"
Zayid diam saja dengan wajah yang berubah-ubah karena menahan hajat. Untung saja dia masih pakai popok. Kalau tidak, aku pasti sangat repot membersihkan kotorannya.
Sementara, papanya hanya tertawa kecil.
Dulu si kakak juga seperti ini, sakit perut sembunyi di belakang pintu. Dan lebih repotnya lagi, waktu itu kalau si kakak BAB, kotorannya dioles ke dinding tempatnya berdiri. Jadi, aku harus mengecat ulang dinding, biar menutupi noda hasil karya si kakak.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Waduh, ada-ada saja ya kelakuan si kecil. Jadi penuh kenangan, ...
Iya pak hehehe .. ngegemesin
hahaha.....si kakak berkarya si boleh, tapi jangan bekas PUPnya di olesin ke dinding donkkk
Hahahahaha ga ketahuan bun