Motor Impian Bu Guru
Seorang teman meminta saya belajar menunggangi sepeda bermesin. Alasannya sangat sederhana, agar bisa mondar mandir kesana kemari lebih cepat dan tanpa repot. "Biar hemat ongkos, gajinya bisa buat makan dan jajan", teriaknya di telingaku. "Saran gila", batin saya menjawab dalam diam. Selain karena penakut, saya tak pandai mengayuh sepeda. Kata orang, kalau bisa naik sepeda pasti bisa mengendarai sepeda motor. Karena keduanya membutuhkan keseimbangan untuk bisa berjalan. "Bagaimana bisa mengendarai sepeda motor", jawab saya dengan emosi sewaktu Ameng memerintah hal yang sama di lain kesempatan. Saya masih setia naik turun angkot dan bis kota. Walaupun penuh sesak asap rokok serta ketakutan kena copet. Saya tetap melakoni rutinitas bersamanya setiap hari. Karena kejelian yang tinggi terhadap sekitar, saya sering menerima sebuah tatapan melotot dari si copet kala aksinya ketahuan mata saya. "Duh ngeri... tadi saya lihat copetnya mengeluarkan pisau kecil", cerita saya ke Ameng. Ameng adalah sahabat baik sejak duduk di bangku SMP. Nama aslinya Megalia. Biasa dipanggil Lia. Namun saya memanggilnya Ameng agar lain daripada yang lain. "Makanya, bu guru harus belajar bawa motor", ujarnya sambil cekikikan. Saya kesal direspon seperti itu. Akhirnya kami bicara hal lain guna menghindari pertengkaran. Benar saja, semakin hari kesulitan semakin kuat menghadang. Mulai dari macet di segala penjuru kota hingga aksi mogok bis kota. Kendala ini begitu merugikan. Padahal saya memiliki jadwal les privat yang cukup banyak sepulang sekolah. Tak jarang saya sering terlambat mengajar. Bonusnya jadi kena tegur atasan. "Belajar naik motor bu agar tidak sering terlambat", perintah kepala sekolah pagi itu. Saya diam saja ketika Bapak kepala meninggalkan saya di gerbang sekolah. "Ya bagaimana saya bisa pakai motor. Gaji gak mungkin cukup. Semoga Allah mudahkan suatu hari nanti", doa saya kala itu. Selang beberapa waktu, yayasan tempat saya mengajar mengadakan jalan santai. Karena yayasan berada di naungan perusahaan, kegiatan seperti ini sering dilaksanakan dengan meriah. Berbagai hadiah disiapkan termasuk sepeda motor. Lagi - lagi saya terlambat datang ke tempat acara. Bapak kepala bahkan tidak mau melihat saya pagi itu. Saya balas dengan senyum tepat saat matanya melengos bertatapan dengan saya. "Semoga Allah berikan kesempatan itu", saya mengulang doa dalam hati. Hingga rangkaian acara jalan santai selesai, tak ada keberuntungan yang menyapa hari itu. Saya kecewa karena sepeda motor ternyata menjadi milik orang lain. Harga BBM yang melonjak sepanjang tahun semakin mempersulit keadaaan. Bagaimana tidak, saya harus menyiapkan ongkos yang lebih besar setiap harinya. Tak ada lagi kesempatan menabung demi sebuah sepeda motor. "Tenang, pasti Allah beri di saat yang tepat. Kalau tidak diberi pasti diganti dengan yang lebih baik", celoteh Ameng kala mendengar curhat kesedihan sore itu. "Sampai kapan harus begini, Meng".Tiba tiba, saya mendapat pelukan menenangkan dari Ameng. "Tak perlu risau, minta sama yang Maha Kaya!!" Jawabnya dengan senyum.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Semoga motor impian segera terwujud ya Dik.....
Aamiiinn ya rabbal alamiiin