Riska Merita

A happy teacher, a moody-writer, yellow & blue lover ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Emak Lini dan Uwak Bas
sumber : google/amanwithbigheart

Emak Lini dan Uwak Bas

"Mak, mau kemana?" tanyaku pada emak siang itu.

"Ke rumah uwak Bas". Jawabnya.

Ku lihat emak membawa mangkuk berisi bumbu dapur dan ikan asin.

"Kasihan uwak Bas tak punya lauk makan. Tadi uwak petik daun ubi tapi tak punya bumbu untuk memasak.

Aku diam saja. Hampir saja menangis.

Mungkin emak sudah.

Uwak Bas sudah sangat tua. Tinggal bersama istrinya. Bulan lalu Uwak Bas operasi hernia. Namun masih harus bekerja berat. Istri uwak Bas juga buruh tani. Kerja berjalan kaki tiap hari.

Saat kedua uwak ini pergi kerja mungkin aku masih bermimpi di bawah selimut dengan bunyi pendingin ruangan yang sudah lama tidak diservis.

Belasan tahun yang lalu aku menanyakan hal yang sama kepada emak.

"Emak mau ke mana?" Tanyaku suatu sore.

"ke rumah Lini, kalau mau ikut ayok", ajak emak padaku.

Kami berjalan kaki ke rumah Lini. Aku tak ingat betul apa yang dibawa emak untuk keluarga Lini. Seingatku, saat itu bapak baru pulang kerja. Mungkin emak mengantar pemberian bapak untuk keluarga Lini. Aku tak ingat pasti. Karena ku yakin, emak tak akan pergi keluar rumah tanpa persetujuan bapak.

Lini, teman bermainku. Kami sering bermain sepulang sekolah. Untungnya, Emak tak pernah mengajarkan aku memilih teman. Aku bebas berteman dengan siapa saja. Asal tidak pergi mandi ke sungai. Emak pasti akan marah karena aku tak bisa berenang. Selain itu, aku dan Lini pernah mencuri bunga mawar dan buah mangga milik penduduk di desa lain. Sejujurnya aku takut sekali saat itu. Namun sangat senang saat tindakan tidak terpuji itu berhasil kami laksanakan tanpa ketahuan.

Lini tidak sekolah sepertiku. Jadi pernah ku dengar Lini akan segera menikah. Umur Lini 2 tahun di atasku. Saat itu aku berumur 9 tahun. Lini memiliki 4 orang adik. Emak bapaknya sudah terlihat tua. Namun ku kira mereka seumuran dengan Emak Bapakku.

"Bawa masuk saja sandalnya" perintah emaknya Lini saat emakku meneriakkan asaalamualaikum.

Sore itu, emak Lini baru selesai mengangkat periuk nasi dari tungku kayu. Nasi yang mengepul dipindahkan Lini ke dalam piring plastik berukuran besar. Aku menyusuri kondisi rumah Lini dengan mata. Ini kali pertama aku bertandang ke dalam rumahnya. Tidak ada meja, hanya dipan dari kayu beralas tikar. Lantai rumahnya pun dari tanah.

"Bagaimana mereka tidur?", aku bertanya - tanya dalam hati.

"Makan, Ka. Lauk garam." Lini menyapaku sambil menyuap nasi.

Dalam diamku, aku kembali dirasuki pertanyaan lain.

"Apa rasanya makan lauk garam?. Mungkin aku harus mencobanya di rumah.

Sejujurnya saat itu, aku tak berani menatap Lini yang menawariku makan. Mataku sudah banjir air mata. Entah emak melihatku atau tidak. Aku berdiam diri di samping emak.

Berbahagialah mereka yang tetap bersyukur meski dalam kesukaran - IwanEspeja @goodreads

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantaaap Dik, semestinyalah kita bisa lebih peka dengan orangorang di sekitar kita. Semangat sehat dan sukses .. Barakallah Dik...

10 Feb
Balas

Mantaaap Dik, semestinyalah kita bisa lebih peka dengan orangorang di sekitar kita. Semangat sehat dan sukses .. Barakallah Dik...

10 Feb
Balas

Menunggu teman yang sedang antri berobat sambil membaca tulisan ini, menitik airmataku. Pernah merasakan lauk dengan garam. Kangen masa itu.

10 Feb
Balas



search

New Post