Riska Merita

A happy teacher, a moody-writer, yellow & blue lover ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Abang Sayang...

Abang Sayang...

Aku baru saja melahirkan anak pertama. Ku beri nama Rakanaya. Akronim dari namaku dan suami. Suamiku lebih muda beberapa tahun dariku. Lelaki yang ku temui sewaktu reuni kampus tiga tahun yang lalu. Sebut saja aku yang duluan menaruh hati padanya. Dia, lelaki berpostur tinggi besar dan berkulit putih. Sangat memikat hati jika melihatnya.

“Ra, cepatlah menikah”, mamaku menasihati.

“Sudah jadi pegawai negeri. Kepala seksi di kantor masa tidak ada yang melirik”, mamaku melanjutkan pintanya.

Aku menjawab dengan anggukan.

“nanti jadi gadis tua. Kamu sekarang sudah 30 tahun. Lewat dari ini, lelaki milih - milih. Mana mau dengan gadis tua”, lanjutnya.

Mama memaksaku untuk segera menikah. Memaksaku berkenalan dengan anak temannya. Menurut mama, anak temannya merupakan keluarga kaya yang terpandang. Aku akan hidup bahagia bersamanya.

Aku sudah tak tahan. Akhirnya ku ceritakan pada mama bahwa aku sudah menemukan pujaan hati.

Lelaki yang belakangan ini selalu membangunkanku untuk tahajud. Ku pintakan dalam doa sepanjang tahun agar Allah mudahkan jalanku untuk berjodoh dengannya.

Benar saja, sebulan setelahnya. Lelaki pujaanku berani datang menghadap papaku. Sementara lelaki pilihan mama bahkan tidak pernah memberanikan diri menghubungiku.

Ku panggil dia dengan sebutan abang sayang. Cukup panjang. Tapi ini mauku.

Mama mulai mengobarkan api peperangan denganku. Dengan jelas mama mengatakan keberatan dengan lelaki pujaanku. Alasannya, dia bukan dari keluarga terpandang. Dan belum punya penghasilan tetap.

Namun aku tak patah arang. Abang sayang selalu setia membangunkan jam 3 pagi untuk bermunajah pada Allah. Aku makin cinta.

Selang beberapa bulan kemudian, aku memberanikan diri minta dilamar kepada abang sayang. Aku memintanya datang bersama kedua orang tuanya. Membawa permintaan yang ku pinta sebagai syarat untuk melamarku.

Aku masih perang dingin dengan mama. Mama bahkan tidak pernah menanyakan hal yang dirasanya tidak penting. Kecuali meminta sejumlah uang untuk membayar ini itu. Aku tidak berkecil hati. Bahkan aku bangga bisa membantu kedua orang tuaku.

Aku mengurus pernikahanku sendiri. Mulai dari katering, tenda, undangan, dan pelaminan. Aku membayar dengan uangku. Karena aku rasa aku sangat mampu untuk itu. Aku tidak menceritakan hal - hal mengenai pernikahanku dengan sahabat - sahabatku. Mereka pasti menaruh rasa sedih. Karena mereka lebih tua dariku. Namun hal itu ku lakukan untuk menjaga perasaan mereka.

Seminggu menjelang pernikahan, aku memberi kabar bahagia ini. Sebelumnya, beberapa orang sudah ku beri tahu. Sehingga bisa merencanakan jadwal kedatangan di hari bahagiaku.

Seminggu setelah menikah baru ku sadari mengapa mama sangat tidak merestui hubunganku dengan abang sayang. Aku mulai tahu karakter abang.

Suamiku, pilihanku. Pujaan hatiku.

Ternyata tidak seindah paras fisiknya.

Abang ternyata jarang sholat lima waktu, merokok adalah kebutuhan pokok baginya. Lagi pula abang malas mencari nafkah dengan alasan ini itu. Belum lagi Ibunya adalah segalanya bagi abang. Setelah pernikahan abang sering pindah tidur ke rumah ibunya.

Aku terlanjur cinta. Jadi ku telan cinta itu bersama dengan tangisan putriku. Anak perempuan pertama yang baru kulahirkan di bidan pagi tadi.

Saat air ketuban berjatuhan dari tubuhku, Abang bahkan tak punya ide bagaimana seharusnya bertindak sebagai kepala keluarga.

Aku mencari nafkah. Pergi pagi pulang petang sebagai abdi negara.

Sebagai kasi, tugas kantor memaksaku lupa dengan hari perkiraan lahir yang diutarakan oleh dokter seminggu yang lalu. Pekerjaanku sangat banyak karena ku handle sendiri.

Setelah tangis putriku pecah, tangisku pun pecah. Hatiku pilu melihat bayi merah muda yang berselimut kain sarung etah milik siapa.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ya Allah, berjuang sendiri yah Bund. Ditunggu lanjutannya. Sukses selalu dan barakallahu fiik

08 Jul
Balas



search

New Post