Meinanda Hesti Purwandani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Kesetaraan dan Keadilan Gender

Istilah gender diperkenalkan oleh para ilmuan sosial untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan yang bersifat bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan sejak kecil. Pembedaan ini sangat penting, karena selama ini sering sekali mencampur adukan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati dan yang bersifat bukan kodrati (gender).

Istilah gender bukanlah hal yang mudah diselesaikan. Namun pengertian secara bahasa ini masih mendapat penolakan dari beberapa kalangan feminis. Adanya perbedaan atau penolakan tersebut menghasilkan pemikiran yang positif dikarenakan masyarakat dapat mengetahui peran yang selama ini dianggap telah melekat pada manusia baik perempuan maupun laki-laki. Maka dari itu perbedaan ini di anggap menjadi tumpuan bagi masyarakat agar tidak salah menganalisis maupun mendiskriminasi seseorang dengan peran, fungsi maupun tanggung jawabnya. Akan tetapi masih banyak dari kalangan masyarakat yang menjadikan persoalan dan juga menimbulkan pendapat yang pro dan kontra. Bukan hanya dari kalangan masyarakat tetapi dari akademis maupun pihak pemerintah sendiri masih mempersoalkan konsep gender ini.

Perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakatnya. Sedemikian rupanya perbedaan gender ini melekat pada cara pandang kita, sehingga kita sering lupa seakan-akan hal itu merupakan sesuatu yang permanen dan abadi, sebagaimana permanen dan abadinya ciri biologis yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki pada.

Manusia yang sering kali tidak terkendali dengan egonya dapat membuat cara pandang mereka menjadi sangat instan atau langsung, tanpa adanya pemikiran yang benar-benar matang terlebih dahulu. Oleh sebab itu, terjadi ketidaksamaan yang sangat menonjol akan pemikiran itu. Ditambah adanya informasi-informasi dari sumber yang belum jelas atau hoax, menyebabkan manusia mempunyai pemikiran yang mudah terpengaruh akan hal-hal disekitarnya tanpa mencari suatu kejelasan informasi tersebut.

Sejauh ini masyarakat yang mau menyikapi suatu hal dengan bijak dan memfilternya dengan benar akan memberikan informasi sesuai pada kenyatannya. Akan tetapi masyarakat pun belum sepenuhnya dapat menyikapi suatu hal dengan baik, lantaran mereka akan mencari informasi sudah sudah lama beredar dan sering kali diperbincangkan.

Kesetaraan dan Keadilan Gender

Pada hakikatnya bicara tentang kesetaraan gender sudah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia. Khusus dalam bidang pendidikan, amandemen UUD 1945 pasal 31 dan UU No.7 Tahun 1984 tentang Pengesahan mengenai Konverensi Penghapusan Segala bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women). UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pun menegaskan bahwa pendidikan adalah hak warga negara baik itu laki-laki maupun perempuan yang dapat ditempuh melalui jalur sekolah maupun luar sekolah.

Secara teoritis, kesetaraan gender merupakan suatu kondisi yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam mencapai hak-hak dasar dalam lingkup keluarga, masyarakat, negara dan dunia internasional. Sedangkan keadilan gender merupakan suatu proses yang menjamin seimbang laki-laki dan perempuan dalam memperoleh akses dan kesempatan, partisipasi, kontrol dalam pengambilan keputusan dan manfaat pembangunan.

Pada dasarnya memang ada perbedaan gender dalam kemampuan mental dan kepribadian. Anak perempuan lebih unggul dalam perkembangan bahasa, namun lebih sensitive dan tergantung. Sedangkan anak laki-laki unggul dalam kemampuan keuangan dan lebih agresif. Hal ini berdasarkan pandangan bahwa anak perempuan cenderung lebih banyak memanfaatkan otak sebelah kirinya, sedangkan anak laki-laki lebih banyak memanfaatkan otak sebelah kanannya, yang banyak berkaitan dengan spasial atau keruangan.

Pendidikan bukan hanya memberikan keluasan terhadap pengabdian spiritual, melainkan yang lebih penting lagi harus memungkinkan terselesaikannya berbagai peristiwa tragis kemanusiaan seperti kekerasan, penindasan, pembodohan, teror, radikalisme, keterbelakangan, dan permasalahan lingkungan. Agar wacana kemanusiaan tanpa kekerasan tetap dikedepankan dalam pendidikan, kurikulum harus menyajikan materi yang memungkinkan bagi tumbuhnya sikap kritis bagi peserta didik.

Adanya pembatasan atau pemantauan terhadap subjek pendidikan makan akan melindungi dan juga mengurangii permasalah-permasalahan diatas. Pihak berwajib sebagai badan pelindung negara dijadikan tempat rujukan bagi orang yang tekena permasalahan tersebut.

Dalam hal ini peran dan fungsi perempuan dan laki-laki sudah nyata di depan mata. Seperti halnya perempuan mengandung, mengurusi anak, menjadi ibu rumah tangga, dll. Sedangkan laki-laki yaitu mencari nafkah, pelindung keluarga, serta menjadi kepala rumah tangga. Dalam hal ini sering kali masyarakat mempunyai paradigma pemikiran yang tidak selaras dengan pemikiran pada umumnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya broken home (patah hati karena masalah keluarga) yang menjadikan perempuan tersebut harus mencari nafkah sendiri, yang seharusnya pekerjaan tersebut dilakukan oleh laki-laki mau tak mau perempuan tersebut harus menjalaninya untuk bertahan hidup.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terimakasih mbak suci

18 Feb
Balas

Good....

18 Feb
Balas

Terimakasih mbak suci

18 Feb



search

New Post