Meida Sitanggang

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
BERDAMAI DENGAN KEADAAN
Tantangan Menulis Hari ke 154

BERDAMAI DENGAN KEADAAN

Ada kebahagiaan tersendiri yang saya alami ketika memiliki waktu mendampingi anak belajar dari saat memulai hingga mengakhiri pembelajaran. Memastikan tugas-tugas selesai dikerjakan dan dikirimkan ada kepuasan yang saya rasakan. Berbeda dengan ketika saya hanya bertanya apakah tugas anak sudah selesai atau tidak tanpa melihat prosesnya. Walau hati senang saat anak menjawab bahwa tugasnya sudah selesai, tetapi perasaan puas tidak ada seperti saat proses saya lihat.

Masa pandemi memasuki tahun ke-3 untuk tahun ajaran dalam kalender pendidikan. Walau tahun pertama masa pandemi hanya beberapa bulan dan tidak terlalu banyak mempengaruhi proses belajar mengajar. Karena saat itu sepertinya pemerintah dan sekolah memutuskan untuk mempermudah segala sesuatunya. Tidak ada ujian, dan nilai diambil dari nilai-nilai sebelum pandemi melanda. Namun di tahun ajaran ke 2, hampir semua sekolah terdampak zona merah harus melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Semua stakeholder terkena dampak dan harus beradaptasi dengan kondisi.

Hampir semua elemen mengeluh. Siswa mengeluh karena tidak mendapatkan ilmu yang maksimal dari guru. Tidak bisa bertemu dengan guru dan siswa lain. Siswa hanya disuruh mengerjakan tugas-tugas tapi tidak pernah dijelaskan. Bahkan tak jarang siswa tidak mengenal gurunya. Guru mengeluh karena beban pekerjaan bertambah. Banyak siswa yang tidak mengerjakan tugas tetapi guru tidak bisa menegur dengan cepat. Banyak siswa yang tidak pernah memberikan respon untuk setiap jadwal belajar. Guru terpaksa harus belajar keras untuk menguasai teknologi dengan cepat sehingga proses belajar mengajar bisa efektif. Dan guru juga sering dianggap memakan gaji buta. Orang tua mengeluh karena kesibukannya bertambah dalam mendampingi anak tapi tetap harus bayar uang sekolah. Orang tua juga mengeluh karena harus tambah biaya membeli paket. Tidak ada perangkat khusus untuk anak, karena orang tua tidak mampu membeli. Apalagi penghasilan yang menurun akibat pandemi.

Sebagai seorang guru dan orang tua yang memiliki anak di usia sekolah dini, keluhan dari ketiga sisi juga saya rasakan. Sebagai guru saya dipaksa belajar teknologi dengan cepat. Walau merupakan jurusan IT, tetapi penggunaan teknolog pendukung PJJ benar-benar baru saya pelajari. Disamping kesibukan belajar, mengajar dan mengerjakan pekerjaan rumah seorang diri, saya juga harus mendampingi anak kelas 4 SD dan TK untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Kesibukan saya semakin padat. Apalagi saya mengajar pada 2 sekolah dengan tingkat yang berbeda (SMP dan SMK).

Untuk mampu menyelesaikan semua pekerjaan maka saya harus mampu membagi waktu. Tetapi dengan banyaknya pekerjaan terkadang akan ada pekerjaan yang dikorbankan. Membiarkan anak belajar sendiri menjadi hal yang paling sering saya lakukan. Dengan pertimbangan tidak mungkin mengabaikan pekerjaan mengajar karena hal itu merupakan tanggung jawab besar dan sebagai sarana untuk mendapatkan penghasilan. Jika saya mengabaikan pekerjaan rumah maka akan mengorbakan kebutuhan seluruh anggota keluarga. Namun dengan membiarkan anak belajar sendiri sekaligus melatih anak untuk mandiri.

Dengan keputusan yang saya lakukan, saya lupa bahwa anak masih usia dini yang harus betul-betul di pantau. Sehingga keputusan itu menjadi bumerang buat saya sendiri. Anak juga merasa jenuh dan bosan. Anak juga bingung mau melakukan apa. Anak juga tidak paham dengan penjelasan guru yang terbatas. Anak juga tidak tahu mau bertanya kepada siapa jika kurang paham. Hingga akhirnya anak menjadi stress atau memilih diam tidak berbuat apa-apa. Namun saya tidak dapat berbuat banyak. ingin menyewa pengajar takut bawa virus, memberi waktu banyak pekerjaan lain akan terkendala. Hingga anak pun jadi sasaran kemarahan. Memaksa anak duduk mengerjakan tugas-tugasnya. Sesekali mengajar seadanya dan meminta anak lanjut mengerjakan tugasnya sementara saya melalukan pekerjaan rumah. Tapi hal itu tidak cukup karena anak bukan orang dewasa yang bisa nangkap dengan cepat setiap hal yang saya bilang. Apalagi dengan kecepatan tinggi dan gaya mengajar bukan gaya seorang guru SD. Dan anakpun kembali diam dan bingung.

Untuk menghindari marah saat emosi sudah tingkat tinggi, aku memilih pergi sejenak dan tidak mencampuri tugasnya. Saya menyerahkan semua kepada anak. Memberi kebebasan kepada anak kapan waktu yang tepat untuk dia mengerjakan tugas. Bahkan jika harus bermain dahulu baru belajar maka saya biarkan saja. Saya hanya memastikan apakah anak sudah mengirimkan tugas atau tidak. Saat itu menurutku strategi itu berhasil. Karena setiap saya bertanya apakah tugas selesai maka dengan semangat anak akan menjawab dengan selesai. Hati terasa lega, ternyata anak bisa juga mandiri sehingga terhindar dari amarah orang tua.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, tugas-tugas selalu selesai dikerjan dan dikirimkan. Merasa strategi berhasil maka saya biarkan semua berjalan seperti itu. Namun untung tidak dapat diraih malang tidak dapat di tolak. Sayapun membaca teguran dari wali kelas bahwa anak tidak pernah mengerjakan tugas dan atau semua yang dikerjakan salah. Cek dan ricek ternyata anak mengirimkan tugas-tugas yang sudah berlalu. Saya sangat shock, marah dan emosi. Saya paksa anak harus mengerjakan tugas yang salah hingga tuntas. Tidak ada main tidak ada jajan. Beberapa hari hingga tengah malam barulah anak selesai mengerjakan tugas berteman air mata. Sebagai guru saya paham dengan perasaan wali kelasnya saat mengoreksi tugas anak. Dan hal itu tidak bisa saya toleransi. Tapi sebagai orang tua saya sadar kesalahan ada pada saya seperti yang sering saya bilang kepada orang tua siswa saat terlambat menyadari anaknya bermasalah. Hingga akhirnya maaf yang mampu terucap dalam hati saat melihat wajah kecilnya sedang terlelap.

Tahun ajaran ketiga baru di mulai. Sejak mengakhiri tahun ajaran kedua, saya memutuskan untuk meninggalkan salah satu sekolah tempat mengajar. Dan pilihannya adalah SMK. Walau sangat berat, karena saya mengajar lebih lama di SMK daripada SMP. Saya merasa mendapat tantangan saat mengajar SMK. Ilmu saya bisa lebih berharga saat dibagikan di SMK. Ilmu saya akan jauh lebih berkembang saat mengajar SMK daripada SMP. Karena di SMP saya mengajar produktif kejuruan sesuai dengan keahlian saya. Namun saya harus memilih meninggalkan SMK karena di SMP lah sekolah induk.

Berdamai dengan keadaan. Hal itulah yang membuat keputusan saya bulat. Keputusan yang mengutamakan kepentingan anak. Penghasilan sudah pasti akan berkurang. Sebagai ibu rumah tangga saya harus semakin bijak dalam manajemen keuangan. Jika makan ikan-ikan mahal, saat ini biarlah makan ikan murah tapi segar. Jika dulu sering beli makanan dari luar, saat ini biarlah lebih rajin memasak. Jika dulu sering membawa cemilan anak dari toko roti, saat ini biarlah anak jajan kedai sebelah. Rejeki tidak akan kemana, tetapi masa depan anak harus dibekali sejak dini.

Hidup itu pilihan. Disaat penghasilan berkurang saat pandemi semakin berkurang lagi saat memilih berhenti dari tempat kerjaan. Namun dengan pilihan itu saya bisa menikmati waktu lebih banyak bersama dengan anak. Dengan pilihan itu saya bisa mendampingi anak belajar dari mulai hingga selesai tanpa diburu waktu, tanpa diburu pekerjaan lain.Pilihan itu membuat tingkat emosi saya menurun. Dan keputusan itu membuat saya lebih tenang dan lebih bahagia saat ini.

Bukan waktunya lagi untuk mengeluh dan mengeluh dengan keadaan karena pademi. Waktunya mencari solusi untuk masalah yang kita hadapi. Keluar dari jeratan masalah Berdamai dengan hati, berdamai dengan keadaan. Salam sehat dan tetap semangat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post