HAKEKAT BAHASA
Setahun lalu saya masih mengajar MKWU Bahasa Indonesia di sekolah swasta .lalu Saya memperkenalkan diri, bahwa sy sudah mengajar sejak kalian belum lahir. Siwa siswinya angkatan 2017 ini lahir rata2 1998-2000. Mereka pun seperti mengangguk-angguk, entah apalah maknanya. "Tapi..." lanjut sy. "Terus terang sy baru pertama kali oftimal turun gunung mengajar Bahasa Indonesia sejak 10 tahun terakhir." Mahasiswa pun tertawa ngakak, riuh rendah, karena kalimat pertama membuat decak-kagum mereka, sedangkan kalimat kedua meruntuhkan pencitraan sy. Suaranya memang riuh-rendah, maklumlah, ini kelas dgn mahasiswa 120-an lebih dlm satu kelas. Ya, seperti kuliah umum begitu. Sudah dilaporkan ke pengurus MKWU bahwa ini menzalimi hak mahasiswa untuk dapat belajar tenang dengan kelas maksimal 40 orang, tapi tampaknya belum ada tanggapan. Malah sy disuruh pula sendiri menyampaikan ke WD 1 Fisip. Ya sudahlah, biar sajalah.Dengan topik "Hakikat Bahasa" saya menjelaskan bahwa bahasa itu menurut Orang daerah sini yg memiliki bahasa ibu bahasa Melayu memiliki fungsi tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai penanda jatidiri dan sebagai cermin budi. Raja Ali Haji menegaskan dalam "Gurindam 12" hendak mengenal orang berbangsa lihat kepada budi bahasa. Bahasa dalam kaitan itu adalah representasi kesantunan. Fungsi ini belum ditambahkan dalam buku wajib nasional MKWU Bahasa Indonesia jadi otomatis kebijakan saya memasukkan materi ini.
Bahasa sebagai presentasi kesantunan atau cermin budi ini menegaskan betapa eratnya kaitan antara bahasa dan adab. Dari bagaimana bahasanya, orang dapat mengetahui letak posisi penutut bahasa tsb dalam ranah etika moral orang tsb.
Oleh karena itu, pemakai bahasa yg baik dan betul itu adalah intinya bahasa yg beradab, yang kegiatannya dikerjakan oleh 1) OTAK, 2) HATI, 3) LIDAH. Sesuai urutannya dan tidak boleh dibolak-balik. Betul kata OTAK belum tentu baik kata HATI, meskipun LIDAH mampu mengatakannya. Oleh karena itu, aktivitas berbahasa itu sebenarnya adalah bersepadu dengan persoalan marwah, harkat, dan martabat manusianya. Ringkas ceritanya saya pun mengajukan beberapa contoh yg ideal. Tapi saya terus terang gagal mencari contoh buruk. Kali ini sy memberi contoh buruk berbahasa yg gagal pada video yg sy lampirkan. Pelaku berbahasa seperti ini bahkan bisa masuk ke ranah kriminal
berbagi ungkapan saja.., tu semuanya beberpa waktu kemudian lalu saya berada di Bali, tampak pencalang memang melaksanakan peran dgn baik kemudian menurut saya suatu kewajaran utk para pencalang(polisi adat keyakinan hindu Bali) ada di Bali sebab adat dan keyakinan disana yg tak terpisahkan pada kehidupan mayoritas masy Bali, peradaban "adat" Bali adalah peradaban adat keyakinan hindu bebeda dgn Riau yg teguh bertatanan peradaban islam, konon. Bisa jadi mayoritas masy Riau tidak tahu pasti apakah realitanya tatanan keadatan... di Riau cukup kuat utk menjadi pedoman tatanan kehidupan masy mayorias muslim atau bahkan lebih baik serta tak terpisahkan juga sehingga dianggap sangat perlu adanya polisi adat yg bisa saja disebut para hulu-bala[ng]......dsb dan bagi saya, ini bagi saya kalau boleh berpendapat "cukuplah tatanan ajaran Allah(islam) sebagai petunjuk jalan yg lurus .
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar