M Barid

Lahir di dukuh Yanggong, Ponorogo arah Timur, Jenangan menuju Selatan. bertugas di lereng gunung wilis. ingin belajar menulis. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pecel Pincuk

Pecel Pincuk

#5 Pecel Pincuk

Seperti pada umumnya orang di daerah saya. Rasanya seperti gak sarapan kalau gak makan nasi pecel. Kurang afdol dan kurang manteb saja. Seperti tidak sah saja sarapannya jika bukan nasi pecel yang jadi menunya di pagi hari.

Biasa lah… masyarakat petani harus giat di pagi hari. Nasi pecel dengan sambelnya yang mak nyuss pedesnya itu bisa memicu timbulknya semangat kerja. Jadi ya sangat cocok sekali dengan situasi dan kondisi pagi. Udara masih agak dingin, meminta tubuh untuk bisa adaptasi. Jadi untuk memanaskan tubuh dari dalam, ya menu yang pedes ini jadi pilihan. Kalau menunya rasa manis bikin kaum petani tertidur pulas, alias gak semangat kerja.

Begitulah situasi di kampung. Selain bahannya cukup irit, karena bisa dipetik dipagar rumah sendiri, juga nasi pecel pincuk ini ramah dan peduli lingkungan. Seperti sekolah adiwiyata saja nampaknya. Ramah lingkungan artinya memanfaatkan lingkungan rumah, terutama pagar pekarangan, ditanami tumbuhan yang menghasilkan sayuran dan mempunyai nilai eksotis yang tinggi.

Peduli lingkungan maksudnya adalah, kalau disekitar rumah saja sudah tersedia aneka sayuran, kenapa harus mengabaikannya dan membeli yang jauh disana, kan gak asik banget jadinya. Masak petani kok beli sayuran di pasar, kan kesannya gimanaa gitu, harusnya jual sayuran.

Bagi masyarakat petani, menu nasi pecel ini, apalagi menggunakan piring yang terbuat dari daun pisang atau daun jati yang dibentuk pincuk, sungguh sangat nikmat rasanya. Aroma daun jati muda menambah ke-khasan aroma rasa nasi pecel pincuk ini. Tak heran, banyak warga mengandalkan menu ini tiap pagi.

Bagi sebagian masyarakat perkotaan, sekarang ini sepertinya lagi gandrung dengan nasi pecel produk ndeso begini. Mereka rela pergi jauh ke pedesaan hanya demi berburu sarapan nasi pecel pincuk daun jati. Sepertinya mereka rindu kembali akan masa lalunya.

Apalagi dimasa pandemi seperti sekarang ini, banyak warga kota pergi bersepeda berbondong-bondong ke pelosok desa demi berburu sarapan nasi pecel pincuk. Tak jarang mereka harus kecewa, begitu tiba dilokasi yang dituju nasi pecel kesukaan mereka telah habis dibeli oleh mereka yang datang terlebih dahulu. Sungguh kasihan rombongan itu.

Namun tak perlu khawatir, habis di satu warung, masih tersedia di warung yang lainnya. Disana pasti ada nasi pecel pula. Tentunya dengan rasa khas yang agak berbeda. Komplit dengan aneka lauk yang memanjakan lidah, harganya pas pula dikantong, hemat dan bersahabat.

Gimana?... Mau nasi pecel pincuk?... Datanglah ke kampungku.

salam literasi,

Pohmaling, 20 september 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mau bangt Pak. Ingat waktu SD selalu jajan pecel sepincuk. Mantap Pak cerpennya. Salm sehat dan sukses selalu

20 Sep
Balas



search

New Post