274. PAHLAWANKU (16) DOEL ARNOWO
Cak Doel Arnowo memang asli arek Suroboyo. Lahir di Surabaya 30 oktober 1904, dengan nama asli Abdoel Adhiem. Ayahnya Arnowo dan ibunya Djahminah. Nama Doel Arnowo mulai dikenal rakyat dan pemuda Surabaya tahun 1925-1927, ketika Partai Nasional Indonesia (PNI) dibentuk Juli 1927 oleh Soekarno. Di zaman Jepang, Cak Doel bergabung dalam barisan PUTERA dan masuk dalam Panitia Angkatan Muda Indonesia. Tanggal 28 Agustus 1945 Cak Doel terpilih sebagai ketua Komite Nasional Indonesia wilayah Surabaya. Sebagai ketua KNI Karasidenan Surabaya Cak Doel membentuk badan-badan perjuangan pada bekas anggota PETA, HEIHO, dan lainnya. Kemudian menyusul Cak Doel membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) Karasidenan Surabaya, serta Badan Penolong Korban Perang (BPKKP).
Cak Doel menjadi pusat informasi bagi rakyat Surabaya. Cak Doel juga cepat dapat menangkap berita tentang dunia luar, termasuk kekalahan Jepang. Cak Doel juga menghimpun seluruh unsur kekuatan dikalangan masyarakat Surabaya.
Dalam peristiwa 10 November 1945, Cak Doel merupakan salah satu tokoh ketua KNI Karesidenan Surabaya dan angggota kontak biro dalam memperjuangkan dan mempertahankan kota Surabaya dari sekutu bersama Gubernur Suryo, Residen Soedirman dan Roeslan Abdulgani. Sebagai ketua KNI Karesidenan, Cak Doel mengendalikan lalu lintas perbekalan dan logistik.
Selanjutnya mengurus 6000 tawanan Jepang yang ditawan di daerah Kalisosok Surabaya. Cak Doel juga punya peran dalam perundingan kepada pasukan Inggris. Cak Doel yang menjadi anggota pengurus kontak biro juga menyediakan rumahnya untuk tempat perundingan. Dalam perundingan itu disepakati gencatan dengan sekutu. Cak Doel juga berkonsultasi dengan Presiden Soekarno tentang usaha perdamaian kepada tentara Inggris. Di posisi ini, Cak Doel bertindak sebagai penasihat Gubernur Suryo. Cak Doel mendampingi Gubernur Suryo dalam mengambil keputusan tentang pertempuran 9 November 1945. Cak Doel membantu menyusun teks pidato yang akan dibacakan oleh Gubernur Suryo yang dibacakan di depan rakyat Surabaya.
Di masa pertempuran Surabaya 10 November 1945, Cak Doel Arnowo bertugas sebagai pengubung Surabaya dengan pihak Jakarta. Ketika Surabaya sudah bersepakat menolak ultimatum Inggris pada 9 November 1945, Doel bersama Soemarsono (Pimpinan Pemuda Rakyat Indonesia) berjuang bersama mempertahankan kota Surabaya dengan semboyan Merdeka atau Mati.
Semuanya bermula dari perselisihan soal cara-cara pelucutan senjata Jepang dan pembebasan interniran perang. Tindakan-tindakan tentara Inggris yang arogan dengan menyebarkan pamflet ancaman bikin Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan kelompok-kelompok pemuda Surabaya melawan. Ketika kedua pihak tak menemukan kata sepakat, yang terjadi kemudian adalah kontak senjata. Itulah yang terjadi di Surabaya selama 27-29 Oktober 1945. Kekacauan sempat mereda setelah datangnya rombongan Presiden Sukarno bersama Mayor Jenderal D.C. Hawthorn ke Surabaya pada 29 Oktober untuk menginisiasi perundingan. Sebuah kesepakatan gencatan senjata antara tentara Inggris dan pejuang Surabaya akhirnya tercapai keesokan harinya, 30 Oktober, setelah melalui perundingan yang alot.
“Selesai perundingan siang hari itu, maka sekira pukul 1.00 siang Bung Karno cs dan Jenderal Hawthorn cs berangkat kembali ke Jakarta. Dengan selamat mereka dapat kita antarkan ke lapangan terbang Morokrembangan, di tengah-tengah tembakan yang di sana-sini masih terjadi,” tulis Roeslan Abdulgani dalam memoar 100 Hari di Surabaya (1975: 40). Tapi hari itu belum berakhir. Perundingan juga menghasilkan pembentukan Kontak Biro sebagai penghubung di antara kedua pihak. Dari pihak Inggris ada Brigadir Jenderal Mallaby yang masuk dalam badan ini. Sementara di pihak Indonesia ada tokoh-tokoh senior Surabaya seperti Doel Arnowo, Residen Sudirman, dan beberapa tokoh lain termasuk Roeslan Abdulgani. Kini tugas untuk memastikan eksekusi hasil-hasil perundingan menjadi tanggung jawab Kontak Biro ini. Maka sore itu juga Kontak Biro memutuskan berkeliling kota untuk memadamkan kontak senjata yang masih terjadi di beberapa titik. Salah satu tembak-menembak yang paling sengit terjadi Gedung Bank Internatio di dekat Jembatan Merah. Di luar Gedung Internatio puluhan anggota Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan kelompok pemuda mengepung gedung yang diduduki satuan tentara Gurkha itu. Rombongan Kontak Biro lantas berhenti di sana untuk mencoba menghentikan pengepungan. “Saya melihat Cak Dul Arnowo yang namanya terkenal di kalangan masyarakat Surabaya, berusaha menenangkan rakyat dengan berdiri di atas kap mobil sebagai tempat berpidato. Tampaknya Cak Dul Arnowo berhasil sedikit menentramkan suasana,” ujar Mohamad Mangoendiprdjo, salah satu pimpinan TKR Jawa Timur yang juga anggota Kontak Biro, sebagaimana dikutip Barlan Setiadijaya dalam 10 November 1945 Gelora Kepahlawanan Indonesia (1992: 427).
Meski begitu massa tak mau bubar dan menuntut tentara Inggris segera menyerah. Untuk menghindari kericuhan lebih lanjut, akhirnya diputuskan bahwa perwakilan Kontak Biro akan masuk dan bernegosiasi dengan tentara Inggris. Petang sudah menjelang ketika perwakilan Kontak Biro masuk ke Gedung Internatio. Sepuluh menit kemudian salah seorang perwakilan keluar gedung dan memberi isyarat bahwa negosiasi tak berjalan lancar. Sekonyong-konyong sebuah granat terlempar dari dalam gedung dan diikuti serentetan tembakan. Para anggota Kontak Biro dan massa sama sekali tak menduga akan mendapat serangan mendadak. Padahal Brigjen Mallaby berada di luar gedung bersama mereka. TKR dan massa pemuda Surabaya tentu saja membalas lagi serangan itu. Sementara itu Doel Arnowo dan Roeslan meloncat ke Kali Mas untuk berlindung. Di tengah sengitnya tembak-menembak dan ledakan granat, tiba-tiba seorang pemuda meloncat ke dekat tempat Doel Arnowo berlindung. “Sudah beres, Pak,” bisik pemuda itu kepadanya. Sesaat Doel Arnowo keheranan atas maksud perkataan pemuda itu. “Apa yang sudah beres?” tanyanya balik. “Jenderal Inggris Pak. Mobilnya meledak dan terbakar,” jawab pemuda itu. “Ada granat yang meledak dari dalam mobil, tapi dari pihak kitapun ada yang menembak ke arah mobil tersebut.” Doel Arnowo dan Roeslan kaget mendengarnya. Kematian Mallaby jelas akan membawa konsekuensi buruk bagi rakyat Surabaya. Reaksi mereka tak bisa lain hanya memperingatkan pemuda itu untuk tutup mulut. Siapa pembunuh sebenarnya Brigjen Mallaby pun tak pernah terungkap hingga bertahun kemudian. Kisah ini tak pernah disinggung lagi oleh Doel Arnowo, setidaknya hingga awal 1970-an.Siapa yang melempar granat ke mobil Jenderal Mallaby hingga meledak, terbakar, dan pimpinan tentara Inggris itu meninggal? Doel Arnowo, pimpinan arek-arek Suroboyo yang berada di dekat lokasi itu tetap tak mau menyebutnya. Katanya, rahasia itu biarlah dibawanya sampai mati.
Ternyata benar, hingga hari tuanya, hingga kemudian wafat, Doel Arnowo tidak mau menyebut nama anak muda yang melempar granat ke mobil Mallaby itu.
Ketika waktu berjalan tahun 1947, Doel Arnowo dipilih sebagai wakil gubernur Jawa Timur. Menjelang akhir Desember 1949 Pemerintahan Kota Surabaya mengalami perubahan. Dengan kondisi yang tak stabil, Cak Doel ditarik kembali ke Kota Surabaya dan diangkat sebagai walikota tahun 1950. Cak Doel diyakini bisa membangun kembali kota surabaya. Kebijakan Doel Arnowo selama menjadi walikota di Surabaya diantaranya adalah membangun berbagai infratrukstur kota, pembenahan tata ruang kota dengan menerapkan kebijakan tanah swasta. Selain itu mulai mendorong peningkatan perekonomian warga kota. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan pengembangan pasar-pasar tradisional di kota Surabaya.
Secara pribadi Doel Arnowo sangat dekat dengan Bung Karno. Kabarnya, ketika masih menjabat sebagai Walikota Surabaya, Cak Doel sering mengirimkan peci hitam buatan seorang perajin di Gresik. Peci yang disukai Bung Karno adalah yang tingginya 17 centimeter, kurang lebih setinggi topi cowboy di Amerika.
Disarikan dari berbagai sumber
Lodoyo, 27 Nopember 2021
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar