Mayang Sari

Lahir di Padang tahun 1982, dan menghabiskan masa kecil di kota Medan. Pendidikan terakhir penulis adalah strata 1 jurusan pendidikan Matematika di Universitas ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Disiplin pada anak

Sejak kecil kita selalu diingatkan untuk tidak terlambat pergi ke sekolah. Sikap ini adalah bentuk ketaatan dan mencerminkan kedisiplinan.

Jika tidak taat, maka bersiap-siaplah dengan hukuman yang tidak menyenangkan. Misalnya saja membersihkan toilet, mengutip sampah di halaman sekolah, atau berdiri menghadap bendera.

Kala itu, hukuman terasa memalukan. Namun banyak juga dari siswa yang tidak mau tahu dengan dampaknya. Malah kadang dianggap sebagai hiburan yang membebaskan dirinya dari rutinitas belajar di kelas.

Berkali-kali guru akan bicara dan menasehati, bahwa disiplin itu penting untuk kesuksesan. Tapi tidak semua memahami dan menganggap nasehat hanya sekedar omongan bijak orang dewasa yang harus didengar tapi sulit ‘nyangkut’ di otak.

Jadi apakah yang diharapkan dari situasi ini? Benarkah hukuman adalah cara tepat dalam membina anak agar bisa disiplin? Mengapa sampai hari ini, orang tua dan guru masih saja bicara tentang disiplin, dan kita tetap harus menerapkannya? Bahkan untuk anak-anak kita selanjutnya.

Apa sebenarnya disiplin itu dan benarkah membawa kesuksesan?

Disiplin memang bermakna taat aturan. Dan disiplin diterapkan dalam sebuah system agar semua rangkaian kegiatan dalam system itu berjalan dengan baik untuk satu tujuan. Sehingga tidaklah salah jika disiplin diterapkan pada institusi atau instansi yang didalamnya terdapat system kerja dan Protap tertentu.

Begitupun sekolah yang juga memiliki aturan dan tujuan pendidikan. Disiplin adalah syarat wajib agar kegiatan pendidikan dapat terlaksana dengan baik.

Namun saja, sekolah adalah lembaga yang didalamnya terdiri atas anak-anak yang ‘notabene’ adalah insan yang sedang menimba ilmu. Segala tindak tanduk anak-anak berada dalam tahap pembelajaran.

Ada anak yang mudah mencerna, gampang menyesuaikan, dan nyaman dengan aturan yang ada. Namun ada pula yang sulit memahami, lambat beradaptasi, dan tidak merasa nyaman. Ini adalah tantangannya. Dimana guru harus paham, bahwa anak-anak yang sedang mengeyam pendidikan di sekolah adalah anak-anak yang sangat majemuk. Butuh kesabaran dan ketelatenan agar tujuan yang diinginkan dalam pendidikan dapat tercapai.

Dan tentang kedisiplinan yang diterapkan di sekolah, tidaklah sama dengan disiplin yang diterapkan di instansi yang pelaksananya adalah orang-orang dewasa.

Sekolah adalah tempatnya menuntut ilmu. Mengubah insan dari tidak tahu menjadi tahu. Mengajarkan cara menempatkan diri dengan benar. Dan memberikan ilmu yang dibutuhkan dalam menghadapi kehidupan dan masa depan.

Jika disiplin merupakan ilmu atau pembelajaran, maka cara mengajarkannya pun haruslah benar. Apalagi yang diharapkan dari pembelajaran disiplin adalah membentuk pribadi dengan sikap yang taat agar dapat diterapkan dalam kehidupan anak. Harusnya ini ‘lengket’ di otak anak-anak. Dan menjadi kebiasaan yang dibutuhkan.

Disiplin tidak selalu harus dengan paksaan dan dibuntuti dengan hukuman bagi yang tidak melaksanakannya. Disiplin perlu diajarkan dengan pemahaman yang bermakna.

Jika memang disiplin adalah kunci kesuksesan maka guru atau pendidik perlu mencontohkan dengan real bagaimana itu bisa berkaitan. Tidak sekedar kata-kata yang berulang kali tanpa pembuktian. Apalagi kata sukses sangat sulit dinampakkan dimasa kini. Karena sukses adalah domainnya masa depan.

Tapi jika guru atau pendidik dapat lebih kreatif dan jeli, maka ini masih sangat mungkin dibuktikan. Dengan cara yang setelah ini akan saya jelaskan.

Namun yang terpenting, untuk mendapatkan pembelajaran bermakna, anak tidak selalu harus dihantui dengan hukuman, baik itu hukuman fisik atau materi. Karena hukuman itu bagaikan dua mata pisau yang sangat tajam. Jika anak menanggapinya dengan pikiran positif, maka hukuman dapat memacu dirinya untuk tidak berbuat hal yang sama, walaupun alasannya sebenarnya sama, yaitu takut akan hukuman.

Namun jika ini ditanggapi negatif, maka hukuman dapat merubah perilaku anak menjadi lebih protektif pada dirinya. Sehingga muncul sifat pendendam, seperti ingin melakukan pembalasan, atau sifat penakut, yang membuatnya suka berbohong. Maka, perlu adanya pengkajian ulang terhadap hukuman. Dengan melihat dampak apa yang terjadi setelahnya. Apakah lebih mendidik atau kah malah membunuh karakternya.

Sehingga menurut saya, cara yang tepat adalah komunikasi yang baik antara guru dan orang tua kepada anak. Karena anak sebagai manusia seutuhnya diberkahi Tuhan Yang Maha Esa dengan hati, karsa dan rasa. Pendekatan komunikasi adalah cara yang sangat manjur dalam membentuk karakter/pribadi manusia. Ditambah pula dengan contoh yang mudah untuk diikuti.

Hanya saja, terkadang kita seperti kewalahan tidak ada waktu berbicara empat mata dengan anak. Sehingga perlakuan secara masal dan hukuman terasa lebih mudah untuk dilaksanakan. Kendalanya mungkin saja karena jumlah anak yang perlu mendapat treatment tidak mampu untuk di handle dalam waktu singkat.

Inilah pentingnya mengklarifikasi antara anak yang perlu dibina secara khusus dan yang tidak butuh dibina. Jika itu hanyalah masalah terlambat, ada baiknya diberikan pemaafan untuk kali pertama atau kedua. Apalagi jika alasannya masih dalam batas wajar.

Kita tidak dapat menafikkan diri, bahwa manusia hanyalah manusia yang sekali-kali sangat bisa berbuat salah. Lupa dan telat adalah sifat yang manusiawi dan dapat terjadi pada setiap orang. Dengan memaafkan kesalahan kecil itu, pembelajaran secara tidak langsung sedang terjadi pada jiwa anak. Karena sifat memaafkan akan mengajarkan pribadi yang suka memaafkan pula. Inilah yang sering kita lupakan.

Namun, jika itu merupakan kebiasaan yang berlangsung sangat sering, maka inilah yang perlu menjadi perhatian dan pembinaan khusus. Itupun cukup mencari tahu permasalahan dan guru membantu mencarikan solusinya. Dari hal ini salah satu pokok dari pendidikan yang sesungguhnya sedang dilakukan. Yaitu menggali informasi dan pembinaan.

Sedangkan informasi yang didapat, nantinya dapat pula menjadi bahan diskusi bersama antara guru dan orang tua. Karena pendidikan bukan saja tanggung jawab seorang guru. Namun juga tanggung jawab yang harus dilanjutkan orang tua di rumah.

Perlu komitmen dan kerelaan yang tulus untuk menerapkan sesuatu yang berbeda. Karena sangat sulit mengubah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan.

Dan sesungguhnya apakah disiplin memang selalu menjadi prioritas untuk disampaikan pada generasi muda?

Menurut saya disiplin dahulu dengan sekarang mengalami pergesaran tujuan. Pergeserannya karena zaman yang mengalami perubahan terhadap dunia kerja.

Dahulu adalah zaman dimana industri berkembang pesat. Pabrik dan perusahaan membutuhkan tenaga manusia dalam jumlah yang sangat fantastis. Sehingga pun generasi muda mendapatkan masa depannya dari dunia industri.

Namun kini, dunia mengalami kemajuan teknologi yang lebih pesat. Sehingga indutri memanfaatkan teknologi untuk efisiensi, ketepatan, dan meningkatkan produksinya. Lambat laun, mau tidak mau, dunia harus menerima pergeseran tenaga manusia dengan tenaga robot. Menjadi buruh dan pegawai bukan lagi masa depan.

Dulu, disiplin adalah keharusan. Pabrik dan perusahaan adalah system yang sangat besar. Mereka membutuhkan sumber daya yang mampu mematuhi aturan.

Saat kini, dimana generasi Z dan Alfa tengah mengenyam pendidikan. Masa depan mereka bukan lagi pabrik dan perusahaan. Generasi ini dikenal sangat kreatif dan inovatif. Karena dua hal ini juga telah mengarahkan mereka pada dunia kerja yang berbeda. Mereka adalah penemu, pencipta, pemikir dan pemberi pengaruh (influencer). Disiplin yang mereka ciptakan akan sangat berbeda.

Untuk sebuah kreatifitas tidak ada batasan waktu. Hanya, mereka memerlukan management waktu yang membuat segala keperluan mereka terpenuhi. Lalu mengapa kita memaksakan sebuah aturan disiplin yang sama? Karena disiplin yang kaku akan menyebabkan hambatan pada kreatifitas mereka. Yang mereka butuhkan adalah memaksimalkan waktu namun sangat fleksibel.

Apakah disiplin masih dibutuhkan ?

Jawabannya “Ya”. Bahkan sangat dibutuhkan. Namun disiplin bukan lagi hanya tentang taat aturan. Namun tentang bagaimana “skill” mereka me-manage waktu tersebut. Dan bagaimana mereka bisa mematuhi aturan-aturan yang telah mereka buat tersebut.

Lalu bagaimana sekolah seharusnya menerapkan disiplin? Atau mengajarkan anak agar mampu me-manage waktu tersebut?

Sekolah hendaknya mengakomodir keadaan ini. Anak-anak dikenalkan dengan tanggung jawabnya, dan dilibatkan untuk merancang bagaimana ia dapat memafaatkan waktunya sebaik mungkin untuk memenuhi segala tanggung jawabnya tadi. Sekolah juga hendaknya memberikan kelonggaran untuk sebuah kreatifitas, dan inovasi. Membantu anak mewujudkan proyeknya.

Dengan kemampuan management diri dan kesadaran akan tanggung jawab akan membawa anak pada kesuksesannya di dunia modern ini.

Dan sebagai seorang muslim, saya mempercayai bahwa disiplin sangat penting untuk kesuksesan seseorang baik dunia dan akhirat. Itu tertuang pada Quran Surat Al-`Asr (1-3) yang berarti Demi Masa. Dimana umat muslim diajarkan untuk menghargai waktu. Waktu adalah sesuatu yang tidak dapat diulang atau dikembalikan. Setiap kehidupan memiliki limit. Dimana ada masa sehat, disamping sakit. Masa mudah, disamping sulit. Masa muda, disamping tua. Maka memanfaatkan waktu dan disiplin disaat-saat baik dalam melakukan kebajikan adalah keharusan agar selamat dari segala urusan dunia, dan akhirat pada akhirnya.

Pendekatan secara agama juga adalah langkah tepat dalam mendidik anak untuk disiplin. Karena fitrahnya manusia berasal dari penciptaan Allah SWT. Menjelaskan hal ini, akan membuat hati anak akan menjadi lebih tentram dan lebih paham. Yang terpenting sebagai guru dan orang tua, perlu adanya keyakinan bahwa pendekatan ini akan berhasil, dan tidak lupa doa yang mengiringi.

Dan sebagai penutup, saya akan memberikan tips, sesuatu yang dapat diterapkan di sekolah yang kira-kira hal ini dapat menjadi sebuah pembuktian tentang disiplin yang benar-benar kunci kesuksesan.

Caranya, buatlah sebuah proyek yang akan dilaksanakan di kelas. Proyek itu dimulai tepat setelah jam masuk kelas. Berikan rentang waktu yang cukup singkat misalnya 40 menit. Jika anak terlambat, maka sudah pasti waktu pengerjaannya tidak akan cukup sesuai yang diberikan. Dia bisa saja gagal.

Atau, buatlah sebuah pengumuman, bahwa dalam satu minggu, akan dipilih satu atau dua hari akan dilakukannya tes/Quiz yang pelaksanaannya diawal pelajaran. Jika anak terlambat, maka dia akan kehilangan nilainya.

Kedua hal itu akan membuktikan secara langsung, bahwa disiplin sangat berpengaruh pada kesuksesan seseorang. Dan hal ini bukan lagi sekedar kata-kata, namun pembuktian yang tidak lagi dapat disangkal.

Selamat memanfaatkan waktu sebaik mungkin, dan salam disiplin.

(Mayang)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post