Ngerumpi terkadang diidentikkan dengan ibu-ibu. Mungkin karena kurang kerjaan. Padahal kalau mau jujur, pekerjaan ibu tak pernah selesai. Tak pernah berakhir. Ada saja yang harus dilakukan.

Banyak sisi negatif yang dibicarakan saat ngerumpi. Membicarakan hal-hal yang tidak penting, bahkan bisa menjurus ke fitnah. Wah….kalau sudah memfitnah, resiko akherat pun harus ditanggung. Seandainya mereka diingatkan, selalu saja ada alasannya. Yang paling sering mereka katakan “Tidak akan ada asap kalau tidak ada api”

Kalimat terakhir itu yang aku tidak setuju.

Pernah suatu hari, anak-anak saja ajak praktikum di laboratorium. Waktu itu yang dibutuhkan larutan asam klorida. Karena larutan asam klorida yang encer habis, aku harus melakukan pengenceran. Begitu penutup asam klorida pekat saya buka, ada siswa berkomentar :” Bu, kok ada asapnya ?” Saya jelaskan kepada mereka, bahwa asap bisa dihasilkan tanpa adanya proses pembakaran. Asap / gas yang dihasilkan dari asam pekat berbahaya. Kalau terhirup bisa menyebabkan iritasi tenggorokan dan kalau kena mata akan terasa pedih, mengiritasi mata.

Marilah kita belajar dari asap tadi. Apakah harus selalu ada api untuk menghasilkan asap? Bahkan asap yang dihasilkan dapat merusak tubuh kita. Seperti halnya fitnah/ isu yang belum jelas sumbernya. Dampak yang ditimbulkan lebih dahsyat. Pertemanan bisa bubar. Ikatan keluarga bisa hancur.

Di sini saya tidak mau menyoal relevansi pepatah tadi. Takut kuwalat. Juga bukan bidang saya. Hanya sekedar berharap, mengajak, dan saling mengingatkan agar senantiasa mengisi aktivitas harian dengan kegiatan positif sehingga tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.