Hampir 7 jam saya menatap dan bercengkrama dengan layar monitor. Membuat laporan capaian kinerja sebenarnya tidak melelahkan. Jika....ada jikanya. Jika bahasa anggaran sama dengan bahasa kinerja.

Setelah lelah mata ini, Alhamdulillah tunai sudah pekerjaan. Waktunya pulang. Saat hendak ke mobil, saya seorang siswi duduk di anak tangga yang menuju ruang piket.

"Nunggu siapa, Nong?" tanya saya.

Nong itu di Cilegon. Kalau di Sunda maksudnya sama dengan Neng.

"Nunggu Maryati, Bu!" jawabnya

Sejenak saya berpikir. Rasanya di kelas X, XI dan CII nggak ada siswi yang namanya Maryati sama seperti saya.

"Jangan jangan anak ini grogi ketemu kepala madrasahnya" ucap saya tentu saja dalam hati.

"Kamu nunggu Maryati ini!" tanya saya sambil menunjuk ke diri sendiri.

"Eh! Ah! Bukan, Bu! Nunggu teman!" sahutnya salah tingkah.

"Ya sudah! Tuh teman teman sudah pada datang!" timpal saya sambil menepuk pundaknya.

Saya tertawa sendiri. Benar rupanya siswi tadi grogi.

Lima belas menit kemudian, mobil berhenti di depan kios kelapa muda, tempat langganan saya dan suami beli air kelapa muda. Mengapa?

Pertama harganya murah. Orang lain satu harganya sudah mencapai lima belas ribu. Si Mamang ini mah cuma delapan ribu. Yang kedua, Mamang penjual dan tempat jualan serta gelas dan teko untuk menampung air kelapa muda juga bersih.

"Berapa, Mang?" tanya saya sambil menerima empat bungkus plastik air kelapa muda.

"Tiga puluh dua ribu, Bu!"

Kusodorkan uang warna biru. Tak lama kemudian si Mamang memberikan kembalian. Tapi buru buru ditarik kembali.

"Kenapa Mang? tanya saya penasaran.

"Anu Bu. Maaf harganya tiga puluh dua ribu. Kembali nya delapan belas ribu. Tapi kenapa jadi terbalik . Yang delapan belas ribu saya masukkan, yang tiga puluh dua ribu saya berikan ke Ibu!"

Entahlah siapa yang eror.