Gua Bhuta di Cermee Bondowoso Menuju UGG
#TaGurKe-4@Gurusiana1000
Gua Bhuta di Cermee Bondowoso Menuju UGG
Satu lagi peninggalan bersejarah yang patut dibanggakan, yang dimiliki oleh masyarakat Bondowoso. Situs ini berpotensi jadi objek wisata dan diharapkan bisa membawa perubahan khususnya di bidang ekonomi terutama untuk masyarakat di sekitarnya. Kawasan yang diusulkan jadi UNESCO Global Geopark (UGG) oleh Bondowoso di dalamnya terdapat Gua Bhuta yang diperkirakan sudah ada sejak abad ke-14.
Situs tersebut adalah Gua Bhuta, dalam bahasa Madura bhuta adalah raksasa. Gua Bhuta terletak di desa Jirek Mas kecamatan Cermee, sekitar 3 jam perjalanan dari kota Bondowoso. Situs Gua Bhuta terletak di tebing batu bercadas dengan kemiringan sekitar 60 - 70 derajat di ketinggian 200 meter dari dasar lembah. Untuk menuju lokasi ini jalannya bervariasi, mulai jalan beraspal, makadam, hingga jalan setapak berukuran 1 meter.
Belum diketahui secara pasti, tahun berapa situs Gua Bhuta tersebut dibuat. Namun, diperkirakan antara abad 13 dan 14 atau pada masa akhir atau pasca zaman kerajaan Majapahit.
Menurut salah seorang arkeolog di Bondowoso sekaligus Kasi Sejarah dan Purbakala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bondowoso, Heri Kusdaryanto, berdasarkan referensi serta hasil penelitian, gua itu merupakan peninggalan agama Buddha. Tempat tersebut merupakan tempat pertapaan para biksu pada akhir zaman Majapahit, sekitar abad ke-13 dan 14. Lokasinya memang berada di tempat yang relatif jauh dari peradaban serta berada di area pegunungan dan dataran tinggi.
Jika dilihat sepintas situs ini hanya berupa cerukan pada tebing batu, namun di dindingnya terdapat relief berbentuk raksasa. Relief induk berupa wajah raksasa dengan mata terbuka lebar, gigi betaring, dan tangan berkuku tajam. Pada kanan kirinya terdapat relief dengan struktur dan bentuk lain. Di sisi barat gua terdapat beberapa relief yang merupakan bagian dari relief induk.
Dari strukturnya, situs Gua Bhuta terdiri dari 4 relief, yaitu relief kala (butha), relief kuncup bunga teratai (lambang agama Buddha), relief Buddha bermeditasi, kepala manusia bertanduk dikelilingi api (surya), serta relief orang sedang meditasi (pertapa) dan beberapa binatang yang biasa digunakan sebagai kegiatan ritual kegamaan.
Pada bagian bawah goa terdapat sumber mata air. Konon menurut masyarakat setempat, meski hanya berupa tetesan kecil, air ini mengalir sepanjang waktu walaupun musim kering dan kemarau panjang.
Sangat disayangkan, ada beberapa relief di situs yang sudah tidak utuh lagi dan mulai rusak. Bahkan ada beberapa yang hilang. Diduga, hal itu karena ulah tangan jahil yang tidak bertanggung jawab.
Kawasan ini sangat berpotensi. Jika dikembangkan, bukan tidak mungkin kawasan ini akan menjadi tujuan wisata yang menarik bagi wisataman domestik maupun asing. Yuk, kita lestarikan peninggalan nenek moyang kita dengan penuh tanggung jawab!
@Bondowoso, 28 Maret 2021
Marlina, S.Pd. (Guru UPTD SPF SDN Dabasah 3)
#GoIjenGeopark
#AyoKeBondowoso
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Reportase keren
Alhamdulillah, terima kasih Bunda Admina....