Saya sangat terkesan dengan keberadaan Media Guru Indonesia. Tahun 2018 di gedung diklat kabupaten Bangka Barat, saya bersama ratusan guru dengan niat dan spirit yang sama yaitu menghasilkan paling tidak satu buku setelah acara itu.

Paling tidak karya saya setelah kegiatan itu, novel "Mencari Jejak sang Depati " Terus menerus dibahas di kajian dan diskusi di warung kopi hingga hari ini. Seperti mimpi saja.

Dari kegiatan sagusabu, Tidak banyak yang mampu bertahan dan terus berkarya. Tapi saya tidak mau berkomentar tentang itu, karena terus menulis atau tidak itu adalah sebuah pilihan. Satu persatu rekan-rekan kegiatan itu undur diri dari grup. Sudahlah. .

Karya dari kegiatan sagusabu membuat saya bisa kembali ke kampus dan berkumpul kembali dengan para sastrawan di Semarang. Bisa bereuni dengan para pemberi tantangan dengan posisi sama adalah kepuasan tersendiri. Saya masih terus ditantang untuk melebihi para mentor.

Membuat novel sejarah dalam waktu tiga minggu adalah kegilaan. Tapi saya sendiri masih belum menyadari bahwa itu gila. Tapi bagi saya, jika ingin membuat siswa gemar menulis, gurunya terlebih dahulu yang harus banyak membaca dan menulis.

Kejutan demi kejutan saya dapatkan dari mencari jejak sang Depati, bahkan ada pihak yang mengapa hingga dijadikan bacaan wajib untuk generasi muda di Bangka Barat. Meski ada oknum yang berkata miring toh nyatanya karya itu sudah terlanjur meluncur sebagai bahan bacaan di kalangan anak muda. Saya pun tidak pernah merasa menodong pihak lain untuk memberikan pengakuan. Semua sesuai proses, meski masih jauh dari sempurna.

Sesuatu yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah menulis tentang toponimi di wilayah tempat saya bertugas, di Bangka Barat. Ada tugas yang diemban bagi para penulis untuk melaksanakan tugas mulia meracuni masyarakat umum untuk gemar membaca.

tentu kata yang ingin saya ungkapkan untuk Media guru dan Bapak komandan Muhammad ihsan adalah terimakasih.