Marfuah, S.Pd.

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

PANTAT GOSONG TERSAMBAR PETIR

PANTAT GOSONG TERSAMBAR PETIR

 

Aku duduk di kursi panjang yang terbuat dari bambu di samping dapur. Kolak waluh dan pisang goreng hangat request suami terhidang di meja kecil bundar di sebelahku. Hujan yang sedari tadi tumpah dari langit, semakin deras  mengguyur rumahku dengan disertai sesekali kilatan petir dengan suara gemuruh menggelegar di seluruh penjuru mata angin.

Aku tersenyum sendiri. Ingatanku melayang ke kejadian beberapa tahun yang lalu. Saat aku masih duduk di bangku kelas 2 SMA. Saat aku kemah bersama-teman-teman pramuka di pantai Brumbun. Sekitar akhir tahun 1992. Beberapa teman  yang ikut dalam perkemahan itu masih kuingat namanya. Nda Heru, nda Srinthil Anjarwati, nda Hekso, nda Nurul, nda Kukuh, nda Iswadi, nda Ema, nda Edi Big Bos dan nda Titik. Nama teman yang lain aku sedikit lupa. Mungkin karena faktor usia dan waktu yang sudah sekian lama memisahkan kami.

Pagi itu sebelum berangkat, kami kumpul di halaman SMAN 1 Tulungagung, sekarang SMU Kedungwaru alias SMUKED. Tidak berapa lama, ada truk yang datang siap mengangkut kami ke pantai Brumbun tempat kami akan berkemah. Kalau tidak salah, truk yang kami pakai waktu itu adalah truk bantuan dari Drainase atau Dinas Pengairan. Setelah di absen oleh panitia dan dipastikan semua perbekalan sudah siap, kami segera naik ke dalam truk.

Sepanjang perjalanan, riuh rendah gelak tawa canda gurau kami bersahutan. Bahkan ada yang nyanyi sambil memetik gitar. Sekitar satu jam perjalanan, kami sampai di pantai Brumbun. Hari masih pagi. Panitia yang sudah survey lokasi dan meminta ijin untuk berkemah di sana, segera turun dan menghubungi RT/RW disana, memberitahukan bahwa kami sudah datang. Seluruh peserta turun, menurunkan barang serta semua perbekalan. Segera setelah itu, setelah mengetahui lokasi pendirian tenda, kami mendirikan tenda.

Tenda telah berdiri. Acara berganti dengan acara santai. Kami mengelilingi lokasi pantai Brumbun. Ternyata di dekat pantai Brumbun ada juga pantai yang tidak kalah indahnya. Letaknya di sebelah timur pantai Brubun. Dijangkau dengan jalan kaki juga tidak sampai 20 menit sudah sampai. Namanya pantai Gerangan dan pantai Sawah Ombo. Kami bersama-sama berjalan menuju kedua pantai tersebut. Sayangnya, waktu itu belum musim HP seperti sekarang ini. Bisa dipastikan kalau sudah ada HP seperti sekarang ini, pasti kami tidak puas-puasnya untuk berfoto-foto disana. Brumbun, Gerangan dan sawah Ombo sangat indah dan memanjakan mata.

Menjelang Dhuhur kami sudah berada di pantai Brumbun lagi. Kami sholat berjamaah di Mushola yang berada di tepi pantai diantara rumah-rumah penduduk. Tidak jauh dari Mushola itu, ada rumah Pak RT. Agak di belakang rumah Pak RT, ada tanah agak luas disana kami mendirikan tenda. Tenda satuan terpisah. Satuan putri sendiri dan satuan putra sendiri.

Aku lupa, setelah Dhuhur itu apa kegiatan kami. Yang aku ingat, waktu itu kami berlomba menangkap srinthil. Sejenis kepiting yang jalannya sangat cepat. Kami juga sempat berperahu menyusuri sungai yang menjorok masuk ke hutan bakau kecil di pantai Brumbun. Kami naik perahu yang kami pinjam ke nelayan di sana. Tapi yang jelas selepas sholat Asar, kira-kira pukul 15.00  kami membantu nelayan untuk mengangkat jaring yang dipasang di sepanjang tepi pantai Brumbun. Jaring yang sangat panjang. Kami seluruh peserta perkemahan bersama-sama penduduk desa menarik jaring itu ke daratan. Kami sangat bersemangat dan sangat senang. Setelah jaring terangkat ke daratan, kami membantu untuk mengambil ikan, cumi, udang dan kepiting yang terperangkap di jaring tersebut.  Ternyata banyak juga ikan yang di dapat. Dan senangnya lagi, kami juga diberi sebagian ikan untuk kami goreng sebagai lauk makan  sore hari.

Kami kembali ke perkemahan dengan gembira. Kami siap menggoreng ikan. Aku dan beberapa teman putri kebagian tugas untuk memasak. Masak nasi sudah selesai. Tinggal goreng ikan. Baru dapat sebagian ikan tergoreng, mendung tebal datang. Tak berselang lama, gerimis mulai mengguyur kami. Sungguh tidak nyaman. Tenda kami basah kuyup. Sementara tanah yang kami pijak juga basah. Bisa dipastikan, bila tidur di tenda akan banyak yang masuk angin. Akhirnya waktu itu teman-teman putri menginap di rumah pak RT dan teman-teman putra berada di mudhola.

Menjelang maghrib, hujan semakin deras. Bukan hanya deras, tapi juga disertai petir yang saling menyambar. Kilat petir sangat terang, silau dan menakutkan. Dilaut bergemuruh ombak berdentam memecahkan gelombang yang tinggi di bibir pantai. Suara adzan Magrib berkumandang. Beberapa teman beranjak dari rumah pak RT berjalan sambil sedikit berlari seraya menutupi kepalanya, menembus hujan menuju ke Mushola. Dalam derasnya hujan dan petir yang saling menyambar, teman-teman khikmat melaksanakan sholat Maghrib di dalam Mushola. Selepas sholat, mereka tidak segera kembali ke rumah Pak RT. Mereka berniat menunggu hujan reda. Mereka duduk dengan tertib di mushola sambil melantunkan doa.

Tiba-tiba, “ Dhuuuarrr!!”

Spontas saat itu juga dari arah mushola terdegar jerit kaget bersamaan yang sangat keras.

"Mbak Titik bokonge gosong kesamber bledheg...!" Temanku Teriak temanku sambil terengah-engah bersuara keras  gosongTeman-teman yang beradar di mushola  terkena sengatan petir. Tiang pengeras suara Mushola tersambar petir. Persis mengenai pengerasnya. Aliran listrik dari petir itu mengenai kabel yang terpasang di tiang pengeras itu dan aliran listrik itu merembet menuju ke amplifier yang berada di dalam Mushola.Aliran listrik dari petir itu tidak hanya merembet ke amplifier, tapi juga merembet ke lantai masjid. Dengan cepat merembet melalui garis-garis porselain lantai masjid. Sementar itu, teman-teman masih duduk diatas lantai tersebut. Tentu saja aliran listrik itu mengenai mereka. Beberapa teman bahkan ada yang sesaat pingsan. Teman yang lain mengalami gosyong atau luka bakar di pantatnya. Kami panik. Segera kami bantu teman-teman yang terkena sengatan listrik untuk bangun dari tempat duduknya. Mereka menangis ketakutan. Sebagian sudah beranjak berdiri menembus hujan deras berjalan menuju rumah pak RT. Kejadian itu sungguh sangat menakutkan. Rasanya hujan lama tidak segera reda. Sementara itu, angin bertambah kencang. Batang pohon kelapa meliuk-liuk diterpa angin, seakan hampir menyentuh tanah. Sementara ombak berdebam semakin keras. Petir tidak menyambar ke sana kemari. Membuat kami semakin mengkeret dan tanpa kami sadari, bibir kami mulai merapal doa-doa bermohon perlindungan Yang Maha Kuasa. Bahkan, di salah satu sudut rumah Pak RT yang tidak terlalu luas itu, salah seorang teman ada yang bersujud sangat lama takdzim dalam doa memohon pertolongan dari-Nya.

      Selang beberapa saat, teman-teman yang berada di Mushola sudah  kembali berkumpul di rumah Pak RT. Teman-teman putri saling berangkulan dan menangis ketakutan. Kepada kakak pembina, kami minta besok pagi pulang saja. Tidak usah dilanjutkan acara berkemah kali ini. Kami sangat ketakutan. Kami trauma. Semalaman kami susah tidur.

         Dan esok pagi, kami putuskan kami pulang hari itu juga. Tenda segera kami bongkar, kami benahi. Barang barang serta perlengkapan yang lain juga kami rapikan. Salah seorang kakak pembina menghubungi Dinas pengairan supaya mengirimkan truk untuk menjemput kami.

          Agak siang, truk datang. Kami minta diri ke Pak RT dan penduduk di pantai Brumbun. Kami bersiap untuk pulang. Perkemahan  yang rencananya dilangsungkan selama 3 hari 2 malam itu harus gagal. Kejadian Mushola yang tersambar petir dan mencederai teman-teman kami, sungguh membuat kami takut dan trauma.

      Kusendok dan perlahan kuah kolak kuseruput kunikmati rasa dan aromanya.. Manis gula aren berbaur dengan wangi buah waluh madu. Manis dan wangi seperti kenanganku ketika Mushola di tepi pantai Brumbun tersambar petir. Kenangan saat aku dan teman-teman ku berkemah disana.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ceritanya sangat seru. Pasti dulu heboh dan sedih. Sekarang jadi kenangan

23 Oct
Balas

Ikut tegang bacanya buu.... Tapi saya sedikit bisa membayangkan karena pernah berkunjung ke Pantai Gerangan, berkemah di sana juga... Mandi di belik bersama warga adalah sesuatu pada masa itu... ;)

23 Oct
Balas

Ijin saya mengutip ini : "Mbak Titik bokonge gosong kesamber bledheg...!" Judul artikel yg membuat saya tertarik untuk baca. Bagus bu Marfuah.

23 Oct
Balas

Tersambar petir rasanya seperti apa ya?

23 Oct
Balas

Ya Allah .... Saya tidak bisa membayangkan suasana menegangkan saat itu, Bu..

23 Oct
Balas



search

New Post