M. Amirusi

M. AMIRUSI dilahirkan di desa pesisir, yakni Desa Tambaan Kec. Camplong Kab. Sampang pada 1 Juni 1978. Pendidikan dasar s.d. menengah ditempuh di kota kelahiran...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ning SARA dari BANDUNG SUKA TE-DOR (Sebuah Catatan Perjalanan TIDUR di Udara Menuju TOT IN K-13 di LPMP Maluku Utara)

Ning SARA dari BANDUNG SUKA TE-DOR (Sebuah Catatan Perjalanan TIDUR di Udara Menuju TOT IN K-13 di LPMP Maluku Utara)

SARA dari BANDUNG SUKA TE-DOR: SAfari RAmadhan dari BANDUNG – SUrabaya – MaKAssar – TErnate - TiDORe (Catatan Perjalanan TIDUR di Udara Menuju TOT IN K-13 untuk KS di LPMP Maluku Utara, Kota Tidore Kepulauan)

Pada Ramadhan 1439 H atau 2018 M ini bisa disebut bulan Ramadhan yang sangat istimewa. Mengapa saya katakan begitu? Hal ini karena bulan Ramadhan ini merupakan Ramadhan pertama saya mengemban tugas dalam sebuah profesi baru. Profesi yang berbeda dengan 17 tahun sebagai aparatur sipil negara (ASN) dalam bahasa keren sekarang. Ya istilah yang umum sejak dulu yakni sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Mengalami sebagai tenaga pengajar/pendidik (baca: guru) selama 15 tahun dan sebagai guru dengan tugas tambahan selama 2 tahun (baca: kepala sekolah) di desa terpencil di salah satu kecamatan di Pulau Madura, tepatnya di wilayah Kabupaten Sampang Jawa Timur.

Dalam tugas baru tersebut yang belum genap 365 hari (baca: 1 tahun), bulan ini sungguh luar biasa nikmat Allah yang dianugerahkan kepada saya serta rekan-rekan seprofesi. Sebuah tugas untuk mengisi sebuah TOT (Training of Trainer) Instruktur Nasional (IN) Kurikulum 2013 untuk kepala sekolah pada salah satu provinsi hasil pemekaran dari Provinsi Maluku, yakni Provinsi Maluku Utara yang beribukota di Sofifi (sejak 2010). Namun sebelumnya Ibukota Maluku Utara ini adalah Ternate yang dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 46 tahun 1999 tentang Pemekaran Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru, dan Kabupaten Maluku Tengah Barat.

Perjalanan dimulai dari kota Bandung, Ibukota Provinsi Jawa Barat pada Jumat, 25 Mei 2018. Mengapa dari Bandung? Mengapa kok tidak dari Batu Jawa Timur sebagai lokasi kantor tempat bertugas? Hal tersebut karena sebelumnya mendapat tugas sebagai peserta Review Modul MST (Multi Subject Teaching) di Grand Pasundan Convention Hotel Bandung dari tanggal 21 s.d. 25 Mei 2018 itu juga. Alhamdulillah selama 5 hari di Kota Bandung, bisa menyempatkan untuk melihat secara dekat beberapa tempat bersejarah ataupun ikon kota Bandung di pagi hari, di antaranya: Gedung SATE, Mesjid Raya Provinsi Jawa Barat, Jalan Asia Afrika, Monumen KAA (Konferensi Asia Afrika, Museum KAA, Gedung Merdeka, Mesjid PUSDAI, Institut Teknologi Bandung (ITB), Chiampelas, Kampus Unpad (Universitas Padjajaran), dan sungai terpanjang di dunia, yakni Sungai Asia Afrika (hehehe….. karena sungai itu melewati Jalan Asia Afrika (katanya orang-orang, sekadar guyonan nich!).

Pagi itu, Jumat, 25 Mei 2018, saya terbang dari Bandung (BDO) ke Surabaya (SUB) dengan pesawat Citilink QG 821, sebuah maskapai penerbangan di bawah anak perusahaan Garuda Indonesia. Sehingga wajar jika mendengar staatment: “Penerbangan Paling Murah dengan Pelayanan Bintang Empat Versi Skytrat” dari Crew Citilink sewaktu di pesawat. Tiba di Juanda International Airport Surabaya sekitar pukul 08.15 WIB. Ternyata satu pesawat dengan dosenku, Bapak Dr. Sutarno, M.Pd. dari Universitas Negeri Malang (UM) yang juga menghadiri acara yang sama, yakni, Review Modul MST. Beliau sebagai reviewer sementara saya sebagai penulis/pengembang modul. Bahkan kami sempat foto bersama di lokasi acara serta bersama dosenku yang satu lagi, yakni Bapak Dr. Muhana Gipayana, M.Pd.

Penerbangan ke Ternate (TTE) via Makassar (UPG) dari Surabaya dengan Pesawat Sriwijaya Air terjadwal pukul 21.25 WIB-23.55 WITA (Surabaya-Makassar) dan pukul 04.20 WITA-07.05 WIT (Makassar-Ternate). Dengan demikian jarak waktu sekitar 12 jam dari pukul 09.00 WIB (9 siang/pagi ke pukul 21.00 WIB (9 malam). Untuk mengisi itu, maka kurang enak rasanya dan terlalu lama jika menunggu (menghabiskan waktu) di Bandara Juanda, maka saya gunakan untuk perjalanan ke Terminal Purabaya Surabaya. Terminal ini merupakan terminal terbesar di Jawa Timur bahkan konon katanya pernah jadi terminal terbesar di Asia Tenggara.

Di terminal ini, saya menunggu “Sang Kekasih Hati (SKH)” yang lagi OTEWE ke Surabaya. Ternyata SKH ini masih mampir ke DGS (Dupak Grosir Surabaya) untuk membeli barang titipan teman se-kantornya. Alhamdulillah bisa berbuka puasa bersama dengan SKH-ku di terminal Purabaya. Selepas Isya’ kami berpisah, dia meluncur ke Pulau Mataram (Madura Tanah Garam), hehehe… sebutan anak-anak muda sekarang. Padahal bisa saja langsung menyebut Pulau Madura. Saya langsung menaiki bus DAMRI, yakni bus khusus yang melayani rute Terminal Purabaya menuju T1 Bandara Juanda Surabaya di Sidoarjo. Terminal Purabaya ini lebih dikenal dengan Terminal Bungurasih karena berada di daerah Bungurasih yang secara teritorial masuk wilayah Kabupaten Sidoarjo. Sebelum berpisah, saya titip sedikit oleh-oleh dari Bandung untuk kelima Srikandiku, yakni berupa kaos khas Bandung, Siomay-Batagor Khas Bandung, dan heheheee… sedikit baju kotor (belum sempat cuci selama kegiatan Review Modul MST) di Grand Pasundan Convention Hotel Bandung.

Setiba di Bandara Juanda sekitar pukul 20.10 WIB dan langsung Check in sehingga tinggal menunggu Boarding Pass sekitar pukul 20.55 WIB. Tibalah panggilan kepada semua penumpang Pesawat Sriwijaya Air SJ 562 tujuan Makassar (UPG), sayapun segera bergegas menuju pesawat. Kebetulan di Pesawat mendapat seat (kursi) yang dekat jendela dan pas di pintu darurat (pintu keluar) bagian tengah yang langsung menghadap sayap pesawat yang hanya dipakai ketika kondisi darurat. Sebagai Konsekwensi duduk di deratan kursi tersebut yakni mendapat briefing khusus dari pramugari tentang kewajiban penumpang yang selalu siap siaga ketika terjadi hal-hal yang di luar kondisi normal. Jadi, kami (para penumpang di deretan kursi) tersebut mendapat pesan khusus yang berbeda dengan penumpang di duduk di kursi lainnya.

Sepanjang penerbangan malam Surabaya (SUB) - Makassar (UPG) hanya diam, berdoa, baca petunjuk dan kewajiban penumpang di seat khusus ini, serta berusaha istirahat (baca: tidur). 15 menit sebelum landing di “Negeri Para Daeng”, saya terbangun oleh suara dari kabin pesawat yang menginformasikan bahwa pesawat sebentar lagi akan tiba di Makassar, yakni Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, walaupun sebenarnya berada di wilayah Kabupaten Maros. Hal ini hampir sama dengan sebagian besar bandara di Indonesia. Bahwa umumnya tetap mengunakan nama besar Ibukota.

Alhamdulillah dapat landing sesuai jadwal yakni pukul 23.55 WITA. Selama menunggu di bandara untuk melanjutkan penerbangan menuju Ternate, Maluku Utara, disi dengan duduk santai sambil menge-Charge HP yang sepertinya mulai Low Batt. Alhamdulillah masih bisa menyempatkan ibadah Tarawih di Musholla Bandara. Ketika waktu menjelang sahur, sepertinya ada Stand/Kios “SOTO MADURA” Cak Wawan yang berada dekat dan di depan Pintu (Gate 5). Pucuk dicinta ulampun tiba. Jadilah saya makan sahur dengan SOTO MADURA dengan minuman “jeruk hangat”. SOTO MADURA merupakan makanan khas dan kebanggaan warga Madura jika di rantau selain SATE MADURA. Apalagi SOTO MADURA ini tidak ada jika di Madura sendiri, yang ada hanya SOTO tanpa embel-embel kata MADURA, begitupun SATE MADURA, tidak ada juga di Madura, yang ada hanyalah SATE. Hehehehehehe (guyon.com).

Setelah bayar ke kasir seharga Rp85.000,00 dengan mengasihkan selembar kertas dengan nominal Rp100.000,00 dan dapat kembalian 2 lembar uang kertas Rp10,000,00 dan Rp5.000,00. Asyik, bayar 1 dapat 2. Dalam hati bergumam, jika bukan di bandara umumnya Rp10.000,00-Rp20.000,00. Sudah tentu saya sadar bahwa nanti harga makanan sekitar itu karena di Bandara. Makanan apapun jika sudah berada di Bandara maka akan naik berlipat-lipat. Hal ini sangat wajar karena semua sudah dihitung pajak, tenaga, dan lain sebagainya. Sebelum keluar Stand/kios atau “warung”lah maka saya sempatkan bertanya untuk memastikan siapa pemilik warung ini. Apa benar orang Madura, ternyata penjaga warung itu memastikan bahwa memang orang Madura yang menjadi pemiliknya. Tidak lupa mengambil lokasi foto bahkan menempati posisi tukang/penjual SOTOnya. Ya seolah-olah jadi penjualnya. Heeeeeheeee.

Mengapa saya masih sahur makanan yang mengandung nasi, padahal sebenarnya sudah bawa “Dunkin’s Donuts” sejak dari Surabaya. Hal ini teringat pesan SKH-ku (Sang Kekasih Hati), beliau berpesan: “usahakan jika ada nasi, lebih baik sahur nasi di bandara nanti”. Mungkin ada benarnya, karena perut orang “Ndeso” ini sepertinya masih lebih familiar dan bertahan jika ada nasi. Ya… hitung-hitung agar beras petani Indonesia tetap laku dan tetap berproduksi. (hahahaha,… cari alasan saja, padahal…….).

Menjelang pukul 03.55 WITA dipanggillah semua penumpang Sriwijaya Air SJ 598 dari Makassar (UPG) tujuan Ternate (TTE) Maluku Utara. Untuk maskapai Sriwijaya Air ini ternyata di E-Ticket maupun di Boarding Pass masih menggunakan kata Ujung Pandang (UPG). Sementara sebagian besar maskapai lain sudah mengganti dengan Makassar meski kode masih menggunakan UPG (Ujung Pandang). Pesawat rute Makassar-Ternate ini terjadwal pukul 04.20 WITA–07.05 WIT. Untuk menyesuaikan waktu maka arloji harus diputar 2 kali, pertama ketika Surabaya-Makassar dan kedua, Makassar-Ternate. Ini baru pertama kali perjalanan saya dengan mengakomodasi 3 bagian waktu Indonesia, yakni WIB, WITA, dan WIT.

Alhamdulillah di pesawat duduk bersama Pak Hasap berserta satu temen sekantornya dari Dinas Pertanian Kota Tidore. Mereka berdua nerbang dari Jakarta menuju Ternate dengan transit sebentar (45 menit) di Makassar. Mereka baru pulang dari Pelatihan di Jakarta selama 3 hari. Maka terjadilah diskusi ringan di antara kami di sela-sela rasa ngantuk yang tiada tertahan. Sepanjang penerbangan tersebut, mereka juga cerita jika mau pulang ke Tidore dan mengajak bareng nanti dari Bandara Sultan Babullah (Ternate) ke Bastiong (Pelabuhan), naik Speed Boat, dan naik kendaraan lagi menuju domisili mereka yang kebetulan melewati depan LPMP Maluku Utara. Dalam hati berkata: “Essiplah, ada temen bareng”. Hehehehe. Sepertinya kami akhirnya tertidur selama perjalanan, namun sebelum tidur terlebih dahulu tunaikan Sholat Shubuh dulu dengan “Tayamum” ke bagian belakang kursi yang berada pas di depan kami. Pukul 07.05 WIT pesawat mendarat di Bandara Sultan Babullah Ternate. Sambil menunggu bus bandara, sempatkan foto dulu dengan latar tulisan Bandar Udara “SULTAN BABULLAH TERNATE”.

Alhamdulillah bisa menginjakkan kali untuk pertama kali di Kota Ternate. Kota yang sudah dikenal dan familiar di telinga sejak kecil, mungkin ketika masih belajar di jenjang SMP, karena sejarah “Kesultanan Islam” di masa lampau dan termasuk “Kesultanan Islam Tidore”. Kedua Kesultanan itu yang telah menyebarkan Islam ke Ambon, Bima, dan sampai ke Papua (Sorong, Raja Ampat, dll).

Provinsi Maluku Utara (Malut) ini secara resmi berdiri pada tanggal 12 Oktober 1999 dengan beberapa wilayah administrasi. Pada tahun 2014, Provinsi ini resmi meliliki 10 Kabupaten Kota, yakni 8 Kabupaten dan 2 Kota. Kedua belas kabupaten dan kota tersebut adalah: 1) Kab. Halmahera Utara; 2) Kab. Halmahera Barat; 3) Kab. Halmahera Selatan; 4) Kab. Halmahera Timur; 5) Kab. Halmahera tengah; 6) Kab. Kapulauan Sula; 7) Kab. Kepulauan Morotai; 8) Kab. Taliabu; 9) Kota Ternate; dan 10) kota Tidore Kepulauan (www.poetrahalmahera.wordpress.com).

Dari Bandara Sultan Babullah Ternate, dilanjutkan mengendarai mobil Avanza menuju pelabuhan Bastiong dengan biaya Rp150,000,00. Karena kami bertiga (2 orang asli Tidore dan 1 asli Madura, hehehe), maka saya bayar selembar kertas Rp100.000,00 dan dikembalikan selembar juga Rp50.000,00 kepada kedua orang yang kenal di pesawat selama penerbangan Makassar-Ternate tersebut. Jadi, sekarang bayar 1 dapat 1, hehehe. Sesampai di pelabuhan Bastiong, dilanjutkan dengan naik Speed Boat ke pelanuhan Tidore. Secara umum ongkos Speed Boat perorang adalah Rp10.000,00, namun biasa baru bernagkat menunggu penuh yang berkisar 7-10 orang. Kami bertiga seolah-olah Carter tuch Speed Boat sehingga ketika sudah masuk ke dalam Speed Boat beserta barang-barang yang dibawa maka langsung tancap gas. Speed Boat tersebut menggunakan 2 mesin yang semuanya dihidupkan. Yang 1 mesin untuk pendorong dan 1 mesin pendorong sekaligus jadi penentu arah (stir). Jika di daerahku (Madura) disebut dengan “Pancer”.

Perjalanan via Speed Boat hanya memakai waktu antara 7 -10 menit. Di Pelabuhan Tidore, tempat berhentinya Speed Boat sudah banyak tenaga yang menawarkan kendaraan. Rupanya pak Hasap, teman perjalananku itu sudah mendapatkan kenalan mobil Avanza warna Merah Hati. Padahal saya sebenarnya masih ingin foto dulu di Pelabuhan Tidore. Eman-eman pemandangan Kota Ternate di seberang dengan latar Gunung yang seolah-olah menyembul dari bawah permukaan laut yang terlihat sangat indah. Subhanallah.

Mobil Avanza bergerak menyusuri jalan di sepanjang pinggir pulau Tidore, hanya berselang beberapa menit sudah sampai di LPMP Maluku Utara. Pintu Gerbang Kantor ini sebenarkan Double Way. Mungkin yang jalur kiri untuk masuk dan jalur kanan untuk keluar. Tetapi mungkin karena hari libur kantor (5 hari kerja) maka pintu gerbang hanya terbuka separuh, yakni yang jalur kanan saja. Saya segera bilang ke sopir agar tetap masuk dari gerbang kanan dan menjelaskan bahwa yang gerbang kiri ditutip Karen hari lnbir sehingga hanya menggunakan satu jalur. (Seolah-olah tahu saja, padahal aja nebak lho……!).

Sopir akhirnya percaya diri setelah merasa diinjeksi oleh kata-kata yang membuat ia PEDE (Percaya Diri) maka diinjaklah gas mobil dengan penuh keyakinan, apalagi kondisi jalan sedikit menanjak dan berkelok. Terlihat tulisan besar “LPMP MALUKU UTARA” dari jarak beberapa meter menandakan sudah sampai di lokasi. Turunlah saya pas di depan kantor pusat dan tidak lupa mengatakan kepada pak Sopir bahwa ongkos sudah ada di Pak Hasap. Namun sebelumnya saya memastikan cukup tidaknya uang yang saya titipkan ke beliau. Ia mengangguk dan mengatakan sudah cukup.

Suasana sepi, kantor yang sedemikian besar dan luas serta dalam suasana Ramadhan terlihat lengang. Adakah tanda-tanda kehidupan di tempat ini? (Hati bertanya-tanya). Untuk memecah keheningan, akhirnya saya tanya kepada seorang yang terlihat sedang mencukur/memangkas rumput dengan mesin pemangkas rumput di sebelah tulisan “LPMP MALUKU UTARA”. Sebenarnya ia sedang memangkas rumput yang berada di halaman rumah dinas yang bersebelahan dengan taman kantor.

Assalamualaikum,

Maaf mau tanya Mas!

Ruang pelatihan bagi IN K-13 di mana Mas?

Beliau menjawab: “oh di sana, di belakang Gedung ini” (sambil menunjuk ke arah gedung pusat/utama).

Sebelum bergegas ke gedung yang ditunjuk, saya sempatkan Selfie tipis-tipis di depan tulisan LPMP MALUKU UTARA. Tulisan yang begitu besar dan tinggi, mungkin tinggi tulisan lebih tinggi daripada tinggi badan saya yang hanya 173 cm. Tulisan tersebut berada pas di depan gedung pusat/utama LPMP Maluku Utara. Tulisan yang menjadi ikon dan kebanggaan LPMP. Maka wajar jika setiap orang yang berkunjung ke tempat ini jadi ingin mengambil foto di depan tulisan yang “Super Jumbo” ini.

Akhirnya saya melaju ke arah yang ditunjuk petugas tadi, setelah beberapa menit baru terdengar suara sayup-sayup. Semakin mendekat semkain terdengar dan terlhat 2 orang yang duduk di luar ruangan. Saya bertanya tentang tim rombongan dari PPPPTK PKn dan IPS (P4TK PKn dan IPS). Beliau lalu menunjukkan arah dan membawa tas koperku hingga ke gedung/asrama tempat Narasumber. Sengaja saya tidak melihat ke dalam ruang pelatihan (baca: TOT, Training of Trainer) IN K-13 Kepala Sekolah, meski secara feeling bahwa di ruangan itu terdapat narasumber yang tidak lain adalah timku, yakni Bapak Kadis, S.Pd., M.Pd., salah satu Widyaiswara P4TK PKn dan IPS. Pak Kadis bersama tim adminstrasi telah datang 1 hari sebelumnya, yakni pada Kamis, 24 Mei 2018. Bertemulah saya dengan 3 tim administrasi dari kantor, yakni Mas Budi, Mas Yudi Junaedi, dan Pak Heri.

Sebenarnya kami berlima satu tim, 3 orang bagian administrasi dan 2 orang narasumber. Tim Adminstrasi akan bertugas mengurus segala keperluan peserta TOT, akomodasi, penginapan, sertifikat, dll. Sedangkan Tim Narasumber berarti tenaga akademik yang mengisi TOT selama 6 hari dengan pola 52 JP (Jam Pelajaran) yang berlangsung sejak 25 s.d. 30 Mei 2018. Peserta TOT adalah para Kepala Sekolah pilihan yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan Kabupaten dan Dinas Pendidikan Provinsi dengan kriteria tertentu dan nama dikirim ke LPMP sebagai lembaga mitra dari kantor kami. Mereka dilatih (baca: diTOT, Training of Trainer), jika lulus maka akan menjadi IN (Instruktur Nasional) Kurikulum 2013 untuk kepala sekolah sasaran di seluruh wilayah Provinsi Maluku Utara.

Kebetulan di tahun 2018 ini, kantor kami mendapat mandat dari Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) untuk membina, melatih, dan memonitoring dan evalusi (monev) pada wilayah mitra/binaan pada 3 provinsi, yakni Provinsi Bali, NTB, dan Maluku Utara. TONGKOL, mungkin satu kata yang paling pas selama pelatihan untuk melewati hari-hari di bulan Suci Ramdhan ini tentang menu lauk (baca: Ikan) utama berbuka dan Sahur. Saking besarnya Ikan Tongkol yang mengiringi kami dalam Berbuka dan Sahur sehingga agak sulit dibedakan dengan TUNA. Malah kok saya berfirasat itu Tuna. Karena kedua jenis ikan memang satu marga. Yang beda hanya sedikit warna kuning pada sirip Tuna. Saya kok teringat ketika tugas di Bima, NTB pada 2 bulan yang lalu. Menu harian adalah Tuna, bahkan ikut membakar Tuna dan langsung dimakan. Apalagi sempat bakar Tuna dan Cumi di tepi Pantai. Asyik sekali.

Gayungpun bersambut, kebetulan Si Orang “Ndeso” ini terlahir dan besar di Pesisir, yakni Pantai Camplong Sampang Madura, sehingga lidah ini malah kurang terbiasa jika bukan IKAN dan Sea Food. Pada hari ke-5 pagi, tepatnya Selasa, 29 Mei 2018. Setelah Sholat Shubuh, saya mencoba jalan-jalan pagi ke Pelabuhan Rum, Tidore. Setelah beberapa kilometer (km) berjalan, ternyata ada sepeda motor (baca: ojek) yang melintas sehingga saya stop (hentikan) agar bisa ikut ke Pelabuhan. Maklum berpacu dengan waktu karena sesi pagi pelatihan dimulai pukul 07.30 waktu setempat. Setelah turun dari ojek dengan membayar Rp5.000,00 langsung menuju dermaga pelabuhan. Beberapa orang langsung menyerbu dan bertanya atau menawarkan Speed Boat-nya untuk ke pelabuhan Bastiong Ternate. Saya jawab langsung bahwa tidak nyebrang, hanya ingin melihat-lihat pelabuhan di pagi hari.

Pelabuhan Rum, Tidore ini merupakan pelabuhan utama untuk penyeberangan menggunakan Speed Boat dan Kapal Fery. Rute pelabuhan ini hanya untuk menyeberang ke Pelabuhan Bastiong, Kota Ternate. Tiap pagi para pedagang lalu lalang membawa barang dagangannya dari Tidore ke Ternate dan sebaliknya dengan Speed Boat. Sementara jika membawa mobil dan barang yang lebih banyak atau besar bisa naik Fery.

KMP AENG MAS I. Nama kapal Fery ini membuat mata saya terbelalak dan sedikit kaget. Saya coba mendekat dan tentu mengambil gambar dengan latar tulisan kapal tersebut. Langsung lamunan saya teringat ke kapal Fery yang juga bernama KMP AENG MAS I yang melayani rute penyeberangan Kamal (Madura) ke Surabaya. Ternyata kapal yang dulu dipakai di Madura-Surabaya Jawa Timur sudah hijrah dan beroperasi di Ternate-Tidore, Maluku Utara. Memang setelah dioperasikan jembatan terpanjang di Indonesia, yakni Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Madura dengan Pulau Jawa maka banyak armada kapal Fery pada rute Kamal-Surabaya yang dipindah (baca: dioperasikan) di berbagai pelabuhan penyeberangan di tanah air.

Jadi, kapal Fery KMP AENG MAS I yang dulu menjadi kebanggaan warga Madura kini telah menjadi kapal kebanggaan warga Ternate dan Tidore. Kata “AENG” dalam bahasa Madura berarti “AIR”. Kata “AENG” pada nama kapal masih tetap tertulis “KMP AENG MAS I. Artinya, setiap warga Madura yang pernah menaiki kapal Fery tersebut akan langsung mengingat akan kapal tersebut meski sudah dipindah atau beroperasi di pelabuhan manapun di Nusantara. Sebelum kembali ke LPMP Maluku Utara sebagai tempat TOT sekaligus menginap, tidak lupa ambil dokumen (baca: Selfie). Hehehehe.

Ya sebagai dokumen pribadi bahwa sudah sampai di tempat ini. Pemandangan yang sangat Indah, jangan sampai dilewatkan. Pulau sekaligus Kota Ternate terlihat jelas dengan latar gunung yang gagah berdiri tegak. Terdapat PLTU dengan asap yang menyembul berwarna putih seolah-olah ikut mewarnai warna bukit/gunung yang hijau mengelilinginya. Terlihat Kapal Tongkang yang membawa batubara sedang menurunkan isinya ke bberapa Truk yang silih berganti. Seperti sulit bahkan selalu kurang untuk dilukiskan pemandangan di tempat tersebut. Subhanallah.

Sepanjang mata memandang atap-atap rumah dan gedung di Tidore dan Ternate ini maka yang terlihat hanya seng. Mungkin 99.9% atap di tempat ini menggunakan seng, meski dengan beberapa model. Hal ini hampir sama dengan rumah-rumah atau gedung-gedung di berbagai Provinsi di luar Pulau Jawa lainnya. Hanya sewaktu di pelabuhan Rum, Tidore, saya melihat satu rumah yang atapnya dari genting berbahan cor, bukan dari tanah liat.

Sekitar pukul 07.00 WIT, saya harus segera kembali ke lokasi penginapan, akhirnya ada bentor yang menurunkan seorang ibu yang lengkap dengan barang dagangannya, di antaranya terlihat pisang, daun, dan lain sebagainya. Langsung saja saya bilang ke Abang Bentor bahwa mau ikut ke LPMP. Ongkos saya bayar duluan ke Abang Bentor sebesar Rp10.000,00. Sesampai di depan pintu gerbang luar LPMP, saya minta turun. Tidak minta terus diantarkan masuk ke asrama. Dari luar gerbang saya berjalan menuju asrama LPMP Maluku Utara dan segera menyiapkan diri untuk melanjutkan TOT di hari kelima tersebut. (To be continued).

Kota Tidore Kepulauan, 29 Mei 2018/13 Ramadhan 1439 H

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

keren. Jadi ingin baca kelanjutannya

29 May
Balas

Mhn maaf, msh byk yg SALTIK. Bgitulah jo produk kejar tayang. Bersaing dng wkt ngisi TOT

30 May

Hehee.. Sdh baca tuntas nich???. Mhn ternyata msh byk redaksi yg blm pas (baca: salah, termasuk SALTIK). Maklum kejar tayang. Hehehee. Bersaing dgn wkt ngisi TOT

30 May
Balas



search

New Post