Ermawati

Profil Penulis: Penulis lahir di RS Jalan Agus Salim Jakarta Pusat, menempuh pendidikan dasar di Cibubur; dan SLTP di Gandaria, Jakarta Timur, d...

Selengkapnya
Navigasi Web
Asyiknya Kerokan

Asyiknya Kerokan

Semasa masih tinggal di Bandung, kebanyakan keluarga- paman dan bibi dari pihak ibu menyukai pengobatan tradisional ini untuk mengatasi setiap keluhan masuk angin, pusing, demam dan flu. Bahkan ketika pulang kampung ke Palembang (kampung Ayah) pun cara pengobatan yang unik ini kerap dilakukan. Pada dasarnya bagi mayoritas orang Indonesia, ritual “Kerokan” sudah dikenal betul. Kebiasaan ini biasanya dilaksanakan saat pasien sedang masuk angin. Ya.... walaupun kata masuk angin sendiri sebenarnya tidak ada dalam istilah kedokteran, Kemungkinan yang dimaksud dengan masuk angin adalah perasaan kembung/sebah yang dibarengi dengan kepala senut-senut tujuh keliling atau pusing dan mual kepingin muntah serta demam ringan yang diikuti ingus meleleh dari hidung karena pilek / flu .

Berdasarkan pengalaman empiris pribadi, penulis sudah pernah merasakan betapa asyiknya “Kerokan”. Hal itu terjadi ketika pada suatu moment yang berbahagia kami (berdua dengan suami) berbulan madu menuju ke ujung pulau Madura, yaitu kota Sumenep. Perjalanan yang baru pertama kali menempuh jarak yang amat jauh itu telah membuat penulis kelelahan, sehingga penulis mengalami panas tinggi disertai radang tenggorokan sehingga sampai serak dan nyaris kehilangan suara. Karena merasa kasihan pada menantu barunya maka atas inisiatif ibu mertua: Emak Salma, penulis dikerok di punggung, lengan bahu dan daerah seputar leher. Alhamdulillah sesudah dikerok badan terasa segar dan suara pun mulai keluar dari mulut. Tidak serak lagi.

Sambil mengerok Emak memberi petunjuk bahwa mengerok itu ada tehnik dan caranya. “Kerokan” harus dilaksanakan dengan benar. Alat kerokan baik berupa Coin atau tanduk yang digunakan harus tumpul dan halus. Sedangkan tekanan tangan saat mengerok harus cukup kuat namun tarikannya dilaksanakan perlahan-lahan saja, namanya secara langsam. Area proses “Kerokan” pada bagian punggung sebaiknya dilaksanakan di sendi-sendi dekat tulang, Jangan di tulangnya. Nah!. Ketika memulai “Kerokan” arahnya dimulai dari atas ke bawah. Boleh juga sih kalau mau mengerok di bagian leher, lengan, dada, perut, dan sekitar kaki. Setelah selesai, usap bagian punggung menggunakan minyak angin agar badan terasa hangat. Hindari atau jangan langsung mandi dulu segera setelah “Kerokan”. Melainkan makanlah nasi dan lauk-pauknya atau minumlah teh manis hangat dulu, lalu Tidurlah. Gunakan selimut tebal menutupi seluruh tubuh mu sampai keringatan.

Berbanding terbalik dengan pengalaman “Kerokan” bersama ibu mertua itu, penulis pernah mengalami “Kerokan” traumatis. Kejadiannya saat penulis dalam kondisi masih gadis muda yang baru memasuki usia kerja, penulis demam saat sedang bertugas. Alkisah ada seorang gadis keturunan Belanda, namanya Suster Mary. Ia adalah seorang perawat cantik di klinik tempat penulis mengabdi sebagai Asisten Apotheker. Ia menawarkan alternatif tambahan yaitu melakukan ritual “Kerokan” kepadaku dari pada hanya meminum obat turun panas saja. Penulis setuju karena kondisi tubuh yang sedang menurun atau ngedrop, membutuhkan penanganan segera agar cepat pulih dan dapat bekerja kembali . Suster cantik ini menggunakan sendok dan mulai menggoreskannya kesana kemari, namun dengan arah tarikan coin yang serampangan/tanpa arah yang jelas.

Maaak!, Perawat nan baik itu rupanya tak tahu caranya mengerok, karena setelahnya penulis merasakan pada sekujur tubuh perasaan sakit tak tertahankan. Tapi apa mau dikata karena nasi sudah menjadi bubur (gak mungkin lah nolak), keinginan penulis ingin sembuh sudah sangat memuncak. Ya sudah, ditahan saja sampai ritual “Kerokan” berakhir. Benar saja..... bukan cuma pusingnya hilang tetapi perasaan menggigil karena demam pun mereda secepat kilat. Satu hal yang masih kuingat adalah bekas “Kerokan”nya masih menimbulkan rasa perih dan membuat trauma.

Pengalaman lain terjadi setelah penulis menamatkan Kuliah dan bekerja sebagai guru di sebuah lembaga pendidikan. Ternyata tak dinyana dan tak diduga walaupun sudah sarjana tetapi beberapa teman guru banyak juga yang suka dengan tradisi “Kerokan”. Bu Ummu, Sang Wakil Kepala Sekolah pernah berujar:

" Saya mah kalau pusing dan demam, belum sembuh kalau belum di kerok." Demikian pernyataan guru Bahasa Indonesia senior yang gesit dan lincah, saat penulis menanyakan alasannya menyukai “Kerokan”.

Bu Evi , guru olahraga di sekolah kami pun demikian keranjingan akan “Kerokan”. Kebayang deh dia mengajar olahraga dari jam pertama sampai jam ke-enam. Berpanas-panas ria dilapangan. Pusing karena radiasi panas matahari yang makin siang makin menyengat membuat nya kerap kepayahan. Alih-alih meminum obat ternyata yang dicarinya adalah sahabat. alasannya karena “Kerokan” sahabat itu enak bingits. Setelah “Kerokan”, ia bisa tidur lelap sebentar di ruang UKS dengan ditemani guru-guru Bimbingan Konseling. Kemudian pulang kerumah mengendarai motor dalam keadaan sudah segar kembali.

Pernah dengar ibu hamil sembuh dari mual karena ngidamnya setelah “Kerokan”, silahkan tanya sama Bu Imma, Guru Matematika. Walaupun ada rumor bahwa ibu hamil yang memaksakan diri untuk tetap mengalami “Kerokan” dapat menimbulkan masalah terjadinya kontraksi dini, bayi prematur serta meningkatnya resiko terinfeksi oleh kuman penyakit. Tetapi menurut penulis itu terlalu lebay, karena persahabatan penulis dengan Bu Imma terjalin sejak peristiwa “Kerokan” bersejarah di kehamilan putranya yang ketiga. Anaknya tampan dan sehat-sehat saja.

Mekanisme kerja “Kerokan” cukup sederhana, yakni membuat peradangan pada kulit ari yang menekan kulit jangat sehingga mengakibatkan melebarnya pembuluh darah. Dengan dikerok, terjadilah pelebaran pembuluh darah yang akan melancarkan aliran darah. Pada saat darah lancar membawa oksigen dan sari-sari makanan ke pelosok jaringan tubuh, terjadilah pembakaran yang sempurna. Membebaskan Energi dan Gas Kentut. Karbondioksida namanya. Gas buangan yang sudah tidak dibutuhkan tubuh, dibawa kembali oleh kapiler darah ke jantung untuk di tukar dengan darah bersih di paru-paru. Sehingga tubuh menjadi hangat, tak menyisakan angin.

Hebat kan? Kalau pembakaran berlangsung sempurna maka pertumbuhan dan perkembangan tubuh berlangsung pesat, keseimbangan tubuh terjaga (keadaan homeostatika). Maka kita jadi sehat dan cepat besar juga pintar. Namun apabila pembakaran dalam tubuh tidak sempurna karena aliran darah tersendat-sendat, maka oksigen tidak habis terbakar jadi mubazir. Belum lagi Karbondioksida yang terperangkap dijaringan organ-organ tubuh bagian dalam maupun otot dan kulit tidak bisa di buang.

Pasca “Kerokan” didapatkan menurunnya kadar penyebab rasa nyeri, dan meningkatnya kelenjar penyebab rasa nyaman. berkurangnya nyeri otot, badan terasa segar dan nyaman, rasa sakit hilang, tubuh menjadi lebih segar, dan Hidup semakin bersemangat.

Prinsip kerja “Kerokan” tak beda jauh dengan “accupuntur” yang menancapkan jarum dalam tubuh. Prinsip “Kerokan” adalah meningkatkan temperatur dan energi pada tubuh. Peningkatan energi ini dilakukan melalui perangsangan pada kulit. Dengan cara ini, saraf-saraf penerima rangsang di otak akan menyampaikan rangsangan yang menimbulkan efek memperbaiki organ pada titik-titik meridian tubuh. Nah, pada gilirannya, arus darah di tubuh yang lancar akan menyebabkan pertahanan tubuh juga meningkat.

“Gak kebayang kan?”

“Penderita masuk angin membuntal kentut nya kemana-mana?”,

“ Ha Ha Ha. Jorok sekali”

Sekedar catatan, “Kerokan” tidak menyembuhkan, Apabila penderitaan pasien bukan semata karena pegal-pegal, pusing dan demam biasa. Penulis menganjurkan untuk meminta pertolongan medis apabila pasca “Kerokan” tidak terjadi perubahan yang signifikan kearah positif dalam arti sembuh.

Pernah mendengar ada pasien yang menderita angin duduk lalu meninggal setelah “Kerokan”?. Banyak orang yang menganggap angin duduk sebagai masuk angin biasa. Di dalam dunia medis, istilah angin duduk mengarah pada penyakit jantung yang disebut Sindroma Koroner Akut disingkat SKA.

SKA adalah salah satu manifestasi klinis dari Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. Gejalanya meliputi: Rasa nyeri di dada, keringat dingin, perut kembung, ulu hati bagaikan ditusuk-tusuk sembilu, dan mual seperti ingin muntah,

Waspadalah bila diminta mengerok pasien yang masuk angin tetapi wajahnya sangat pucat hampir seperti mayat. Lebih baik bawa saja ke Rumah Sakit agar mendapat penanganan Gawat Darurat. Asyiknya “kerokan” bisa menjadi malapetaka besar.

Salam Sehat

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Hahahaha.... Bu Erma bisa aja. Emang sih.... Saya pun kalau ga dikerok ga akan sehat betul. Walaupun sudah minum obat-obatan . Tapi kalu belum dikerok, bawaannya tidur melulu. Alhamdulillah, kalau sudah dikerok, keliyengan juga hilang dan badan jadi enteng. Tapi juga Saya hati-hati. Khawatir ada penyakit jantung. Sampai sekarang memang hanya kerokan yang membuat Saya bugar kalu lagi sakit.

31 May
Balas

Benar sekali Pak Azrul. Salam sehat selalu!

31 May
Balas



search

New Post