#Tantangan Menulis 30 hari

Hari ke 2

Seorang teman karib menghampiri meja kerja kita dan memungut sebatang pensil yang patah.

Pintanya, “bolehkan aku pinjam ini?”. Kita yang sedang sibuk hanya menoleh sekilas lalu menjawab:”ambil saja…”

Setelah itu kita lupa akan kejadian itu selamanya…

Padahal bagi teman yang mengambil pensil patah itu amat berharga bagi penyelesaian pekerjaannya.

Tahukah? Bagaimana “rasa sebuah ketulusan? Setiap dari kita pernah memberikan sesuatu dengan tulus murni. Namun tidak banyak yang mampu memahaminya. Karena ketulusan bukanlah “rasa” apalagi untuk dirasa-rasakan. Ketulusan adalah rasa yang tidak terasa, sebagaimana kita menilakan teman mengambil pensil patah itu. Tiada setitikpun keberatan. Tiada setitikpun permintaan terima kasih tiada setitikpun rasa berjasa. Semuanya lenyap dalam ketulusan.

Sayangnya tidak mudah bagi kita untuk memandang dunia itu seperti pensil patah. Sehingga selalu ada rasa keberatan atau berjasa saat kita saling berbagi. Sayangnya, tidak mudah pula untuk bersibuk-sibuk pada keadaan diri sendiri, sehingga pensil patahpun bagaikan pena emas. Jangan ingat-ingat perbuatan baik kita. Kebaikan yang kita letakkan dalam ingatan bagaikan debu yang tertiup angin. Biarlah Tuhan yang menyimpannya dalam catatan abadi. Itulah rasa sebuah ketulusan.