Selapanan, Bentuk Nyata Kemandirian Warga
Musyawarah untuk mufakat, adalah kekuatan besar dan sakral, karena menjadi pegangan utama dalam menyelesaikan berbagai permasalahan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara dengan segala aspeknya.
Itu duluuu, kini sebaris kalimat itu sudah tidak lagi populer, pergeseran pandangan dan asas serta orientasi politik di level atas telah mengubah tatanan kehidupan sebagian besar masyarakat. Pola pergaulan antar warga juga berubah, atau setidaknya bergeser, dari kebiasaan lama dan sudah menjadi tradisi, ke pola pergaulan yang katanya modern.
Istilah musyawarah tak lagi baku, tergantikan oleh rapat, koordinasi, seminar, dan entah apa lagi yang nyaris semuanya berakar pada bahasa asing. Apalagi jika penyelenggaranya instansi, bahasa formalnya hampir pasti menggunakan istilah yang maksudnya merupakan sinonim dari musyawarah. Meskipun tidak semua, karena masih ada even organisasi besar seperti partai atau ormas yang menggunakannya, ada Munas, Musda, Musrenbang atau mus mus lain yang saya tidak tahu (karena kepicikan saya tentunya)
Eh, musyawarah juga bahasa asing, ya, kan?
Iya sih, tapi kan...???
Dialog khas -sekelompok atau dua kaum fanatik- yang konyol sebenarnya, ketika membahas esensi dari salah satu aspek budaya yang sudah mengakar kemudian dikaitkan dengan sentimen asal usul entitas suatu bangsa dan kelompok masyarakat tertentu. Kita semua sudah sepakat bahwa musyawarah adalah salah satu budaya bangsa kita yang sudah menjadi tradisi, bukan hanya prosesnya, tetapi termasuk juga istilahnya, sudah bersenyawa kalau diibaratkan dengan proses fisik dan kimia.
Dari sekian kali berpindah dan menetap di berbagai wilayah dengan latar belakang masyarakat yang berbeda dalam waktu yang cukup lama untuk dapat memahami pola kehidupannya, yang dapat saya pelajari dan pahami adalah bahwa sebenarnya hingga hari ini yang disebut musyawarah untuk mufakat itu masih berjalan di tingkat bawah, di level akar rumput.
Di semua daerah yang pernah saya tempati selalu ada kegiatan berkumpul bulanan rutin yang sifatnya semi formal dan wajib diikuti oleh semua kepala keluarga atau wakilnya. Kegiatannya seringkali disebut Rapat RT, atau selapanan kalau di kampung-kampung di Jawa, dilaksanakan setiap 35 hari (selapan) sekali.
Saya sebut semi formal karena lembaganya sudah diformalkan dengan sebutan RT (Rukun Tetangga). RT itu kalau kita cermati sebenarnya bukan bagian hierarkis dari lembaga politik (negara), namun keberadaannya selalu diperhitungkan dalam setiap kepentingan negara (dan pemerintahan).
Dalam kegiatan itu selalu dibicarakan berbagai permasalan yang dalam keseharian mempengaruhi hubungan antara warga yang satu dengan warga yang lain. Tujuannya adalah agar harmonisasi di lingkungan kampung dapat terjaga, semua warga merasakan kenyamanan yang sama.
Selain itu juga dibicarakan bagaimana mengelola perekonomian, agar warga memiki sumber produktif sebagai alternatif di samping sumber nafkah utamanya. Ada iuran, tabungan, sosial dan sebagainya. Sebagai contoh, di lingkungan kami, omzet perputaran uang jimpitan dalam waktu 10 bulan mencapai Rp 45 juta, di sebelah bahkan mencapai Rp 100 juta. Dii tempat lain pastinya ada yang jauh lebih besar lagi.
Adakah peran pemerintah maupun lembaga swasta dalam lembaga Rt ini ? Nihil. Jadi, sebenarnya bangsa kita susud memiliki budaya yang positif dalam rangka menjaga persatuan dan kesatuan, hanya karena kepwntingan orang-orang serakah dan gila kekuasaan saja hingga sekarang ini terjadi polarisasi, perpecahan karena perbedaan afiliasi dan pandangan politik / dan atau ekonomi.
So, mari sudahi sikap permusuhan saat ada even politik, usahlah terlalu fanatik pada pilihan kita, toh keberpihakan mereka di atas sana terhadap para akar rumput itu jauuuhh dari harapan kita. Sikap kritis kita perlukan saat mereka sudah mendapat yang diinginkannya, agar mereka tetap terjaga dengan amanah yang diembannya.
Klimbungan, 202204240203
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Selapanan adalah kegiatan yang menarik. Warga dapat lebih intens berkegiatan sekaligus silaturrahim. Sip n jos Pak
Tull...modal sosial yang sangat vesar untuk menjadi bangsa yang kuat sebenarnya... terima kasih untuk setia membacanya..josss selalu n berkah
Mantap ulasannya. Musyawarah, gotong royong yang mulai terpinggirkan. Semoga bangsa ini tidak kehilangan jatidirinya. Salam sehat dan sukses selalu Pak.
Wa'alaikasaalam Bu Nanik, sehat dan sukses juga buat Bu Nanik, semoga masih bisa menikmati suasana gotong royong, minimal di Gurusiana ini...