Navigasi Web
Namaku Mawar

Namaku Mawar

Baru-baru ini kembali publik di tanah air dikejutkan dengan pemberitaan tentang prostitusi. Kali ini bukan sembarang prostitusi biasa, namun melibatkan sejumlah artis.

Tidak hanya terhenyak, namun kita dibuat melongo melihat realita ini. Bukan hanya, "...oh si artis VA itu pelakunya ya," atau "...ihh nggak nyangka ya ternyaa artis VA itu bla bla bla...". Namun kita akhirnya juga tahu rahasia berapa nominal yang harus ditebus untuk praktik prostitusi yang melibatkan artis itu.

Disini kita tidak hanya bicara soal moral dan nominal, sebab keduanya dapat bersifat relatif. Selayaknya seorang yang terjebak dalam ruang dan waktu yang salah, sehingga dapat membuat seseorang yang bermoral baik dapat berbalik berubah menjadi jelek. Demikian pula sebaliknya.

Sedangkan status sosial yang kelihatan berkecukupan ternyata tidak serta merta membuat mereka benar-benar cukup. Buktinya, seorang artis, tokoh alim masyarakat, bahkan sampai pejabat sampai-sampai dibelain untuk terus mencari keuntungan. Walaupun itu berasal dari jalur yang non prosedural. Hemmm...intinya ternyata mereka masih miskin...

Kemudian apa yang harus kita sikapi berkaitan tentang tren ini?

Mari kita mulai saja dari keluarga kita masing-masing. Kita tanamkan agama sedini mungkin. Moralitas dasar kita teguhkan. Awasi pergaulan putra dan putri kita. Dan harmonisasi keluarga kita jaga dengan baik. Keluarga harus dapat menjadi panutan bagi anak kita.

Berbagai contoh kenyataan prostitusi terjadi akibat kondisi keluarga yang tidak harmonis. Akhirnya setelah mereka menemukan lingkungan pergaulan yang dianggapnya cocok, berpotensi untuk merubah mereka menjadi seperti kondisi itu. Coba bayangkan jika lingkungan pergaulan mereka ternyata yang tidak baik. Hancurlah dasar-dasar positif yang sudah kita tanamkan kepada mereka.

Kita tidak ingin bermunculan "VA"yang lain. Atau "Mawar", "Melati" yang lain yang muncul di layar kaca dengan dandanan ala pesta topeng, dengan ditambah efek suara yang "cempreng". Kemudian mereka duduk dengan santainya untuk "dikorek" pengalaman mereka selama di dunia "hitam". Lebih tepatnya dikorek sih, buat kepentingan mendongkrak rating acara mereka.

Namun yang masih menjadi pertanyaan saya dari dulu adalah, kenapa kok para pelaku dunia "hitam" itu dalam dunia jurnalistik sering dikait-kaitkan dengan nama yang justru harum. Lebih tepatnya yaitu nama bunga. Sebut saja namanya Mawar, Melati, Anggrek....

Saya tidak paham, mungkin juga anda. Yang pasti jangan sampai generasi penerus kita diberi nama panggilan seperti itu, dalam konotasi yang lain tentunya...

oh betapa gemblung-nya drama di dunia ini ...

Ungaran, 12 januari 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post