79. Murid Kesayangan

Namanya Ryo, murid kelas 6 yang terkenal santun dan banyak teman. Teman-temannya bilang ia seperti orang Cina karena kulitnya putih bersih dan matanya agak sipit. Rupanya itu keturunan ayahnya yang asli Jepang. Tubuhnya tinggi tegap, tapi agak gempal. Setiap hari ada saja teman atau guru yang dibantunya. Terkadang ia membantu temannya yang kesulitan mengerjakan PR, merapikan meja temannya yang berantakan, atau sekadar meminjamkan alat tulisnya. Meski jarang ada yang kembali ke tangannya, ia tak pernah marah. Menurutnya, menolong itu harus ikhlas. Ia sering kali bercerita kepadaku tentang apa saja setiap kali menunggu jemputan saat pulang sekolah. Biasanya ia akan duduk di samping mejaku sambil menungguku selesai mengoreksi ulangan atau menyelesaikan pekerjaan lain.

Beberapa hari yang lalu Ryo bercerita kalau ia baru pulang dari Jepang menemui ayah dan oma opanya. Ia terlihat sangat bahagia. Ia bercerita tentang keindahan negeri sakura itu. Bahkan ia mengajakku untuk ke sana suatu saat nanti. “Bu Guru sudah pernah ke Jepang belum? Kapan-kapan aku ajak ke sana, ya?” ucap Ryo sangat antusias. Aku mengaminkan dalam hati.

Hari ini sebelum pulang sekolah, aku berniat menyelesaikan koreksian ulangan bahasa Indonesia yang sudah tertunda beberapa minggu ini. Kubuka satu persatu lembar ulangan murid-murid hingga kubaca nama yang tertera di lembar terakhir, Ryo. Tulisannya sangat rapi. Saat kuperiksa, tak ada satu kesalahan pun dalam jawaban yang ditulisnya. Kutuliskan nilai 100 dipojok kanan atas dengan menambahkan tanda3 bintang dan parafku. Aku tersenyum. “Ryo, ini ulanganmu, Nak!” Selamat, ya, nilai sempurna,” ucapku sambil menengok ke arahnya. Tak ada jawaban. Tanganku gemetar memegang lembar ulangan itu. Mataku terpaku menatap bangku kosong tempatnya biasa berceloteh di sampingku sambil menungguiku bekerja. Tak terasa mataku basah , semakin lama tak kuasa lagi aku membendung air mataku. Baru kemarin ia pergi untuk selamanya menghadap Sang Pencipta.