Lutvi Aprilian Wulandari

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

68. Telepon Pertama

68. Telepon Pertama

Sejak pagi aku selalu memantau chat di grup WA. Khususnya di obrolan emak-emak kamar 14. Ini adalah nomor kamar anakku di pesantren. Padahal jadwal meneleponku hari ini masih 2 jam lagi. Aku hanya khawatir kalau-kalau ada perubahan jadwal. Begitu pula dengan suamiku. Ia sudah bersiap dan menyuruhku untuk mempercepat acara memasak dan stanby dengan gawai supaya tidak terlewat jadwal menelepon. Maklum, ini adalah telepon perdana kami setelah seminggu berlalu sejak anakku mulai masuk pesantren.

Meski baru seminggu berpisah, rasanya sudah tak sabar ingin mendengar kabar dari putriku secara langsung. Padahal Ustadzah Sri, wali asrama putriku selalu mengirimkan foto-foto kegiatan secara rutin melalui WA grup. Ternyata saat menyimak obrolan di grup, emak-emak yang lain pun punya perasaan yang sama. Mereka pun tak sabar dan merasa dag dig dug menunggu giliran menelepon.

Memang aturan dari pesantren, kami hanya diperbolehkan menelepon seminggu sekali. Itupun hanya melalui telepon biasa, bukan video call. Mungkin untuk membiasakan putri kami agar lebih kuat dan mandiri serta tidak mudah terbawa perasaan jika berkomunikasi melalui video call.

Pukul 09.00 WIB tibalah giliranku menelepon. Alhamdulillah, putriku sendiri yang langsung mengangkatnya. "Assalamu'alaikum, Mama sama ayah lagi ngapain?' sapanya di ujung sana. Ada suara bergetar menahan haru dari nada suaranya. Mungkin karena sudah ada teman-temannya yang lebih dulu menelepon dan sebagian besar dari mereka menangis. Kami maklum sekali, ini pertama kalinya mereka berbincang dengan ayah bunda setelah seminggu berpisah. Pasti ada rasa rindu yang teramat sangat.

Mendengar suara putriku, ada berbagai perasaan yang bercampur aduk dalam hatiku. Ada rasa bahagia, haru, dan juga sedikit kekhawatiran. Aku khawatir jika putriku mengeluh tak kerasan dan tiba-tiba minta pulang. Tapi, alhamdulillah, tak ada keluhan apapun yang ia sampaikan. Bahkan dia bilang kalau banyak makan di pesantren. Obrolan kami pun mengalir begitu saja. Dia banyak bercerita tentang kegiatan dan juga teman-teman sekamarnya. Alhamdulillah, lega rasanya.

Di tengah obrolah, tiba-tiba dia meminta dikirimi foto keluarga untuk dipasang di dompet. Duh, anakku, bundamu ini jadi terharu. Sabar, ya, Nak! Inshaallah segera dikirm fotonya. Mungkin dia rindu karena nanti baru bisa berjumpa lagi dengan kami setelah pertengahan semester atau sekitar 3 bulan lagi. Tak apa, inshaallah putriku anak yang kuat dan semangat belajar. Dia pasti bisa melewati semuanya dengan baik.

Alhamdulillah, kami mendapatkan giliran 2 kali menelepon hari ini. Pada giliran menelepon yang kedua dia sudah lebih ceria dan banyak bercerita tentang berbagai kegiatannya di sana. Tetap semangat, ya, Nak!.

Kami selalu mendoakan agar putriku dan juga para santri serta guru-guru di sana diberikan kesehatan dan perlindungan oleh Allah SWT. Aaamiin.

Depok, 1 Agustus 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post