SKENARIO ALLAH
Jujur aku tidak mengerti dengan perlakuan nenek kepada kami, anak-anak dan cucu-cucunya. Dalam hal apa pun nyata sekali perbedaannya. Bulik Roh adalah putri kesayangan nenek. Begitu juga dengan Ida dan Tofa. Mereka cucu kebanggaan nenek.
Untuk bulik Roh dibangunkannya rumah yang mewah lengkap dengan perabotannya. Apa pun yang diminta Ida dan Tofa selalu dikabulkan. Sedangkan untuk ibuku, dibangunkan pula rumah megah berdinding bambu berlantai semen kasar.
"Bunda, kenapa sih nenek bersikap begitu sama kita?" Tanyaku pada bunda di suatu malam.
"Sudahlah, Sayang...nenek itu sebenarnya sangat sayang sama kita, cuma caranya saja yang beda," jawab bunda dengan senyum cantiknya.
"Wiik, ikut aku naik motor baruku, yuk...nanti aku traktir bakso deh..." tiba-tiba Ida sudah di depan kamarku. Wajah cantiknya selalu membuatku iri.
"Motormu baru?"
"Iyaaaa...dibelikan nenek barusan."
"Wah, asyik dong," kataku menyembunyikan rasa kecewa yang tiba-tiba menghimpit.
Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya Ida berceloteh riang dan akhirnya akunpun terbawa juga. Sesampainya di warung baso, aku segera pesan porsi jumbo meski Ida belum menawariku.
"Ayo pesan semaumu, uangku masih lebih kok. Kalau habis kan tinggal minta sama nenek. Iya, kan?"katanya sumringah. Aku cuma menjawabnya dengan senyuman.
Yah. Meskipun perlakuan nenek kepada kami tidak sama tapi aku sangat menyayangi Ida, sepupuku yang cantik itu. Usia kami hanya terpaut satu bulan, sehingga selain bersaudara kami juga bersahabat.
Sifat kami jauh berbeda. Ida periang sedangkan aku pendiam bahkan suka minder kalau bergaul dengan orang lain.
Malam itu aku sangat terpukul dengan kabar dari Ida bahwa tanah nenek yang di seberang jalan raya sudah diaktakan atas nama bilik Roh, ibunya. Padahal baru tadi siang Ida dan Tofa dapat motor baru dari nenek. Hampir saja aku menangis di depan Ida.
"Ga perlu nangis, Sayang...kebanyakan harta juga bikin pusing loh. Tiap hari harus mikir gimana menjaganya dan dipakai untuk apa. Enakan kita, ga perlu banyak pikiran. Iya, kan?"
"Ah, bunda...selalu begitu jawabnya," isakku.
"Lagian bulik Roh lebih membutuhkan harta itu dibanding ibu dan Kamu. Percayalah, Allah lebih tahu apa nya jg ditentukan-Nya. Sabar ya,bisa yang..," hibur bunda.
Tengah asyik-asyiknya aku dan Ida bergurau di kamar, tiba-tiba kepala dusun mengabari kalau bulik Roh pingsan saat di Posyandu, dan sekarang sudah dilarikan ke RDUD. Ida langsung menjerit.
"Budeee...!" Jerit Ida seraya memeluk bunda.
"Sabar ya, Nak...InsyaAllah ibumu baik-baik saja," hibur bunda yang jelas sekali tidak bisa menyembunyikan kesedihannya.
Ternyata hasil diagnosa dokter, bulik Roh mengidap kanker otak stadium lanjut. Mendengar kabar itu, nenek pingsan. Dan yang lebih menyedihkan lagi, nenek terserang stroke.
Ya Allah, mengapa cobaan ini beruntun? Apa rahasia-Mu sesungguhnya?
#Berdasarkan_kisah_nyata
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Wow..kisah yang seru...ditunggu lsnjutannya....Salam literasi dan salam kenal...
Salam kenal balik, Mba
PENULIS YANG BAIK SUKA KERJA KERAS MERAIH KESUKSES AN.
Makasih, Pak. Mohon kritiknya ya...maklum, pendatang baru...hehe
Salam kenal balik, Mbak.. Terima kasih apresiasinya ya...