ANTARA ISTANA EMAS UNTUK IBU DAN KASIH SAYANGNYA
Diriwayatkan dari Muawiyah bin Jahimah as-Salami, ia berkata bahwa Jahimah pernah datang menemui Rasulullah lalu bersabda, "Wahai Rasulullah, aku ingin pergi jihat,badan sungguh aku datang kepadamu untuk meminta pendapatmu." Beliau berkata," Apakah Engkau masih mempunyai ibu?" Ia menjawab, "Ya, masih." Beliau bersabda,"Hendaklah Engkau berbakti kepadanya karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua kakinya." (HR. An-Nasai)
Tanggal 22 Desember diresmikan sebagai Hari Ibu oleh Presiden Soekarno di bawah Dekrit Presiden No. 316 tahun 1953, pada ulang tahun ke-25 Konggres Perempuan Indonesia 1928. Tanggal tersebut dipilih untuk merayakan semangat wanita Indonesia dan untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara.
Islam tidak memilih hari dan tanggal tertentu untuk peringatan hari ibu karena Islam menjadikan setiap hari di mana anak wajib memuliakan ibunya. Namun demikian, penetapan hari ibu adalah bentuk penghargaan atas jasa seorang ibu juga memotivasi agar kita senantiasa memuliakannya.
Berbicara tentang ibu, kita pasti teringat syair lagu anak-anak:
Sembilan bulan ibu mengandung dan melahirkkan kita ke dunia. Siang dan malam ibu menyusui, tiada merasa lelah dan letih. Kasih sayangnya, cinta kasihnya, sepanjang masa. Surga di telapak kaki ibu, tak terbalas emas permata.
Allah SWT mengingatkan kita akan betapa besarnya pengorbanan seorang ibu, sehingga Allah mewajibkan anak untuk bersyukur kepada ibu dan bapaknya. Allah SWT berfirman, "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKulah kembali mu."(QS. Luqman: 14).
Sungguh apa yang telah dilakukan ibu dan bapak adalah pengorbanan besar yang tak terbalaskan.
Diriwayatkan dari Abi Burdah, ia melihat seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka'bah sambil menggendong ibunya dibpunggungnya sambil bersenandung, "Sesungguhnya aku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh. Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari." Lalu orang Yaman itu bertanya, " Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya? " ibnu Umar menjawab, "Tidak, walaupun (dibandingkan dengan) satu tarikan nafas ketika melahirkan, " (Adabul Mufrad).
Dari sini kita ketahui bahwa Birrul Walifain (kebaktian anak kepada orang tuanya).bukanlah perilaku balas jasa, karena kebaktian seorang anak bagaimanapun baiknya tidaklah dapat membalas (impas) dengan yang telah dilakukan orang tuanya. Hal ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah SAW: " Seorang anak tidak dapat membalas (kebaikan ) kepada orang tuanya melainkan anak itu mendapatkan orang tuanya sebagai hamba sahaya lalu dia membelinya kemudian memerdekakannya." (HR. MUSLIM)
Dalam literatur fikih dijelaskan bahwa jika seorang anak membeli seorang budak yang mana ia adalah bapaknya, maka dengan sendirinya bapak tersebut menjadi merdeka tanpa harus dimerdekakan oleh anaknya. Intinya mustahil seorang anak dapat membalas kebaikan orang tuanya. Perbuatan mungkin sama tetapi keikhlasan dan doa yang kualitasnya berbeda.
Terdapat sebuah kisah di mana seorang pemuda masuk ICU karena kecelakaan yang menimpanya hingga dokter menyatakan bahwa tidak ada lagi harapan untuk sembuh. Mendengar hal ini ibunya hampir pingsan dan memohon kepada Allah agar anaknya selamat. Namun hingga hitungan bulan sang anak belum juga sembuh. Dan ibunya berdoa: "Ya Allah, sembukanlah anakku. Aku rela jika anggota badanku dapat ditukar dengan anggota badannya sehingga ia hidup sempurna tanpa cacat. Bahkan aku rela nyawaku sebagai gantinya. "
Setelah lima bulan akhirnya pemuda itu mulai membaik dan sembuh sepenuhnya hingga berumah tangga dan mempunyai anak. Di sisi lain, sang ibu semakin tua dan uzur.
Pada usia 75 tahun ibunya sakit dan harus dirawat inap di rumah sakit. Awalnya ia rajin menjenguk ibunya, namun seiring berlalunya waktu, semakin jarang ia menjenguk ibunya.
Suatu hari pihak rumah sakit mengajarinya bahwa kondisi ibunya makin memburuk. Melihat tak ada harapan lagi ia pun berdoa, " Ya Allah, sekiranya mati lebih baik untuk ibuku, aku rela dengan kepergiannya."
Di sinilah perbedaan ibu dan anak. Kesabaran, keikhlasan, dan doa yang dipanjatkan. Orang bijak mengatakan, satu ibu mampu membesarkan dan merawat 10 anak, tetapi 10 anak belum tentu mampu merawat seorang ibu.
Semoga Allah Al Bari, membuka hati dan pikiran kita untuk selalu berbakti kepada ibu dan bapak kita, dan selalu mendoakannya dengan hati yang tulus ikhlas. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kasih sayangNya kepada ibu dan bapak kita. Aamiin Ya Rabbal Alamin.
Kediri, 22 Desember 2018 (23.00 WIB).
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Sangat bermanfaat. Mksh Bu
Sama-sama, sahabatku