LUFTIA HANIK

Lahir di kota Wali Demak Jawa Tengah sebuah Kota Religius yang santun. Domisili di kota Semarang. Suami asal Malang. Berputra 2 anak, si sulung lulusan sarjana...

Selengkapnya
Navigasi Web
SAAT GURU MENJADI SEBUAH PILIHAN

SAAT GURU MENJADI SEBUAH PILIHAN

Konon profesi guru bukanlah menjadi sebuah pilihan dan kurang diminati. Gaji yang minim sehingga kesejahteraan kurang. Jenjang karier yang tidak jelas, lingkungan kerja yang bikin stres, dan masih rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Hal ini menyebabkan profesi ini hanya menjadi pilihan terakhir bagi kebanyakan orang.

Bukan tanpa alasan mengapa ketika itu aku tidak mau menjadi guru. Teringat saat aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) pada salah seorang guruku. Bu Ning begitulah aku memanggilnya. Beliau tergolong guru yang sabar dan disiplin. Pada suatu hari beliau tidak masuk mengajar hingga beberapa hari karena sakit. Sehingga aku bersama teman-teman membezuk ke rumahnya. Beliau tinggal di rumah sangat sederhana, berdinding bambu, lantainya masih berupa tanah, lingkungannya berbau tidak enak dan kondisi rumahnya berantakan. Sangat tidak layak untuk menjadi tempat hunian yang sehat. Kalau bekerja naik sepeda ontel yang sudah butut. Kala itu seorang anak kecil sepertiku sudah bisa melihat sendiri betapa profesi guru tidaklah sebanding dengan kemuliaan yang ia lakukan dengan membagikan ilmu kepada siswanya. Penghasilannya sebagai guru tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

Ada Bu Ning ada pula guru lain yang tak kalah menarik. Saat aku duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ada guru yang bernama pak Sardi. Di setiap selesai menjalankan tugasnya sebagai guru, beliau mempunyai pekerjaan sampingan yaitu ngojek. Pekerjaan sebagai tukang ojek ini dijalaninya untuk menambah kebutuhan keluarganya. Hampir setiap hari Pak Sardi mangkal di ujung jalan yang sering kulewati saat berangkat dan pulang sekolah. Awalnya aku agak sedikit heran dan kasihan dengan kondisi pak Sardi. Aku sempat menyampaikan keherananku tentang kondisi pak Sardi kepada ibuku. Namun ibu hanya tersenyum dan tidak menjawab dengan jelas. Itulah yang namanya kehidupan nak, demikian jawab ibu dengan lirih. Suatu saat kamu akan tahu kenapa gurumu melakukan hal itu, lanjut ibu sambil menepuk pundakku yang masih agak galau. Yang kuherankan, mengapa pak Sardi tidak malu menjadi tukang ojek padahal beliau seorang gruru yang dihormati siswanya di sekolah.

Aku juga teringat saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) pada guru matematikaku. Matematika merupakan pelajaran kesukaanku. Pak Har demikian panggilan akrabnya. Cara mengajar beliau agak berbeda dengan guru yang lain. Beliau sangat cerdas dan menguasai materi. Cara mengajaranya unik dan mengasyikkan. Meski saat mengajar agak galak, tetapi hampir sebagian siswa menyukai gayanya. Terkadang diselingi humor untuk mengurangi ketegangan. Beliau merupakan guru senior tetapi penampilannya selalu sederhana. Setiap berangkat mengajar, Pak Har naik sepeda biru kesayangannya yang antik. Saat beliau mengayuh, akan terdengar suara kreyot-kreyot sambil menebarkan senyum dan menyapa siapa saja yang beliau lewati.

Pak Har tinggal di lingkungan salah satu sekolah swasta di kotaku. Rumahnya sederhana. Setiap hari sepulang sekolah, pak Har memberikan les matematika untuk para siswanya. Karena kepiawaian mengajarnya dan menggunakan berbagai macam trik penyelesaian soal matematika, banyak yang tertarik les pada pak Har. Rumahnya selalu dipenuhi siswa yang hendak berguru pada beliau. Tarifnya pun tidak mahal, sekadar untuk mengganti uang rokok, karena pak Har seorang perokok berat. Dengan melihat para siswa mau datang belajar saja sudah membuatnya senang. Sungguh pengadian yang luar biasa. Pak Har memang membutuhkan tambahan namun dalam benakku, kasihan nasib pak Har kenapa guru sepandai beliau hanya menjadi seorang guru biasa. Bahkan untuk membeli rokokpun masih harus nyambi. Padahal para siswanya ada yang sudah sukses menjadi pedagang besar, pengusaha, pejabat bahkan ada yang menjadi Bankir. Tetapi pak Har cukup senang dan bangga melihat kesuksesan siswa-siswanya. Meski beliau termasuk orang nrimo, namun dedikasinya patut ditiru.

Dari kehidupan para guru yang memprihatinkan itulah, membuatku tidak melirik dan tertarik berprofesi sebagai guru. Tanggung jawabnya besar, namun kesejahteraannya tidak memadai. Sepertinya tidak ada perhatian dari pemerintah. Tugasnya mengajar dan mencerdaskan anak bangsa tanpa dipikirkan hal-hal lain. Saat ibu menyampaikan keinginannya supaya kelak aku menjadi guru, aku hanya terdiam membisu tanpa berani mengiyakannya. Yang terlintas di pikiranku, menjadi guru bukanlah profesi yang menjanjikan dan bisa membuat orang menjadi kaya. Selama aku duduk di bangku sekolah, aku tak pernah bermimpi untuk menjadi seorang guru. Bagiku, itu adalah profesi yang berada di urutan terbawah. Dan menjadi guru merupakan pilihan terakhir jikalau tidak mendapat pekerjaan. Hanya sebagai halusinasi belaka, tidak masuk nominasi. . Serta berbagai alasan lain kenapa tidak mau menjadi guru, tidak sesuai passion, salah memilih jurusan atau sekadar ikut-ikutan, tidak menyukai lingkungan pendidikan dan kurang menantang.

Selain alasan tersebut diatas, latar belakang pendidikanku pun memang tidak mencetak untuk menjadi guru. Aku menyelesaikan studi sarjana matematika di sebuah universitas negeri yang ternama di Jawa Tengah. Saat itu pemikiranku hanya simple aku ingin menjadi seorang yang ahli di bidang matematika. Ya...mungkin terlalu idealis. Saat aku duduk di bangku sekolah, aku memang gemar sekali dengan pelajaran matematika. Sejak di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan di Sekolah Menegah Atas (SMA). Nilai-nilaiku selalu bagus. Saking sukanya aku pada matematika, hampir setiap saat aku mengotak atik angka dan mencoba-coba mengerjakan berbagai macam latihan soal. Aku memang merasa selalu tertantang manakala aku belum berhasil memecahkan soal yang kuhadapi itu. Bahkan jika aku belum menemukan jawabannya, sampai larut malampun akan kulakukan meski aku sudak mengantuk. Terkadang kalau sudah tidak dapat menahan kantuk, akan terbawa dalam tidur. Hem…ada-ada saja ya. Pelajaran matematika menurut beberapa temanku saat itu dianggap pelajaran yang sulit dan menyebalkan. Namun tidak demikian denganku.

Dalam perjalananku saat duduk di bangku sekolah, kebetulan aku selalu dipertemukan dengan guru yang mengajar matematika menarik dan mengasyikkan. Saat di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), aku dipertemukan guru matematika yang agak berbeda cara mengajarnya. Beliau adalah guru senior dengan segudang pengalamannya. Beliau sangat tegas dan disiplin. Jika ada siswa yang tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) maka siswa tersebut akan diberi hukuman berdiri sepanjang pelajaran. Sebenarnya beliau berniat baik agar siswa rajin menyelesaikan tugas-tugas di rumah. Meski cara mengajarnya agak seram, namun cara menjelaskannya sangat gamblang dan mudah dipahami. Beliau sering menggunakan alat-alat peraga untuk materi ilmu ukur ruang. Jika siswa lain merasa tertekan di setiap kehadiran beliau, berbeda denganku yang malah menanti-nantikannya. Karena pasti akan ada ilmu baru yang akan kuperoleh dari beliau. Aku sangat menikmati cara dan gaya beliau mengajar. Nilai-nilaiku juga selalu bagus dan memuaskan.

Pada saat duduk di bangku SMA, aku masuk jurusan IPA. Saat itu jurusan IPA adalah jurusan favorit dan bergengsi di sekolahku. Untuk masuk di jurusan IPA persaingannya cukup ketat. Alhamdulillah aku berhasil masuk kedalamnya. Di jurusan IPA pun kembali aku dipertemukan guru matematika yang cara mengajarnya sangat unik. Guruku ini bernama Pak Har yang sangat cerdas. Jika beliau mengajar, hampir tidak pernah membawa buku kecuali jika ada ulangan karena beliau akan membawa buku absen / nilai.. Perawakan beliau kurus kecil berkaca mata tebal, sangat pas banget dengan tipical guru matematika. Beliau juga sering memberikan hafalan rumus matematika melalui jembatan keledai sehingga rumus itu menjadi mudah dihapalkan. Namun dengan gaya mengajar yang unik tersebut makin mempertebal rasa sukaku pada pelajaran matematika. Beliau bahkan sangat hapal dengan materi-materinya. Yang diulasnya selalu soal-soal Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Sejak dini para siswanya sudah dibiasakan dengan soal-soal tersebut. Hingga saat tes masuk UMPTN pun, menjadi sangat biasa bertemu dengan soal-soal tersebut. Selepas SMA aku memilih jurusan matematika. Dari awal pola pikirku memang seperti sudah tergiring untuk masuk jurusan tersebut. Kakak-kakakku mencoba mengarahkan aku untuk masuk jurusan lain, tetapi aku tidak mau. Entahlah aku begitu gandrung dengan pilihanku itu. Tetapi tidak demikian halnya ibuku. Beliau malah mendukung dan mengamininya. Ibuku berharap, kelak setelah menyelesaikan di bangku kuliah aku bisa menjadi guru matematika. Meski saat itu aku hanya tersenyum kecut mendengar keinginan ibuku, karena bukan itu niat dan tujuanku. Tetapi ternyata terbukti sekarang ini. Hmm sungguh luar biasa kekuatan doa seorang ibu.

Factor lain yang berkontribusi besar hingga aku menjadi guru adalah pekerjaan suamiku yang lulusan Sebuah Perguruan Tinggi Negeri Pelayaran di Semarang. Kondisi itu mengharuskanku untuk berpikir dua kali dalam memilih pekerjaan. Keberadaan suami yang tidak bisa setiap saat mendampingiku dan anak-anak. Setiap berlayar bisa 4 hingga 6 bulan di luar negeri. Nampaknya inilah profesi yang paling tepat untukku. Aku bisa bekerja namun aku juga bisa mendidik dan membimbing anak-anak. Pilihan menekuni sebagai guru ini selain didukung oleh ibuku, juga oleh suami dan keluargaku. Anak adalah harta yang tak ternilai harganya. Aku ingin bekerja tetapi aku juga ingin membesarkan anak-anak dengan selamat sesuai ajaran Islam. Aku tidak ingin salah mengasuh anak-anakku. Karena anak adalah titipan Yang Maha Kuasa, yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Nya. Akhirnya aku benar-benar memutuskan untuk terjun menjadi guru. Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Besar, telah memberikan petunjuk padaku kearah yang benar. Dan ini merupakan point penting yang menyadarkanku untuk mantap dan yakin menjadi guru. Sebagaimana diketahui bahwa ilmu yang bermanfaat adalah salah satu bekal manusia menuju akhirat. Jika seorang guru mengajarkan hal-hal yang baik kepada siswa kemudian mereka memanfaatkannya lalu mereka mengajarkannya kembali kepada orang lain. Sungguh amalan itu akan terus mengalir kepada guru tersebut. Barangkali inilah jalanku untuk menjadi seorang guru atas Ridlo Allah dan mengerjakannya dengan ikhlas. Tentu saja pilihan ini tidak akan kusia-siakan. Dan aku ingin menjadi guru yang benar-benar guru yaitu sebagai guru sejati dimana kehadirannya dinanti-nanti siswanya dan bermanfaat bagi siswa.

Karena pilihanku mulai mantap, maka selanjutnya akupun mengambil ijazah akta IV sebutan lain SIM mengajar guru. Semua kujalani dengan senang dan ikhlas. Alhamdulillah...aku tidak banyak menemui kesulitan yang berarti saat proses merintis menjadi guru. Kebetulan saat aku mengambil ijazah akta IV ada kelas akselerasi. Sebuah keberuntungan bagiku karena untuk menempuh akta IV itu hanya membutuhkan waktu 6 bulan saja. Padahal biasanya harus ditempuh selama 1 tahun. Dewi Fortuna memang sedang berpihak padaku, tak lama setelah aku menyelesaikan kuliah akta IV, aku diterima menjadi pegawai negeri dan ditempatkan di salah satu Sekolah Menengah Atas di kota Semarang di usia 35 tahun. Puji syukur tak henti-henti aku panjatkan kepada Nya. Dari situlah aku memulai babak baru kehidupanku menjadi seorang guru. Meski sebenarnya, di usia tersebut hampir terlambat menjadi guru, namun aku sangat bersyukur menerima kodar ini.

Setelah aku mulai menjalani profesiku, aku mulai berpikir-pikir. Ternyata menyandang profesi guru itu bukan hal ringan, tugas dan tanggung jawabnya sangat besar. Harus dapat menjaga nama diri, martabat, menjadi teladan sekitarnya. Harus mengabdi sepenuh hati. Menjadi panutan para siswanya. Karena guru tidak hanya mengajar dan mendidik siswanya tetapi juga harus dapat membentuk karakter sebagai bekal menjadi manusia seutuhnya di kemudian hari. Dimulai dari belajar membaca, menulis, sampai pada hal yang lebih kompleks. Sebuah profesi yang mulia karena berperan dalam proses pembangunan generasi muda bangsa Indonesia.

Bahkan menurut beberapa survey, kualitas guru di Indonesia juga masih di bawah negera berkembang lainnya. Konsep pendidikan di Indonesia mengajarkan lebih terpaku pada komunikasi satu arah, dari guru ke muridnya, sehingga acapkali siswa kurang mempunyai keberanian untuk berkomunikasi saat dihadapkan dengan situasi nyata. Belum lagi sering bergantinya kurikulum pendidikan di Indonesia, berganti pemerintahan, bisa dipastikan berganti pula sistem pendidikannya sehingga membingungkan para siswanya.

Akupun menyadari banyak saudara sebangsaku yang tidak dapat sepenuhnya mengenyam Pendidikan karena ketiadaan biaya. Khususnya di Indonesia Timur yang masih sangat terbelakang. Jangankan untuk biaya sekolah, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja pas-pasan. Aku sadar kondisi ini tak bisa dibiarkan terus berlarut, entah mau menjadi apa bangsa ini jika pendidikan, sebagai pilar utama bangsa saja tidak mendapatkan perhatian serius. Pendidikan memang mahal. Tidaklah murah untuk mendapatkan pendidikan bagus di Indonesia.

Namun disisi lain, penghargaan masyarakat kepada seorang guru itu sebenarnya tinggi meskipun kadang masih ada yang menganggap sebelah mata profesi ini. Serendah apapun kelas seorang guru dan setinggi apapun jabatan seseorang jika seorang guru berada di depannya tetap ia menjadi orang yang terhormat.

Oleh karenanya ada beberapa alasan mengapa aku ingin menjadi guru, setelah restu dari ibuku, suami dan keluargaku.

Pertama, Berbagi ilmu, yaitu Ketika kita berbagi sesuatu hal yang bersifat materi, maka materi tersebut bisa saja habis dibagikan. Tetapi jika kita berbagi ilmu, ilmu tersebut tidak akan pernah habis, malah akan semakin banyak. Berbagi ilmu yang bermanfaat, karena ilmu bermanfaat merupakan suatu amalan yang tidak akan putus pahalanya. Aku ingin membagikan ilmu yang aku miliki, sehingga dapat menjadikan siswaku yang mulanya belum tahu menjadi tahu, yang mulanya belum bisa menjadi bisa. Dan setiap ilmu yang telah disampaikan ke siswa dapat dieksplor dan dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Kedua, Membangun Bangsa, Kunci kemajuan bangsa terletak pada pendidikan. Sebagai sarana untuk memberikan pengajaran dan bimbingan kepada siswanya agar kelak menjadi generasi yang bisa membuat dan merubah kehidupan bangsa menuju arah yang lebih baik. Guru adalah kunci perubahan peradaban. Memegang amanah dan tanggung jawab melahirkan insan berkualitas serta membangun dan menciptakan generasi yang bermutu seiring perkembangan jaman.

Ketiga, Mencapai Kesuksesan Siswa, yaitu menjadikan siswa sosok yang berakhlak mulia, berbudi luhur, cerdas dan berkarakter. Aku ingin mendidik, membimbing mereka, membentuk karakter dan menanamkan benih cita-cita yang tinggi. Meyakinkan mereka bahwa cita-cita pasti dapat diraih dengan usaha dan doa. Sabar, ikhlas, dan pantang menyerah juga menjadi kunci yang utama. Selalu menyadarkan mereka, ilmu adalah harta yang paling berharga, dan mereka harus berusaha selalu menuntut ilmu sampai ke liang lahat, dan dapat mengamalkan ilmunya. Karena ilmu akan melindungi dan meningkatkan derajat manusia. Dengan ilmu, mereka menjadi manusia yang memiliki arti serta bermanfaat di masyarakat dan juga bermartabat.

Hingga sekarang ini, profesi guru makin terpatri dalam hatiku. Peringkat guru naik 360 derajat. Perubahan yang cukup signifikan. Mata ini terbuka dan hatiku tak menutup diri lagi. Bahkan sangat senang dan menikmati menjadi guru karena dapat memberikan kontribusi yang besar untuk kemajuan generasi penerus bangsa. Guru oh guru, jasa dan ilmumu sungguh luar biasa. Tidak hanya merubah satu orang saja tetapi juga satu generasi Indonesia. Engkaulah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa.

Seandainya aku tidak menjadi guru, barangkali rasa penyesalanlah yang aku dapatkan. Karena profesi guru benar-benar mulia nan agung. Terima kasih ya Robbi…Engkau telah menyadarkan dan membawaku selangkah lagi menuju pintu surgamu. Aku tidak lagi berpikir tentang profesi guru yang tidak menjanjikan dan menantang, namun aku lebih memilih keridloanMu. Aku ingin mendulang pahala untuk bekal di akhirat nanti.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Aamiin....YRA

07 Jul
Balas

Aamiin...

08 Jul
Balas

Wah..hebat, guru yang amanah itulah yang akan mendulang kebahagiaan.

07 Jul
Balas

Seangnya bertemu dengan guru-guru yang menginspirasi ya bu. Semoga melahirkan murid-murid yang juga menginspirasi kelak. Aamiin.

07 Jul
Balas

Luar biasa, bu ... salut

07 Jul
Balas

makasih bunda...

07 Jul



search

New Post