TOL LANGIT ITU DOA EMAK KU
TOL LANGIT ITU DOA EMAK KU
Oleh : Lucy Agustina, S.Pd.I
Semburat jingga merona menemani senjaku di teras rumah, bersama segelas kapucino yang menguap mengibaskan aromanya. Aku hanya mampu terpaku menikmati rona langit yang kian meredup, namun angan ku belum mampu menghentikan kenangan demi kenangan yang menari di fikiranku. Aku yang kini mampu menikmati bait-bait kehidupan dengan baik, tak pernah terlepas dari sosok malaikat bermata sendu, bertangan halus namun sekuat baja, berhati lembut namun setegar karang, dialah Emak ku. Anganku terus melayang mengingat kenangan bersama Emak.
Kenangan masa kecilku saat pertama kali kedua orang tuaku memutuskan untuk mengikuti transmigrasi di suatu daerah di sumbar. Desa itu sangat jauh dari hingar bingar, tidak ada kendaraan umum bahkan pribadi yang bisa masuk kesana. Sepeda saja hanya dimiliki oleh beberapa orang yang mampu saja. Kami memasuki daerah itu dengan berjalan kaki, saat itu Emak didampingi oleh dua orang adik bapak karena Emak baru sembuh dari sakitnya, sedangkan aku yang sesekali di gendong bapak lalu berjalan lagi sendiri. Meskipun kondisi Emak belum pulih sepenuhnya, tak pernah sekalipun Emak mengeluh bahkan ia selalu mengkhawatirkan ku karena selalu memilih berjalan dari pada di gendong bapak.
“Nduk, engko kesel!” (Nduk, nanti capek)
Namun aku tak pernah menggubris teriakan Emak, bahkan dengan senang aku berlari mendahului mereka. Hingga menjelang malam, kami sampai di desa yang kami tuju, dan langsung di antarkan oleh kepala desa menuju rumah trans yang sudah disiapkan. Disanalah aku tumbuh dan besar hingga tuntas seluruh pendidikanku.
Emak yang tak pernah lelah cerewet, bawel setiap kali menasehati ku.
“Nduk, pokok’e anak Emak besok harus bisa kuliah, harus bisa sukses. Emak pingin besok koe dadi guru jadi pns” begitulah selalu Emak kalau ngomong setiap kali tentang masa depan ku. Namun karena aku saat itu menang tidak menginginkan menjadi guru, jadi seringkali nasehat Emak selalu ku bantah.
“gak mak, aku ga mau jadi guru.” Jawabku ketus. Namun Emak hanya tersenyum lalu diam. Sering kali ku lihat ketika Emak sholat menangis, saat tersadar aku memperhatikannya, ia hanya tersenyum lalu membentangkan kedua tangannya memintaku untuk mendekat dan memeluk ku erat sambil mencium keningku dan mengusap rambutku.
Ketika kelulusan SMA ku telah tiba, mulailah sibuk memilih perguruan tinggi, saat itu ada jalur PMDK dan jalur tes. Emak selalu memintaku untuk mendaftar di UNP Padang, aku hanya mampu mengiyakan saja, meskipun tidak kulakukan. Aku memilih mengisi formulir PMDK ke IPB Bogor, lalu mendaftar tes masuk perguruan tinggi di UNAND. Tidak ada satu pun yang ku indahkan pesan Emak. Alhamdulillah PMDK ku lolos masuk IPB Bogor, tanpa menunggu hasil di UNAND aku segera berangkat ke Bogor. Meskipun dengan berat hati Emak melepasku, dan mengikhlaskan dengan derai air mata dan doanya.
Tiga tahun aku dibogor dengan segala cerita dan nestapa. Karena sempat dipertengan jalan bapak berkata bahwa sudah tidak sanggup lagi membiayai kuliahku. Namun tekatku kuat, aku tidak akan pulang hanya pesan Emak yang selalu terngiang di telingaku saat telp melalui “wartel”.
“Nduk, Emak tidak memintamu pulang, jika koe yakin Allah pasti akan menolongmu. Emak Cuma bisa mendoakanmu. Kalau kuliah sambil kerja, hati-hati ya nduk, yang penting jujur. Wes yakin aja Gusti Allah ora Sare (Allah tidak pernah Tidur)”. Dan semua itu benar, banyak kemudahan hingga aku lulus kuliah dan pulang.
Teringat betul gurat kecewa di raut wajah sayu Emak karena aku memutuskan untuk menikah. Setelah menikah aku memutuskan untuk honor di Madrash Ibtidaiyah Swasta di desa suami. Selang beberapa bulan honor ternyata ada program Dual mode System dari Kementerian Agama bagi guru yang belum S1 atau jurusan yang tidak sesuai, akhirnya aku mengikuti kuliah itu dan mengambil jurusan guru kelas. Satu doa Emak dikabulkan oleh Allah, aku bisa kuliah di bidang guru dan benar menjadi guru. Setelah tamat selang beberapa tahun kemudian aku mengikuti tes CPNS, sebelum mengikuti tes, kutemui Emak memohon doa restunya, hingga akhirnya aku benar-benar lulus CPNS dan kini telah menjadi guru PNS. Doa Emak yang setiap kali ia ucapkan bahkan selalu ku bantah, ternyata menjadi Tol Langit menuju Allah hingga tangan Allah sendiri yang mengantarkanku menuju impian Emak.
Senja benar-benar mulai meredup, tanpa terasa buliran bening mengalir dipipiku menyadarkanku akan suara gema Azan magrib. Ku usap pipi ini lalu hanya mampu berdoa “Ya Allah sehatkan selalu Emak dan bapak di kampung, yang kini begitu jauh dariku. Agar aku tetap menikmati barokah doa mereka” akupun sejenak menyeruput kapucino lalu beranjak dari lumanan panjangku.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Aaamiiinnn.... Terimakasih bu... Doa yg sama untuk Ibu...
Doa emak buat anaknya tak ada penghalang yang menghijabnya,semoga beliau sdhat selalu.amiin
Aaamiinn...terimakasih bu
Sangat keren ceritanya bun..mustajabah doa seorang ibu..sukses selalu ya bun..salam SKSS
terimakasih bu...
Ulasannya keren bunda. Salam kenal dan salam literasi
Alhamdulillah... Terimakasih Bu... Salam kenal juga dan salam literasi...
Aku terhura