Dia Dorsosono itu Adikku
#TantanganGurusiana
Setiap manusia yang terlahir didunia ini tidak ada yang sama. Meskipun satu keturunan yang sama, tidak ada satupun yang sama. "Dorsosono" aku selalu memberikan sebutan pada dia. Mengapa? ya karena aku menganggap dirinya dari kecil hingga besar selalu menjadi biang masalah. Dia anak laki-laki yang dilahirkan 10 tahun setelah aku. Begitu jauh jarak diantara aku dan dia. Dalam wayang Dorsosono adalah sosok manusia yang sangat buruk perilakunya. Dorsosono merupakan salah satu dari bagian Kurowo.
Mungkin aku seorang kakak, yang sebagian orang akan mengatakan begitu kejamnya terhadap adik sendiri. Iya..akulah yang sangat tega. Ibu dan bapak sangat memanjakannya, apa saja keinginannya, apa saja kesalahannya selalu di turuti dan selalu dibela. Hingga membuatnya menjadi pribadi yang manja, tidak mandiri. Karena kasih sayang yang berlebihan akhirnya adikku tidak tuntas sekolah nya hanya lulus SD, sangat jauh berbeda denganku yang sedari kecil ingin sekolah lebih tinggi. jauh direlung hatiku aku sangat prihatin, dan juga kecewa. padahal aku sangat ingin adikku akan lebih sukses dari aku, aku sangat berharap kelak dia dewasa mampu menjadi sosok laki-laki yang mampu menjadi sahabat, teman dan mampu melindungiku. ya karena dalam keluarga akulah satu-satunya anak perempuan dari 3 bersaudara.
Sifat manja, tidak mandiri, bahkan aku merasa dia kurang etika, membuatku selalu bertengkar dan bertengkar. Pertengkaran demi pertengkaran setiap kali berjumpa membuatku harus lebih banyak diam dan tidak pernah mau ambil peduli. Bertahun lamanya hubungan aku dan adikku tak pernah baik. Aku yang tak pernah mau menyapanya, aku yang tak pernah mau bertanya. Namun terkadang dalam hatiku begitu menjerit dan menangis, mengapa kami tak pernah harmonis, padahal hati ini memeluknya, menciumnya, sebagaimana ketika ia masih kecil. Meskipun demikian aku diam tak menyapanya, ia masih mau mengulurkan tangannya walau hanya sekedar bersalaman dan mencium tanganku. Namun ego dalam hatiku tak pernah runtuh.
Perjalanan itu sangat panjang dan rumit, aku telah menikah dan begitupun dengan dia. Setiap ada adik-adik lain yang laki-laki dengan prestasinya, dengan sopan santunnya, aku selalu termenung dan membayangkan, andaikan adikku seperti dia. Ya...aku membencinya, benci dengan sifatnya, benci dengan tingkah lakunya. Namun jauh direlung hatiku aku begitu merindukannya, hingga setiap kali pengobat rinduku melalui bait-bait doa agar Allah memberikan hidayah padanya. Aku tidak menuntut dia sukses secara finasial, namun aku sangat berharap dia mampu menjadi laki-laki yang mandiri, bertanggung jawab, jujur dan memiliki sedikit etika.
Perlahan sedikit demi sedikit, meski itu sangat sedikit perubahan pada dirinya aku mencoba membuka hati, mencoba berdamai padanya. Biarlah bait-bait doa itu masih mengalir, semoga dimasa mendatang dia benar-benar menjadi pribadi yang lebih baik.
Hari Ke-18
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar