Adab dulu baru ilmu
#Tagur hari ke-7
Adab dulu baru ilmu
Ahad barusaja berlalu seiring kumandan azan magrib yang merdu. Selepas sholat dan mengaji, kami bercengkramah sambil mengajarkan etika yang diperlu. Menyesuaikan tentunya. Dengan situasi dan kondisi yang ada. Karna waktu takterlalu panjang, sebentarlagi akan masuk waktu sholat Isha. Kami sempatkan bercerita hangat. Tentang anak teman ummi yang memiliki akhlak terpuji.
Menceritakan tentang abang Ahmad, anak dari temanya ummi. Beliau dikenal anak yang sangat santun. Anak kesayangan ummi dan abinya. Umminya saaaangat menyukai sifat abang Ahmad. Terutama cara dia masuk ke kamar umminya. Bang Ahmad selalu mengetuk pintu kamar umminya terlebih dahulu. Setelah itu minta izin, ummi….. boleh Ahmad masuk kamar ummi? Umminya merasa sangat nyaman dan dihargai. Karna umminya adalah perempuan. Kalau udara panas, kadang umi di dalam kamar memakai pakayan yang agak pendek ( tidak menutup aurat dengan sempurna). Dengan mengetuk pintu dan minta izin, ummimya bisa memakai pakayan yang lebih besar dan sopan.
Lagi asyik bercerita, muncul pertanyaan dari abang Faruk. “pintu kamar umi kan dak di tutup (dikunci)”. Jleb, pertanyan yang kurasa agak sedikit mengkritisi kekuranganku. Kesal kalau anak masuk kamar, apalagi ketika istirahat. Padahal akses masuk sering kubuka begitu saja. Mencoba ngeles dengan alasan yang baik dan masuk akal. Ummi sengaja tak menutupnya. Kan ummi kira anak ummi dah paham. “lain kali, kalua ummi mau tidur, ditutup ya mi pintu kamarnya” ucap si abang. Niat hati nak mengajari mereka, e…kita yang dapat pelajaran juga.
Azan isha berkumandang, abi dan anak- anak bersiap- siap ke mushola. PBM ‘proses belajar mengajar” terhenti sejenak. Tinggallah ummi dengan Kholid. Adek Hafsah sudah tidur pulas. Ummi ambil posisi untuk rehat sejenak ( lagi datang bulan). Kholit berlabuh dengan mainannya. Taklama berselang tiba- tiba terdengar suara. Assalamualaikum. “Ummi, boleh Kholid masuk” ( dengan posisi pintu kamar yang tak tertutup). Suara kolit mendarat di telingaku. Belum sempat menjawab, Kholid langsung masuk. Peluk ummi sebentar trus bilang, Ummi, kholid keluar ya…
Serasa kejar tayang aja kejadian itu. Semacam pemberitauan, bawa Kholid mengerti dengan PBM kita tadi mi, dan layak untuk diapresiasi.
Lelahku kabur menyaksikan kejadian yang sesaat tadi. Kaget campur bahagia. Membuat senyumku merekah dan taksabaran memeluknya lagi. Kuhampiri Kholid yang lagi sibuk dengan mainnanya dan memeluk erat tubu mungil itu. Kuhadiahi ciuman sayang yang bertubi- tubi. Karna anak ku satu ini sangat bahagia kalau dicium dan dipelu. Karena salah satu bahsa kasih yang paling dia sukai adala sentuhan.
Seperti biasa, setiap sentuan yang dia terima akan cepat dibalas dengan sentuhan sama. Peluk dan cium juga diadiahkannya untuk ku, sambal berucap, ummi tau dak? “Apa nak”, kata ku. Kholid sayaaaaang sekali sama ummi.
Closing statmen yang selalu membuatku berbunga- bunga. Ungkapan cinta yang sangat menawan di telinga. Mengujam di dada. Membuat jiwaraga jadi bahagia. “ makasi ya nak”, ucapku dengan bahagia.
Ahad ceria meninggalkan cerita
Cerita singkat nan bermakna
Alhamdulillah, dirumah kami baru mulai mengajarkan anak- anak adab masuk kamar orang lain ( orang tua)
7.
Membuka lagi lembar demi lembar buku yang sangat menginspirasi buat ku. Membimbing dengan bahasa yang muda dimengerti. Mengajarkan syariat dengan contoh sehari- hari. “mendidik anak pra aqil baligh”.
Masuk bab mendidik anak sesuai fitrah perkembangan. Diriku agak sedikit disentil dengan judul “cara menikmati makanan dan minuman”. Diuraikan adab- adab makan yang telah dicontohkan ole baginda Rasululla SAW untuk di ajarkan pada anak kita. Diriku sangat tertarik dengan poin no 4. “Tidak mencela makanan”.
Sederhana tapi penuh makna. Menghormati makanan? Emang makanan butu pengormatan? Bagaimana maksudnya?. Itu beberapa pertanyaan yang muncul dikepalaku. Benda mati, yang kita olah sendiri atau beli juga bisa. Dibeli pakai uang sendiri dan dinikmati oleh mulut sendiri. “ dihormati”!!!!!!!
Setela dibaca dengan seksama. Kali ini diriku membacanya lebih dari satu kali. Karena tak ingin salah memahami. Disana kutangkap kalimat inti. “ semua yang ada di langit dan di bumi adalah ciptaan ALLAH, termasuk juga makanan yang kita makan. Dengan mencela makanan, secara tidak langsung kita juga mencela yang menciptakannya”.
Kurenungi kalimat itu beberapa saat. Sungguh diri ini penuh salah. Dalam sehari adaaaa saja ciptaan Allah yang dicela. Ternyata diri ini nista. Tak memahami iman dengan benar. Merasa semua tak terikat dengan sang pencipta.
Mendapati makana yang agak asin, mengeluh.
Mncoba minuman yang ambar, mengeluh
Mecicipi hidangan yang rasanya tak sesui selera, mengeluh
Duh gusti……luar biasa benar dosa ini.
Dalam perenungan itu, terlintas banyak memori. Tentang makan dengan suami. Si doi jarang sekali komentar tentang makanan yang ada dihadapannya. Atau boleh dibilang tak pernah complain. Dimakan nya saja dengan lahap. Walau kadang setela makan beliau berucap “mi besok- besok ditambahkan garamnya dikitlagi ya mi”. Biasanya makan siang beliau selalu dengan porsi yang dobel. Kalau lah beliau tak nambah, berarti ada sesuatu dengan masakan yang dihidang kan. Begitu Bahasa isyarat yang kutangkap. Selain itu, jika suapannya lebih besar dari biasanya dan makan tanpa berkata apa- apa, biasanya itu bentuk usaha beliau untuk menghabiskan makanan yang ada didepan mata dengan secepat mungkin. Agar tak membuat iba hati yang mengolahnya dan tidak ada kata cela yang terucap. Begitu adab si doi. Tapi diri ini kurang peka.
Langsung saja diri ini menjelaskan adab yang satu inipada krucil dirumah. Momennya sangat pas, karena makan malam biasanya kami makan Bersama. Dalam satu piring besar, yang dikampung ku disebut talam. Biasanya yang tidak disukai anak- anak, selalu aku atau suami yang mengeksekusi. Tapi kali ini beda, PBM untuk bab makan dimulai. Menu kali ini adala sayur capcai. Sayuran campur- campur yang ditamba potongan bakso. Kali ini sayurannya adala, wortel, brokoli, sawi dan buncis. Kejadian tetap seperti biasa. Bakso adala makanan rebutan. Selalu dieksekusi duluan. Setela bakso raib dari peredaran, barulah beralih ke sayuran yang di suka.
Kelas dimulai. Uda Hamzah menyisihkan boncis dari bagian talamnya. Abang Faruk menyisihkan buncis dan sawi. Uda Faruq tak begitu suka dengan sayuran. Kholid alhamdulillah melahap semuanya (karna masih disuapi, jadi tak tau sayur apa yang disuap, langsung masuk mulut). Melihat pemandangan itu, mulailah diriku memberi wejangan. Panjang lebar pastinya. Maklum kaum hawa memiliki perbendaharaan kata yang sangat banyak. Mereka mendengarkan, tapi pemandangan yang kulihat tetap sama. Akhirnya sidoi angkat bicara. Dengan satukalimat tanya. “Siap yang tau, buncis siapa yang ciptakan?”. “Allah” jawaban kompak dari mereka.” Trus, ada gak anak- anak abi yang bisa ciptakan boncis?”. Pertanyaan lanjutan dari abi tersayang. “Pak tani”, jawaban bang Faruq. “Pintar abang” sahut abi, sambil menambahkan komentar, “ pak tani cuma bisa menanam nak”. Faruq melempar senyum malu- malu.
Jadi gak ada satupun yang bisa menciptakan, manusia hanya bisa meniru dan membuat sesuatu dari ciptaan Allah. Ucap abi dengan tenang.
Abi berdiri menuju kamar anak- anak. Keluar dengan membawa mainan rakitan yang berbentuk pesawat ( kata anak- anak). Ambil posisi ditempat semula, duduk tenang dan memperlihatkan mainan tadi. Trus abi mendekatkan mulutnya pada mainan itu dan berucap, “ih, kamu gak bagus, jelek”. Hamzah langsung berubah raut wajahnya. Sedih dan berucap “itu kan mainan Hamzah bi, Hamzah yang bikin. Dengan santai abi berucap “ trus kenapa? Abi kan tak suka”.
Dengan mimik menghiba dan mata sudah berkaca- kaca, Hamzah menekukkan kepala. Tanpa menunggu- nunggu, abi memberi penjelasan “ begitu juga dengan sayur tadi nak, Hamzah juga takboleh menghina, karna dengan bilang tidak enak, berarti Hamzah tidak menghargai yang menciptakannya. Yaitu Allah yang maha Pencipta.” Paham anak- anak abi sekarang?” Ucapan pentup dari pemimpin dirumah kami.”iya bi” ucap mereka. Hamzah mencoba memasukkan buncis ke mulutnya. Mengunyah sedikit lalu langsung di telan. buncis kedua dicoba lagi. Agak lama mengunyahnya sambal menimbang- nimbang rasa. Merem ekxspresi yang ditunjukkannya. Macam master syef yang lagi menilai. Enak ternyata mi, ada air dan manisnya dikit.
“Tu kan…” saut ku dengan suara yang ceria. “Hamzah belum coba, dah bilang gak suka. Ummi masaknya kan ditambah bumbu special. Bumbu cinta”, ucapku agak merona. Dengan senyum manis Hamzah mecium ku. Walaupun mulut belepot minya, tapi tetap ciuman itu membuatku bahagia.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Lanjut ummi suka bacanya
Alhamdulillah, makasih bun
Bagus ulasannnya, Bun. Mantul. Salam sukses dan salam literasi.
Makasih bun