Lista Yosefa

Guru Bahasa Indonesia SMAN 1 Gunung Talang Kabupaten Solok ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Diary Marisa (Cerpen bagian-9 TG- 31)

Diary Marisa

(Cerpen bagian-9 :TG- 31)

Akhirnya sampailah kami pada hari persidangan itu. Semua keluarga yang bersengketa datang ke pengadilan. Sebagian kami memang harus masuk ke dalam ruangan sidang. Namun, ada yang tidak diizinkan masuk. Hal itu tidak mengapa karena yang lain itu datang hanya untuk menunjukkan rasa kekeluargaan. Keluargaku sebagai pihak tergugat. Dan keluarga Tek Baniar pihak yang menggugat. Satu per satu pasal yang berkaitan dengan sidang kami dibacakan hakim. Kami menyimak denga penuh perhatian.

Anton dan Mamak telah ditanya satu per satu secara bergantian. Para saksi juga sudah ditanya dan beberapa tuntutan juga sudah dibacakan. Sidang yang dijalani ada beberapa kali sidang, kami menjalani dengan sabar. Ada juga kesan lucu dalam persidangan, kami pihak yang bersengketa sepertinya tidak dalam sengketa. Kompak dan penuh persaudaraan. Aneh memang tapi nyata. Hal itu terjadi karena sebelum datang ke pengadilan, kami telah melakukan rundingan, bahwa sepakat untuk menyampaikan hal yang sebenarnya secara baik dan adil.

Hari ini pengadilan telah memutuskan bahwa keluarga Tek baniar dimenangkan dalam perkara ini dengan bukti kuat bahwa di pihak beliau bukti asli surat perjanjian kadai masih ada. Sementara, sertifikat yang ada sama Mamak dinilai cacat hukum. Semua berjalan lancar dan merasa lega dengan keputusan itu.

“Baniar, Uda minta maaf sama kamu dan anak-anakmu,” kata mamak pada Tek Baniar.

“Sudah saya maafkan. Dari awal saya percaya anak-anak kita tidak akan seperti itu dan ingin menang sendiri,”

“Aku merasa sangat berdosa telah melakukan ini pada kamu dan anak-anak. Padahal anak-anakmu keponakan aku juga.”

“Tidak apa-apa, kita ambil saja hikmahnya dan bisa jadi contoh bagi anak-anak kita,”jawab Tek Baniar.

“Meski dalam sidang tadi dibacakan bahwa sertifikat dibalik atas nama kamu, kemudian mulai dari hari ini sawah kamu sudah menjadi hak kamu, dan dikembalikan tanpa syarat. Saya juga akan tanggung semua biaya yang ditimbulkan dalam masalah ini Baniar,”kata Mamak lagi.

“Terimakasih Uda,” jawab Tek baniar dengan senang hati.

“Satu lagi.”

“Apa? Tek Baniar bingung dan dahinya berkerut.

“Semua uang kamu Uda kembalikan, yaitu uang yang dihitung sebagai uang gadai dulu”

“Sekali lagi terima kasih akan kujadikan modal mengolah sawah kita” jawab Tek Baniar.

Di kedai tengah kampung orang-orng sibuk membahas proses sidang keluarga kami. Macam-macam penilaian mereka. Ada yang menyebut Mamak kurang ajar, mereka anggap sudah memakan saudara sendiri. Ada yang kagum pada Mamak, jika orang lain, pasti akan melakukan hal sebaliknya, malah berusaha untuk memenangkan kasus sengketa ini. Ada juga yang mengatakan justru kami keluarga bodoh, sudah pintar semua kok masih kalah dalam sidang, apa tidak mampu cari pengacara yang handal?

Kami tidak pedulikan hal itu, yang penting sekarang keluarga kami kembali baik dan kompak seperti dulu. Keluarga Tanjuang Gadang kembali mampu menunjukkan kekompakannya. Harta pusaka tidak akan memisahkan dan mencerai beraikan keluarga.

Sekarang, sawah Bukit Cindai sudah tidak dilingkar garis polisi lagi. Pekerja di sawah sudah memulai mengolah sawah. Sawah itu sekarang sudah di tangan dua keluarga. Ibuku dan Tek Baniar sepakat untuk merayakan hari turun ke sawah dengan mengundang para sumandan untuk datang ke sawah kami. Biasanya berbagai macam makanan akan mereka bawa. Hari ini menjadi ramai sekali, para ibu-ibu menanam dan mengangkat benih untuk ditanam. Bapak-bapak bekerja sama memperbaiki saluran air dan membersihkan pematang sawah yang berbatas dengan ladang kami juga.

Suara riang kembira dan saling bercanda terdengar riuh rendah, kadang-kadang ditingkah tawa dan gelak tawa. Nyanyi Takicuah di Nan Tarang album Ratu Sikumbang juga tak lupa dibuka di HP oleh Mak Ibas. Anton yang sudah lama tidak merasakan suasana swah menjadi kegirangan seperti anak kecil. Dia berlari di pematang katanya ingin mencoba apa dia sudah lupa caranya. Saking seriusnya berlari, Anton sampai jatuh ke sawah yang dibawahnya, berguling, dan penuh lumpur.

Aku tersenyum lepas. Alangkah indahnya akhir dari masalah yang kami hadapi. Allah begitu sempurna memberikan cobaan sehingga benar-benar banyak hikmah yang kami rasakan. Seperti aku saja, aku tak ada beda dengan Anton, semenjak SMP aku sudah jarang ke sawah. Sehabis tamat SMA aku sudah tinggal di Kota Padang untuk Kuliah. Setelah bekerja jadi guru dan menikah aku sudah punya aktivitas sendiri sehingga hampir tak punya waktu sebentar saja meski hanya untuk menginjak pematang sawah.

Malam ini kembali aku tulis dalam buku harianku. Buku harian yang sudah indah dan bagus. Kubeli saat aku ada Rakor di Bandung. Semua peristiwa penting aku catat di sini dan akan menjadi kenangan. Kali ini akan kutulis, Mamakku hebat! TAMAT!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap Bu...akhirnya keluarga rukun kembali

29 Aug
Balas

Ending keren Bunda, ditunggu karya selanjutnya

29 Aug
Balas

Alhamdulillah, happy ending

29 Aug
Balas

Happy ending akhirnya ya bu...salam literasi bu..

29 Aug
Balas



search

New Post