Diary Marisa (Cerpen bagian-7 TG- 29)
Diary Marisa
(Cerpen bagian-7 :TG- 29)
Beberapa saat kami terdiam, kemudian ada beberapa pembicaraan basa-basi. seperti sediakala Tek Baniar menanyakan kabar kami satu persatu. Paling lama pembicaraan saat beliau menanyakan kabar Uda Zaini, maklum saja Uda Zaini pulang dari rantau seberang demikianlah rata-rata orang minang menyebut Jawa adalah Tanah seberang. Tek Baniar menanyakan tentang istri, anak-anak Uda Zaini, dan bisnisnya. Demikian juga dengan Mamak yang ditanyai soal sakit beliau, Uda Yandri tentang bisnis toko gordennya di Pasar Aur Kuning Bukittinggi, Mak Ibas perihal usaha toko berasnya di Dharmasraya, aku tentang sekolahku, terakhir Raihan dengan pekerjaannya. Tak ada yang luput dari pertanyaan Tek Baniar. Kelihatan beliau tetap menjaga silahturahmi keluarga Tanjuang Gadang.
“Tek, begini sebenarnya kami ke sini membawa maksud dan suatu niat,” kata Uda Zaini membuka kata.
“sesuai rencana kami semalam, kami yakin Uni sudah mengetahuinya,” tambah Mak Ibas.
“Ya.” Kelihatan sekali Tek Baniar bingung mau jawab apa.
“Tek, begini, sebenarnya kami sangat kaget dengan keputusan yang diambil Anton anak Etek, tapi dia juga tidak salah, dan kami cukup paham sikap yang diambilnya,” kata-kata Uda Zaini keluar dengan sangat arif.
“Ya, demikianlah kenyataannya, saya pribadi juga meragukan tindakan Anton, maksud Etek adalah tindakan Anton juga sedikit gegabah,” Tek Baniar terbata-bata.
“Tapi, kalian pahamkan bagaimana Anton, saya sudah berusaha mengulur-ngulurnya sejak setahun lalu, ketika kami mengetahui status Sawah Cindai kita itu,” lanjutnya.
Aku sedari tadi diam menyimak pembicaraan mereka, sesekali aku melempar senyum pada Tek Baniar. Aku merasa dengan senyum suasana yang dingin akan mencair. Beberapa waktu kami terdiam. Kuperhatikan Mak Ibas mengatubkan bibirnya seakan-akan banyak hal yang mau disampaikan hanya saja dia perlu memikirkan semua.
“Tek, begini. Meski hal ini sudah pernah dibicarakan Mak Ibas dengan Anton, akan tetapi kami ingin mencoba mengulang kembali rundingan ini. Apakah ada kemungkinan kita untuk memilih jalan damai,” tanya Uda Zaini. Kelihatannya kakak sulungku ini memaksakan kata-katanya itu keluar.
“Ya, Zaini. Etek paham maksudmu, jujur sedikit pun bagi Etek tidaklah berniat sejauh ini. Malu rasanya melihat apa yang terjadi sekarang. Sawah kita berpita kuning tertulis dan berpampang di papan “Tanah ini dalam perkara”. Malu etek, Nak Zaini,”
“Iya Tek,” balas Uda Zaini pelan.
“Terus bagaimana baiknya sekarang menurut Etek?”
“Sampai tadi malam saya masih mencoba membujuk Anton. Sudah saya sampaikan kita ambil jalan rundingan keluarga kita.” Jawab Tek Baniar.
“Lalu apa reaksi Anton Tek?
“Anton hanya diam waktu itu, kemudian dia mematikan HP-nya tanpa bicara apa-apa.”
“Begitu Ya Tek? Tanyaku memberanikan untuk bicara.
“Iya Sa, tapi tadi jam lima subuh, dia mengirim pesan. Sebenarnya bisa saja kita pilih jalan damai, tapi bagaimana masalah kita sudah di pengadilan.”
“Aku juga meragukan itu, Tek. Biasanya panjang proses menarik berkas jika sudah sampai pada langkah sidang.”
Kami makin kebingunan. Nampaknya Tek Baniar kurang setuju juga atas jalan yang ditempuh Anton anaknya. Tapi, Anton sendiri waktu itu sama sekali tidak peduli. Dia tetap melanjutkan perkara ini sampai ke pengaadilan.
‘Tek, bagaimana kita hubungi saja Anton? Saya pribadi ingin sekali berbicara dengan Anton, tapi apa bisa terhubung dengannya, Tek? Tanya Uda Zaini.
“Kita Coba saja, sebentar saya ambil HP dulu,” sambil berdiri menuju meja di mana HP-nya di taroh. Tak lama Tek Baniar datang kembali dan duduk di depan kami semua.
“ Hallo, Anton.”
“Ya Hallo Bu, apa kabar? Ibu sehat saja kan? Tanya Anton mencemaskan Ibunya karena baru semalam mereka habis teleponan.
“Anton, ada Uda Zaini, dia mau bicara denganmu, kamu ada waktu kan? Kata Tek Baniar pada anaknya.”
“Oh ya.” Tanpa berpikir panjang Tek Baniar memberikan HP-nya pada Zaini. Kini HP itu sudah berpindah tangan.
“Hallo, Anton, Assalamualaikum, apa kabar? Sapa Uda Zaini dengan ramah.
“ Waalaikumsalam, kabar baik. Uda apa kabar juga? Tanya Anton.
Alhamdulillah, baik juga. Anton, begini, Uda ingin membicarakan masalah sawah kita itu,” kata Uda Zaini membuka pembicaraannya dengan Anton.
“Sawah kita? Bukannya sudah sawah uda sejak lama, bahkan sudah bersertifikat atas nama Ibu Uda kan?” Cukup retoris pertanyaan Anton. Uda Zaini menjadi terpuruk mendengarnya.
“Anton, sebenarnya Uda tidak ingin berdebat. Uda ingin menyampaikan niat Uda saja, itu pun jika kamu tidak keberatan akan perihal itu.”
“Niat? Apalagi niatnya. Menyiapkan segala berkas dan mengalahkan keluarga saya di pengadilan? Tanya Anton dengan nada menyindir.
“Begini Anton, tentang yang kamu sebut itu, sedikit pun kami tidak terpikir untuk demikian. Malah kami berpikir sebaliknya. Apa tidak ada cara dan jalan yang lebih baik, coba kamu pikirkan untungnya apa kita bertegang di pengadilan. Toh! Masalahnya bisa kita selesaikan baik-baik,” kata Uda Zaini pada Anton.
“Hal itu bisa saja kita lakukan, tapi beberapa tahun lalu. Ketika saya belum mengerti apa-apa. Saat saya belum paham apa itu harga diri dan nama baik,” kudengar suara Anton sedikit meninggi.
Sepertinya Anton belum bisa terima ini semua, tapi aku jadi berpikir lain. Apa ada ya? Pihak yang berusaha memanas-manasi suasana dan menyuruh Anton untuk pilih jalan begini. Aku menjadi semakin penasaran dengan masalah yang dihadapi keluargaku. Masalah yang harusnya bisa diselesaikan dengan baik-baik. Lagian, pada kenyataannya kami kemenakan mamak tidak ada yang setuju dengan tindakan mamak itu. Aku jadi membatin sendiri. Hayoooo Mak, masalah gampang kan membuatnya?
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar