Lista Yosefa

Guru Bahasa Indonesia SMAN 1 Gunung Talang Kabupaten Solok ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Diary Marisa (Cerpen bagian-6 TG- 28)

Diary Marisa

(Cerpen bagian-6 :TG- 28)

“Baiklah, sekarang semua sudah terlanjur seperti ini, kami tak mungkin menyalahkan Mamak seratus persen. Apa yang bisa kita lakukan sekarang? Apakah bisa kita menempuh jalan damai? Uda Zaini mengajukan solusi dalam perundingan malam ini.

“Hal itu sudah kami coba,”jawab Mak Ibas singkat.

“Lantas? Kami hampir serentak bertanya.

“Ya, sepertinya anak laki-laki Tek Baniar yang besar, Anton. Dia tidak membuka jalan damai untuk kita. Menurutnya, keluarganya sudah dibohongi sekian tahun. Kami bukan keluarga bodoh dan bisa dimainkan seperti itu,”demikianlah jawabannya ketika pernah saya hubungi sekitar enam bulan lalu.

“Ya wajarlah,” kata Uda Yandri sedikit kesal.

“Siapa juga yang bersedia menerima keluarganya diperlakukan seperti itu. Bukan masalah sawahnya, tapi harga diri Mak!

Semua terdiam membisu. Aku juga makin tak tahu apa yang akan kusampaikan. Berlahan aku berdiri ke belakang sekedar menghilangkan kegalauan pikiranku. Sesaat pikiranku tertuju pada Anton. Dia kurang lebih seumuran denganku. Sampai SMP kami masih satu sekolah, tapi seterusnya dia ikut keluarga bakonya ke Jakarta. Di sanalah dia habiskan masa SMA dan kuliah. Terakhir aku mendengar kalau dia bekerja di Bea Cukai di Jakarta. Setiap orang berhak membela nama baik keluarganya. Tapi, jika pernah Mamak menawarkan jalan damai harusnya Anton juga tak sepelik itu. Jika sudah begini nama keluarga besar Tanjuang Gadang yang disegani orang sekampung dipertaruhkan. Nama baik Mamak juga akan hilang di mata orang, di mata kaum lain. Sebenarnya Anton sadar atau tidak dia sudah seperti menepuk air di dulang. Ataukah bagi Anton kami sudah tidak satu buyut lagi, tidak satu keluarga Tanjuang Gadang lagi? aku menarik nafas dalam-dalam sambil beranjak kembali ke ruang tengah. Kami masih diam termenung dengan pikiran masing-masing. Sebagian ada yang berbisik-bisik, tentunya masih membahas masalah ini dalam pendapat mereka masing-masing. Kulihat Mak Ibas berbicara serius dengan Uda Zaini yang sekali-kali juga disela Mamak dan Uda Yandri.

“Lantas bagaimana baiknya jalan yang kita tempuh sekarang? Kata Mak Ibas? Seakan pertanyaan itu untuk kami semua.

“Menurut kamu bagaimana Zaini?”

“Apa kita tidak bisa jalan damai, seperti melakukan rundingan dalam keluarga dengan melibatkan Ninik Mamak, apa itu mungkin?

“Sebenarnya aku juga berpikiran seperti itu. Rasanya jika pihak keluarga Tek Baniar mau mundur satu langkah saja, kita bicarakan baik-baik, rasanya kita tidak perlu minta napas ke luar badan seperti ini.” Jawab Mak Ibas.

Sementara Mamak kuperhatikan dari tadi diam seribu bahasa. Beliau sekarang sadar kalau anak kemenakannya tidak sehaluan dengannya. Aku juga sangat kasihan dengan beliau bisa jadi karena masalah ini beberapa minggu lalu beliau jatuh sakit. Satu sisi kami kasihan sama kondisi mamak yang merasa terpojok meski kami tidak melakukan itu pada beliau. Di lain pihak, apa yang telah beliau lakukan pada Tek Baniar juga cukup keterlaluan. Selama ini bisa jadi Tek Baniar tidak terima tapi beliau belum mampu untuk melakukan perlawanan. Nah! Sekarang Anton melakukan untuk ibunya. Kami bisa apa?

“Kami kemenakan Mamak akan memberikan sawah itu dengan baik-baik jika itu memang haknya keluarga Tek Baniar,” jawab Uda Zaini.

“Tapi Zaini, masalahnya tidak sesederhana itu,”

“Sekarang, Anton sama sekali tidak membuka jalan untuk perdamaian. Anton merasa selama ini ibunya diabaikan. Keluarganya ditipu. Ini bukan lagi masalah sawah yang harus dipulangkan tapi masalah harga dirinya, itu menurut Anton,” kata-kata Mak Ibas semakin membuat ciut nyali kami.

“Ah, dasar Anton keras kepalanya belum hilang rupanya,”sela Uda Yandri.

“Bagaimana jika kita menemui keluarga Tek Baniar, kita usahakan lagi jalan damai, dan kapan perlu kita minta maaf atas semua ini,” aku mencoba memberi saran. Kuyakin saranku kurang jitu.

“Ya, tidak ada salahnya juga kita mencoba jalan yang diusulkan Marisa,” jawab Mak Ibas.

“Kalau memang itu jalan yang akan kita usahakan, ada baiknya kita tidak tunda, kapan perlu besok pagi kita langsung ke rumah Tak Baniar,” balas Uda Yandri.

“Baik aku setuju,” kata Uda Zaini yang diikuti suara yang lain.

Akhirnya rundingan malam itu selesai juga. Namun, kami tidak lah yakin ini akan menghentikan perkara di pengadilan. Bagaimana Anton tetap pada keputusannya? Aku yakin semua ini pastilah Anton yang membuat keputusan. Aku tahu persis siapa Tek Baniar, beliau orang yang tidak suka konflik. Beliau suka berbaik sangka dan tidak pernah membuat perkara dengan yang lain. Ketika ayah Anton menikah lagi, semua keluarga memyarankan beliau untuk menuntut dan mengadukan suaminya. Beliau tidak mau dengan alasan jika ayah anak-anaknya tetap itu juga untuk apa memperkeruh hubungan. Biar saja suaminya itu mempertanggungjawabkan semua tindakan yanag diambilnya. Tek Baniar adalah perempuan yang sabar dan tidak banyak cakap. Sepertinya Anton tidak jauh beda dengan almarhum ayahnya, keras kepala dan pantang terhina.

Dengan memberanikan diri kami sekeluarga, Mamak, Mak Ibas dan Mak Malin dari suku sikumbang datang membawa misi perdamaian ke rumah Tek Baniar.

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsallam, ayo masuk, pagi sekali kalian datang. Apa semalam semuanya menginap? Sapa Tek Baniar dengan ramah.

“Alhamdulillah, semalam kami menginap tidak ada yang pulang, sudah lama juga tidak berkumpul,” jawab Mak Ibas.

“Wah!... pasti ramai ya? Senangnya mendengar ada kesempatan seperti itu.” Lagi-lagi Tek Baniar melanjutkan basa-basinya. Kata-kata beliau seakan-akan beliau sudah tahu rundingan semalam.

Entah mereka sudah tahu maksud kedatangan kami atau belum, yang pasti saat kami datang semua seakan-akan sudah seperti siap sedia. Mulai dari ruangan tamu yang tertata apik. Sempat mataku juga menangkap di meja ruangan tengah juga tersusun minuman kemasan lengkap beberapa toples yang berisi kue kering. Namun, aku tak mau bersenang hati dahulu sebab bukan Tek Baniar namanya jika tidak setelaten ini. Saat kami sudah duduk kuperhatikan beliau berpakaian juga cukup rapi, apa ada yang sudah mengabarkan diam-diam akan niat kedatangan kami ke rumah ini.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Harus baca dari episode pertama nih

26 Aug
Balas

Sengketa pusaka? Jika ke pengadilan yang menang jadi arang, yang kalah jadi abu. Keren buu

25 Aug
Balas

Wah, sudah episode 6 ya, Bu. Kudet saya. Salam sehat dan tetap semangat

26 Aug
Balas

Namun, saya tidak mau senang dulu karena namanya bukan Tek Baniar kalau tidak lugas. Saat kami duduk, saya perhatikan bahwa dia berpakaian cukup rapi, apakah ada yang diam-diam mengumumkan niat kami untuk datang ke rumah ini.Keren, Bun. Salam kenal

26 Aug
Balas

Mantap bunda.... salam sukses

25 Aug
Balas

Ditunggu lanjutannya bunda

26 Aug
Balas

Kereennn.... Bunda... SalamMaaf baru sempat berkunjung... Sudah saya follow ya bunda... sukses selalu...

26 Aug
Balas



search

New Post