Lista Yosefa

Guru Bahasa Indonesia SMAN 1 Gunung Talang Kabupaten Solok ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Diary Marisa (Cerpen bagian-5 TG- 27)

Diary Marisa

(Cerpen bagian-5 :TG- 27)

Dengan mengambil nafas dalam-dalam, mamak memulai pembicaraan. Kami diam memandang dengan fokus pada belaiu, tentunya menunggu tentang apa yang akan dikatakan, dan semoga setelah beliau menjelaskan kami dapat jawaban atas rasa ingin tahu kami dari pagi tadi.

“Dulu Sawah Cindai itu terbagi dua untuk ibu aku, nenek kalian dan ibu Etek Baniar. Kemudian Etek Baniar butuh biaya untuk sekolah anak laki-lakinya, akhirnya mereka kami bantu dengan sejumlah emas sepantas dengan sawah tersebut.” Sementara mamak berhenti dengan pertanyaannya.

“Tapi, jika sawah tersebut statusnya hanya gadai, mengapa semua sertifikatnya atas nama ibu kami Mak? Tanya Uda Yandri penuh keheranan. Mamak nampak sangat ragu dan hati-hati untuk menjelaskan. Aku merasa ada sesuatu yang disembunyikan dari kami jauh sebelumnya, tentunya semenjak kami masih kanak-kanak.

“Kemenakanku semua, dulu aku mengikuti kata hatiku. Dengan posisiku di Dinas Pertanahan Nasional waktu itu, semuanya memudahkan aku untuk mengurus semua. Dengan berdalih semua tanah dari kaum kita akan saya buatkan semua sertifikatnya. Dengan demikian, anak kemenakan saya akan aman. Kemudian semua saya lakukan seperti yang kalian ketahui sekarang.” Sesaat mamak terdiam lagi. sementara kami masih diam menunggu penjelasan lebih jauh lagi.

“Waktu itu tidak ada dari kaum kita saudara sesepupuan kami yang tidak terima.”

“Apakah termasuk Tak Baniar yang sawah untuk beliau disertifikatkan atas nama ibu? Tanya Uda Zaini penuh selidik. Mamak sesaat menghela napas berat, terlalu berat beban mental yang beliau rasa, dan kami belum semuanya paham.

“Tek Baniar belum tahu perkara ini sebab waktu itu saya berdalih karena sawahnya belum mereka ambil, jadi untuk sementara sertifikat itu saya pegang. Namun, seiring berjalan waktu, tahun lalu anak beliau menemui saya dan menyampaikan niatnya mau mengambil lagi sawahnya.” Jelas mamak.

“Terus?” Kataku tidak tahan sedari tadi berusaha diam mematung menyimak pihak laki-laki berbicara. Tapi aku sudah tidak tahan.

“Waktu itu saya jawab, boleh. Silahkan.” Mamak menghentikan pembicaraannya.

“Kalau mamak sudah setuju, mengapa mereka melakukan hal ini? Tanya Uda Yandri keheranan.

“Masalahnya sawah sudah atas nama ibu kalian dan ketika mereka datang membawa cek sesuai harga yang harus mereka pulangkan, aku mencoba berdalih lagi tentang sertifikat sawah sampai saat ini masih di Badan Pertanahan Kabupaten.” Jelas mamak.

“Maksud Mamak apa? Tanya Uni Dewi yang juga dari awal diam terpaku, menunggu penjelasan mamak yang bertahun-tahun tidak kami ketahui.

“Mereka tentu tidak terima hal itu, diam-diam Tek Baniar dan anaknya datang ke dinas tersebut untuk mempertanyakan perihal sertifikat sawah itu, jika sudah diambil atau belum. Di sanalah mereka dapat jawaban kalau sawah itu sudah bersertifikat dan sudah saya ambil. Di sana juga mereka tahu kalau sawah itu atas nama ibu kalian,” kata mamak sedikit terbata.

“Tapi, mengapa mamak melakukan itu? Tanyaku denga nada kecewa. Lumayan malu juga kalau kejadiannya benar seperti itu.

“Saya lakukan itu untuk kalian, kemenakan kandung saya tentunya. Toh! Kalian menikmatinya kan? Tanya mamak seakan meminta kami setuju dengan tindakan beliau.

“Mamak, jujur saya terkejut dengan semua ini,” kata Uda Zaini. Andai aku sudah dewasa waktu itu dan mengetahui kejadian seperti ini, aku tak akan setuju akan tindakan Mamak itu,” Tegas Uda Zaini dengan tangan terkepal.

“Mamak mohon maaf pada kamu dan adik-adik kamu, sekali lagi mamak mohon maaf,” kata-kata mamak seakan sulit terucap di depan kami semua.

“Itu sangat keterlaluan Mak, masalahnya mereka masih saudara kita juga, dan sekarang kita akan berseteru di pengadilan dengan saudara sendiri? Lanjut Uda Zaini penuh sesal.

Kami yang perempuan semua terdiam tak bersuara. Apa yang hendak dikata, nasi sudah menjadi bubur. Demikian juga perkara yang akan kami hadapi di pengadilan nantinya. Kalah jadi abu, menang jadi arang. Kedua pihak akan sama-sama merasakan kerugian. Salah satunya hubungan kekeluargan tentunya tidak akan seperti dulu lagi. aku menjadi menyesalkan semua tindakan mamak. Suatu bentuk sayang dan perlindungan pada kemenakan tapi caranya salah. Malah menyeret semua keluarga ke jurang perselisihan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Harta pusako saat ini yg menyebab kan keluarga terbelah ...mantap ceritanya Bu

25 Aug
Balas

Pertengkaran masalah harta hanya akan membuat hubungan kekeluargaan menjadi renggang. Keren ceritanya Bun.

25 Aug
Balas

Maaf ada beberapa kesakesalahan ejaan.

24 Aug
Balas



search

New Post