Diary Marisa (Cerpen bagian-3 TG- 25)
Diary Marisa
(Cerpen bagian-3 :TG- 25)
Di tengah rapat MKKS siang ini, aku sempat membuka pesan di WA. Beberapa pesan yang masuk yang aku utamakan membaca pesan dari Uni Dewi. .”Sa, mamak dirawat di RSU Achmad Mukhtar.” Demikian pesan singkat Uni Dewi. Kakakku yang satu ini sangat paham akan jam kerjaku. Dia sangat maklum jika aku belum membalas pesannya. Tapi, aku putuskan minta izin untuk keluar sebentar dari ruangan rapat. Kuputuskan untuk menelpon kakakku itu. Beberapa saat aku berbicara dengan beliau tentang kabar dan kondisi mamak kami itu. Aku simak penjelasan uni tentang keadaan mamak di rumah sakit, tentunya beliau juga dapat kabar dari Uda Yandri kakak laki-lakiku yang menetap di sana.
“Yandri mengatakan kalau mamak kita itu sekarang dirawat dan sedikit drop kesehatannya, semalam dibawa dari Padang Panjang.” Jelas Uni Dewi.
“Oh, ya Sa, kamu ada waktu untuk bezuk beliau? Kapan bisa?”
Sesaat aku berpikir, mengingat jadwal kegiatanku satu minggu ini, “Ada, bagaimana kalau Jumat siang kita pergi, paginya aku ke Padang dulu ke Dinas Pendidikan Provinsi ada urusan penting juga.”
“Apa kamu tidak capek Sa, dari Padang kita langsung ke Bukittinggi?”
“Aku rasa tidak apa, biasalah seperti itu,” Jawabku.
“Baiklah, Uni ikut saja. Nanti aku kabari Raihan semoga dia bisa antarkan kita ke Bukittinggi,” balas Uni Dewi.
Semoga Rayhan bisa mengantar kami. Raihan anak Uni Dewi yang sulung dari tiga anaknya. Raihan bekerja di PLN Sawahlunto. Aku kembali ke ruangan untuk ikuti rapat yang hampir ditutup sepertinya sudah tidak ada lagi yang akan dibahas. Hatiku cukup senang juga karena bisa cepat pulang. Kasihan anakku sendirian di rumah, kadang hanya ditemani Tek Suni yang biasa bantu-bantu di rumah. Tek Suni sudah lama kerja dengan kami, semenjak anak keduaku Akbar lahir.
Diperjalanan menuju Bukittinggi dari Solok melewati Danau Singkarak yang tenang aku sering diam daripada bicara. Uni kulihat dia terkantuk kantuk duduk di depan samping Raihan. Sesekali dia terbangun bertanya sampai di mana perjalanan kami. Sambil bercanda kujawab masih jauh, Uni bisa mimpi empat kali barulah kita sampai Bukittinggi. Dengan balas bergurau Uni Dewi mengatakan kalau empat kali mimpi lama juga satu mimpiku durasinya satu jam lhooo.... kelamaan sampainya. Kami tertawa lepas sambil tertawa aku jadi ingat sesuatu.
Sesuatu, dulu dalam catatan harianku. Aku sedih tidak diajak mamak. Uh! Sekarang dia sakit aku belain datang. Tapi, siapa lagi yang akan melihat beliau ke rumah sakit, jika tidak kami siapa lagi? kataku membatin. Mengapa aku tidak bisa lupa akan hal itu setiap kali ada hubungannya dengan mamak. Bukan aku tidak memaafkan beliau, toh! Beliau bisa saja tanpa sadar melakukan tindakan tidak adil pada kemenakannya. Namun, yang namanya sesuatu yang berkesan pastilah setiap orang tidak bisa lupa. Aku kan orang kata hatiku, tidak robot, aku tersenyum tipis sambil melihat ke jendela. Maafkan aku Mak, apa sekarang dirimu masih gengsi punya kemenakan seperti aku? Aku sudah tidak hitam lagi, bajuku juga sudah layak tayang, hehehe...tambahan aku juga sudah lumayan kariernya. Aku semakin membanding-bandingkan masa laluku dengan masa sekarang. Kalau ingat kejadian itu aku jadi sombong, ayoooo......! masih malukah sama kemenakan yang itam jelek ini?
“Sa, apa mau beli pergedel jagung? Kalau iya kita ke Kedai Raisa dulu.” Kata Uni Dewi membuyarkan lamunanku. Di pasar ada sebuah kedai yang menjual makanan khas Padang Panjang.
“Boleh, untuk kita cemil di jalan dan oleh-oleh juga untuk keluarga Mamak nanti,” jawabku.
Di depan gerbang RSU Achmad Mukhtar Bukittinggi kami berjalan bersisian sambil mencari ruangan di mana mamak kami di rawat. Setelah bertanya dan memastikan ruangannya pada perawat di meja piket ruangan Jantung itu, kami berjalan menuju ruang rawat inap Kamboja IV. Sesampai di depan pintu kamar inap kami mengetuk pintu dan beberapa saat kulihat anak sulung mamak Uni Novi membukakan pintu.
“Pa, lihat siapa yang datang,”kata Uni Nova pada mamak yang terbaring lemah. Berlahan beliau buka matanya dan memandang ke arah kami bertiga.”Oooh kalian, baru sampai ya, lancar tadi di jalan? Mamak berusaha menyapa kami.
“Alhamdulillah lancar,”jawab uni Dewi sambil senyum pada Mamak.
“Mamak apa kabar, gimana sakitnya? Udah mendingan kah? Tanya balik Uni Dewi.
“Ah seperti ini lah keadaannya, namanya saja orang pesakitan jantung, kadang baik, kadang sakit, mungkin akan mati kali mamakmu ini.” kata mamak pada kami.
Serentak kami menjawab, “Ah bicara apaan mamak ini, yang penting sekarang sudah dirawat, pasti membaik, dan Mamak jangan panik juga.”
“Hehehe, oh ya kamu Sa, kamu tidak lagi sibuk? Sempat ke sini,” tanya Mamak padaku.
“Kebetulan tadi ada kesempatan dan waktu agak santai, jadi aku diajak Uni Dewi ke sini, alhamdulillah sampai ke tempat Mamak,” jawabku dengan santun.
“Kamu itu keponakanku yang paling pintar, sukses, dan aman dalam rumah tangga, Mamak bangga sama kamu Sa.” Dengan terbata-bata beliau mengatakan itu padaku. Aku ingat sudah beberapa kali beliau mengatakan hal yang sama padaku. Apa beliau juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasa. Mamak pernah membuat aku kecewa dan sedih.
“Alhamdulillah Mak, itu semua berkat restu dan doa mamak serta keluarga lainnya, mana bisa aku berhasil tanpa doa serta restu orangtua,” jawabku lagi.
“lancar pekerjaanmu Sa?”
“Alhamdulillah lancar Mak, berkat doa mamak dan lainnya,” balasku lagi sambil senyum ke beliau.
Uni Dewi mulai bercanda karena itu ciri khas sifat dia,” Mak jangan paksakan bicara, Marisa tidak perlu ditanya, sejak dulu mana yang tidak bisa dilakukannya, semua dilaluinya dengan lancar, kalau tidak lancar bukan Marisa namanya,” Uni Dewi mulai bergurau.
“Kalau aku jangan tanya, aku juga begitu-begitu saja.” Lanjut Uni Dewi sambil tertawa lepas.
“Kamu Wi, nasib kamu aja yang baik, sekolah malas, kerja juga ogah,” kata mamak menjawab candaannya.
“Aku? Tidak kerja Mak, ada kerja kok, nyemir sepatu, nyetrika baju, dan masak, hahahahah,” lagi-lagi Uniku itu tertawa ngakak.
“Adduh, kalian datang ke sini Papa Uni jadi sehat,” sela Uni Nova.
“Semoga cepat baiklah, ngapain juga di sini lama-lama, meski tempatnya bagus, jauh enakkan di rumah kan Mak? Tanyaku pada Mamak. Sambil senyum beliau mengangguk ke arahku. Wajar mamak mendapatkan ruang rawat inap kelas VIP beliau kan pensiun golongan IVc. Mamak dulunya bekerja di Badan Pertanahan Nasional, beberapa kali dipindahtugaskan dari daerah di Sumatera dan terakhir di Kalimantan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cerpen yang keren Bund. Sukses selalu dan barakallahu fiik
Keren bu ceritanya...sukses selalu
Mksih... Suport nya
Cerita yang nyata, keren Bun
Mantap bu...lanjuutkan.
Mantap bunda.Membaca ini seolah kita dibawacterbsng tenah sumatera
Mantap sekali bunda. Salam literasi
Segera sembuh ya Mamak