Lisata

Saya Lisata. Lebih sering dipanggil Mr. Lee atau ustadz Li. Alumni kelas menulis Solo pada 2017. Ya, lumayan lama. Sayangnya, selama ini saya off. Kok bisa. heh...

Selengkapnya
Navigasi Web
Tunjukilah kami jalan yang lurus

Tunjukilah kami jalan yang lurus

Kalimat, “Ihdinaa ashiratha al mustaqiim,” berulang kali kita baca dalam sehari semalam. Setidaknya, 17 kali dalam shalat. Ya Allah, mohon bimbinglah kami agar berada di jalan yang lurus.

Secara langsung, kita mengakui dan menyadari bahwa kita membutuhkan Allah. Kita memerlukan bimbingan, petunjuk, dan pertolongan-Nya. Kita tidak bisa ngapa-ngapain pun tanpa kehendak Allah.

Mengapa demikian? Itu pertanda bahwa kita lemah. Kita tidak mempunyai kekuatan apa pun. Kita tidak berdaya. Bukan berarti, kalau begitu ngapain juga kita berusaha? Bukan. Bukan begitu maksudnya.

Usaha mesti kita lakukan. Sebagai manusia, ikhtiar bagian dari bukti kesungguhan kita. Namun, jangan memadakan usaha itu semata tanpa memadukannya dengan doa, permohonan kepada Allah Ta’ala.

Dalam doa permohonan bimbingan di atas, juga tersimpan pengakuan kita. Pengakuan bahwa kita berpeluang untuk tidak selalu berada pada jalan yang lurus. Berpeluang untuk keluar dari “rel” agama Allah. Berpeluang untuk berdosa.

Namun, alangkah baiknya jika peluang untuk berbuat yang tidak baik itu kita kurangi. Secara bertahap, perlahan, dan istikamah, lalu kita tutup rapat pintunya. Ya, agar tidak ada lagi celah untuk kembali ke jalan yang tidak lurus itu.

Bimbingan dan petunjuk Allah itu sebenarnya amat dekat dengan kita. Jumlahnya pun banyak. Terkadang, kita tidak sadar bahwa hal itu petunjuk dari Allah. Boleh jadi melalui media lain, yang kita tidak sadari.

Biasanya, setelah ada kejadian kurang baik menimpa kita, barulah kita sadar. Lumrah memang. Namun, sejatinya tidak terulang lagi. Misalnya, saat sedang berjalan, tiba-tiba kaki kita kesandung batu. Kok bias? Ya, melamun atau sedang memikirkan hal-hal yang tidak baik. Reflex perhatian kita tidak pada jalan yang kita tapaki.

Allah Ta’ala menggerakkan kaki kita, otomatis apa yang didepannya menjadi sasarannya. Bukannya bola yang ditendang, masih empuk. Batu yang sejak dahulu sudah ada di tengah jalan, ketendang. Ya, sakit.

Jika kita mau merenung, kita ulangi perjalanan ke belakang. Akhirnya kita akan jumpai, saat berjalan tadi pikiran buruk sedang mempermainkan akal kita. Bimbingan Allah turun melalui teguran, kesandung batu. Jangan umpat batunya! Akui kesalahan diri dan perbaiki segera! Wallahu a’lamu bishshawaab.

#TG-17

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terima kasih untuk tulisan yang mencerahkan ini Tadz. Barokallah

17 Jan
Balas



search

New Post