Sala Lauak Vs Sate Danguang-danguang
Tantangan Hari ke-152
"Tan.. nanti malam Kami menginap di sana ya." Telpon Bunda pagi kemaren, saat kami sedang ramai di lapangan mengikuti kegiatan kurban. "Iya Bun, sudah sampai dimana?" Dan jawaban Bunda," Kami masih di Padang, lagi siapkan bumbu rendang." Berarti kemungkinan berangkat sore. Tante dan Uncu bisa selesaikan dulu kegiatan Kurban serta masak sedikit rendang sambil menunggu bunda dan keempat anak gadis datang. Belum lengkap rasanya hari raya kalau belum masak rendang.
Sebelum Ashar rendang dan sup sudah siap disantap, Uwa menunggu kedatangan para cucu untuk makan bersama. Kami bisa istirahat sejenak melepas pegal kaki karena lama berdiri mengaduk rendang. Ternyata tante ketiduran dan dibangunkan suara telpon. "Tan... Kami ke Payakumbuh ya. Uni mau antar Sala Lauak untuk Bunda," Ni Sasa memberi kabar dengan ceria. Kami merasa senang, rumah akan ramai dengan keluarga Batu Sangkar dan Padang.
Bertepatan adzan Maghrib berkumandang, keluarga Batu Sangkar datang. Rumah menjadi ramai dan penuh gelak tawa. Oleh-oleh untuk dibawa Bunda ke Tebing Tinggi, sudah lengkap. Penganan khas dan sala lauak dari Batu Sangkar ditambah makanan tradidional Payakumbuh. Tapi yang ditunggu belum datang, "Ternyata Bunda belum berangkat dari Padang." Kata Ni Sasa setelah menutup telpon. Kita lanjut bercerita sambil menyantap bareh randang yang manis.
"Wah...kalau nunggu Bunda, mungkin 3 jam lagi baru sampai. Bagaimana kalau kita wisata kuliner di Payakumbuh dulu," saran Tante. Disambut gembira tiga ponakan, kami bergerak menuju pasar Danguang-danguang. Belum lengkap menikmati kuliner Payakumbuh kalau belum mencoba Sate Danguang-danguang.
Pasar Danguang-danguang berjarak sekitar 15 Km dari pusat Kota. Sama seperti di pasar Payakumbuh, kuliner malam di sini juga ramai dikunjungi masyarakat. Beraneka jajanan tradisional terdapat di sini. Dan yang paling terkenal adalah sate Danguang-danguang.
Aroma kuah sate yang menggoda membuat kami tidak menunggu lama untuk menyantapnya. "Daging terenak yang pernah Arsyad coba," komentar Arsyad sambil makan. Ni Sasa mulai ambil HP dan vidio call dengan Alya dan Rani di Padang. Memanas-manasi Adik-adiknya biar cepat bergerak ke Payakumbuh. "Tunggulah nanti Kami juga makan sate," komentar Alya. Saling buli makin seru sambil tetap menyantap sate.
Tak terasa sudah jam 9 malam, kami memutuskan pulang. Bunda dan keluarga Padang masih jauh dari Payakumbuh. Papa Andi dan anak-anak pamit pulang, katanya Uni belum urus daging di rumah. Padahal kalau tidur di Payakumbuh, hiking ke puncak Marajo seperti Minggu lalu bisa terulang. Tapi Bunda hanya mampir semalam di Payakumbuh dan besok pagi melanjutkan perjalanan ke Tebing Tinggi.
Kebersamaan kami berakhir, Papa Andi, Ni Sasa, Vara dan Arsyad kembali ke Batu Sangkar. Pengantar sala lauak tidak sempat bertemu yang memesan. Padahal kalau menggoreng sala lauak saat berkumpul bersama Papa Zal, Bunda, Alya, Rani, Ririn dan Jasmin, merupakan momen berebutan makan yang sangat seru. Tapi tergantikan sementara dengan nikmatnya sate Danguang-danguang.
Uwa : nenek
Bareh randang : makanan yang terbuat dari tepung ketan dengan manisan santan dan gula
#TantanganGuruSiana
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantab. Asyiknya berkumpul bersama. Salam literasi, sukses selalu.
Terima kasih pak.Salam.literasi