Menjemput Impian
Tantangan hari ke-15
Sebuah dilema bagi bunda-bunda saat anaknya meminta untuk masuk boarding school. Ada kecemasan apakah anaknya akan betah atau sanggup berpisah dengan orang tua dalam waktu yang lama. Padahal sebenarnya orang tuapun cemas bepisah dengan buah hatinya.
Begitu juga dengan ponakan manisku Rani. Berbeda dengan anak lain, Rani dari kelas 4 SD sudah menyampaikan ke Ibunya kalau Rani mau sekolah di SMPIT di Payakumbuh. Ibu yang belum yakin kemantapan hati si bungsu ini mengangguk saja, "kan masih kelas 4 SD, masih lama," batin ibu. Tapi keinginan ini nampaknya tidak berobah dari kelas 4 SD, naik kelas 5 dan akhirnya sudah UN SD.
Cita-cita yang memang sudah terpatri di hati Rani, ingin tahfis 30 Juz Al Qur'an membuatnya mantap mau bersekolah di Payakumbuh. Berarti terpisah dengan Ibu dan Ayah yang bekerja di Solok. Sebenarnya waktu tes masuk SMPIT ibu masih berharap Rani berubah pikiran. Namun tidak sama dengan semangat 45 yang diperlihatkan Rani untuk masuk boarding school.
Saat mengantar anak di hari pertama masuk asrama, pada umumnya ada drama air mata antara Ibu dan anak-anaknya. Sangat berbeda dengan si bungsu ini, dengan santai salim ke Ayah, Ibu, Bunda, pak Etek, Uwa dan sepupu-sepupunya. Rani bilang, "Ibu... Rani masuk dulu ya.."tersenyum manis dan melangkah masuk asrama ditemani kakak senior. Seperti tidak berat untuk berpisah.
Seminggu, dua minggu, kami berharap Rani betah. Kata Ustadzah boleh menelpon atau berkunjung setelah 1 bulan. Sebenarnya ibu sudah mulai cemas, tapi kami menguatkan kalau kita tidak menangis insyaallah anakpun tidak akan menangis. Kalau kita sedih anakpun akan sedih karena ada tautan hati Ibu dan anak.
Akhirnya 30 hari yang panjangpun selesai, anak boleh dikunjungi. Dengan penuh harap ibu dan ayah pulang dari Solok untuk menjemput Rani. Kami semua sangat penasaran bagaimana kondisi Rani setelah 1 bulan tidak bertemu keluarga. Siswa dijemput mulai jam 08:00 WIB dan harus kembali jam 17:00 WIB, begitu peraturan di sekolah ini.
"Bagaimana di asrama Rani? Asyik kan..." kata Bunda mulai memancing. Rani menjawab dengan ringan, "asyik dong Bunda..." , "Ayo pergi berenang Bun," ajak Rani. Bunda tertawa dan mulai menggoda, "masak Ayah sama Ibu jauh-jauh datang dari Solok ditinggal pergi renang nak.."
Hari itu tampak Rani sangat bahagia bertemu ayah dan ibu yang tinggal di Solok. Mengalir cerita tentang asrama, teman-teman, ustadzah dan kakak kelas yang ramah-ramah. Jam 15:00 WIB ayah dan Ibu bersiap-siap untuk kembali ke Solok. Mata Ayah mulai berkaca-kaca memeluk anak gadisnya. "Rani, baik-baik di sana ya. Kalau ada apa-apa mintak tolong ustadzah menelpon Bunda," pesan ayah ke Rani. Dibalas Rani dengan anggukan dan salim ke ayah dan ibu. Melepas kepergian ayah dan ibu ada rona kehilangan tapi cepat ditepisnya.
Giliran Bunda dan pak Etek yang mengantar Rani kembali ke asrama. Uwa dan adek-adek juga ikut mengantar biar Rani semangat kembali ke sekolah. "Kapan Rani bisa dikunjungi lagi?" tanya pak Etek. "Satu bulan lagi pak etek," jawaban Rani mulai sendu. Tidak semangat seperti tadi pagi dijemput pulang.
"Mengapa Rani ingin sekolah di boarding?" Bunda bertanya dengan hati-hati. "Rani ingin hafal 30 juz dan Rani ingin kelak beri mahkota buat Ibu, Ayah, Uwa, Pak Etek dan Bunda," jawab Rani dengan mata penuh harap. Uwa adalah panggilan untuk nenek di daerah kami.
"Cita-cita Rani mulia sekali nak. Dan untuk mencapainya tidak mudah, Rani harus berpisah dengan kami. Tapi Bunda yakin, anak Bunda pasti sanggup." Bunda membelai kepala Rani. "Apa di asrama itu menyenangkan nak? Kakak senior baik-baik gak?" Tanya Bunda lagi. "Semuanya baik-baik nda, teman dan ustadzah. Kita dibangunkan untuk tahajud, sholat berjemaah 5 waktu, puasa sunat dan menghafal Al Qur'an"
"Tapi...... disana tidak ada peluk Ibu, tidak ada Ayah, tidak juga Bunda, pak Etek, Uwa dan adek-adek," jawab Rani. "Rani sebenarnya rindu dengan keluarga." "Terus teman-teman Rani Rindu juga kah dengan keluarganya?" tanya Bunda. "Teman-teman juga sangat rindu Bun. Dari malam pertama sampai sekarang selalu ada yang menangis. Ada juga yang nangis diam-diam di balik bantal"
"Bagaimana dengan Rani? Menangis jugakah Rani," dengan sayang Bunda bertanya. "Seminggu pertama Rani yang membantu ustadzah menenangkan teman-teman tuh Bun, minggu kedua sekali-sekali Rani diam-diam nangis juga." "Kan tempat tidur Rani di atas, gak ada yang tau Bun ," mengalir juga kata hati Rani tentang kerinduan.
"Rani.. sebenarnya kita bertemu setiap hari kok nak," Bunda berkata sambil memandang Rani. "Mana mungkin Bun?" Rani membalas tatapan Bunda. "Iya nak..., kita bertemu dalam doa-doa dalam sholat lima waktu." Bunda melanjutkan, "secara fisik kita tidak bertemu tapi Bunda , Ibu dan keluarga kita berdoa untuk Rani. Ranipun tentunya berdoa untuk Ayah, Ibu dan kita semua." "Kalau Rani rindu, ucapkan kerinduan itu dalam doa-doa." Rani mengangguk dan memeluk Bunda.
Sesampainya di sekolah, Bunda melapor dan registrasi lagi. Masih ada waktu buat Rani bermain sebentar dengan sepupunya. Teman-teman rani juga terlihat mulai berdatangan, setelah registrasi tak jauh berbeda semua memanfaatkan waktu yang tersisa sedikit untuk bersama keluarga.
Tiba-tiba terdengar pengumuman, "Assalamualaikum Bapak Ibu wali murid karena santri kita akan memulai kegiatan tahfiz di mushalla diharapkan orang tua dan keluarga meninggalkan lokasi sekolah." Suara anak-ansk yang tadinya sibuk bermain dengan keluarga mereka langsung berubah.
Ada anak yang langsung memeluk Bundanya dan menangis, sang Bundapun sibuk menenangkan anaknya. Ada yang mencium dan memeluk adeknya, ada juga yang masih memegang tangan ayahnya. Ada yang mengantar orang tuanya ke gerbang sekolah dan nampak berwajah muram.
"Rani mau seperti mereka?", tanya Bunda. "Gak Bunda, jawab Rani." Seolah tidak mau menampakkan sedih Rani memeluk Bunda, Uwa dan tiga sepupu cantiknya. Kemudian memeluk Bunda lagi, " kamis depan kirimkan Rani snack ya Bunda, buah dan takjil." "InsyaAllah nak," jawab Bunda. Pakai surat ya Bunda...", lanjut Rani. Kembali memeluk Bunda dan Uwa. "InsyaAllah nak," jawab Bunda lagi.
Kali ini Rani mintak kiriman diberi surat. Karena kamis depan itu mereka tidak bisa bertemu, kiriman hanya sampai pos Satpam. Dan sudah SOP security di sini, setelah orang tua pergi baru mereka memanggil anak melalui mikrofon untuk mengambil kiriman. Tidak ada kemungkinan anak bertemu dengan orang tua.
Kembali terdengar pengumuman agar orang tua meninggalkan lokasi sekolah. Bunda tau Rani berat hati untuk tinggal. "Ok nak...kami harus pergi. Tapi, bukan Rani yang melepas Bunda." " Sekarang kami yang melepas Rani, Bunda tunggu di gerbang dan Rani berjalan menuju asrama. Kalau Rani sudah masuk baru Bunda dan adek-adek pergi." Rani menggangguk setuju.
Setelah kembali memeluk Bunda, Uwa dan sepupunya Rani membalikkan badan berjalan menuju asrama yang tepat di depan gerbang. Separoh perjalanan, rani menoleh ke belakang dan melambaikan tangan. Ketika mendekati asrama kembali membalikkan badan dan melambaikan tangan sambil tersenyum. Saat akan memasuki asrama, kembali lagi membalikkan badan dan melambaikan tangan. Bunda dan uwa membalas lambaian tangan dan menelentangkan telapak tangan sebagai isyarat menyuruh masuk. Dan akhirnya Rani masuk asrama, setelah tubuh mungil Rani tidak terlihat lagi mereka menuju ke mobil untuk pulang.
Dan tidak ada drama air mata saat mengantar Rani kembali ke asrama. Begitulah beratnya saat awal masuk boarding school buat Rani dan anak-anak kelas tujuh lainnya. Tak terasa sekarang sudah masuk semester 2 Rani di SMPIT. Sehabis birulwalidain ataupun libur semester cara mengantar Rani tidak pernah berubah. Rani yang dilepas ke asrama dan bukan Rani yang melepas keluarga pergi. Begitulah perjuangan untuk menjemput impian ya nak...
Dan pagi ini, kembali Bunda menjemput Rani karena sekolah mengambil kebijakan memulangkan siswa untuk pencegahan penyebaran Corona. Bunda registrasi dan dibantu pak Satpam memanggil nama Rani melalui pengeras suara. Sama seperti orang tua yang lain, Bunda pun tidak boleh memasuki sekitaran asrama, hanya menunggu di gerbang. Sebagian besar orang tua memakai masker menunggu anaknya.
Cukup lama Bunda menunggu, akhirnya Rani keluar membawa tas jinjing. "Ayok nak, kita pulang," sambil memeluk gadis kecilnya. "Tunggu Bunda, ada box lagi kata Rani sambil menunjuk box di halaman asrama." Bunda heran "kenapa banyak bawaan nak?" Ranipun menyampaikan, "liburnya lama Bunda, ustadzah suruh bawa Buku, ada tugas selama belajar di rumah"
Bunda membantu Rani mengangkat box tersebut. Sambil pamit Bunda bertanya ke Ustadzah, "maaf zah libur anak-anak sampai kapan?". Ustadzah menjawab, " belum tau Bunda tergantung situasi, mungkin sampai 1 bulan." " Bagaimana dengan siswa kelas 9 zah?" tanya Bunda lagi. "Anak kelas 9 di sini sampai UN Bunda," jawab ustadzah.
"Nanti kami kabari Bunda lagi. Tergantung kondisi Bunda, kalau situasi sudah memungkinkan anak-anak masuk asrama lagi." Bunda dan Ranipun pamit menuju parkiran.
Rani anakku...., semoga kondisi ini tidak menyurutkan langkahmu menjemput impian hafalan 30 juz Al Qur'an. Semoa Allah melindungi kita semua dari segala penyakit dan mara bahaya. Aamiin...
#TantanganGuruSiana

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Alhamdulillah... Cita2 mulia rani, semoga dikabulkan ya bund...
Aamiin ya Rabb.Trima kasih bunda Eli..
Sa... Mau nanya sesuatu..dalm cerita ttg abak ada nama uni miza.. Di solok.. Guru fisika jugakah? Beliau?
Iya Eli..