Mencari Cinta di Pintu Ka'bah (part 8)
Tantangan hari ke-13
Sudah 6 bulan Abak terbaring di tempat tidur. Hati amak sebenarnya mulai risau. "Entah apalah obat untuk Abakmu nak. Makin hari Amak liat belum berangsur membaik. Tubuh semakin lemah dan nafsu makan semakin berkurang," curhat Amak sore ini ke Upik.
"Amak... bersabarlah. Dulu kita bisa melewati semuanya dengan tenang. Dan Allah takdirkan Abak sembuh. Sekarang Allah juga yang takdirkan Abak sakit lagi," Upik memandang Amak dengan sayang. Wajah Amak sudah tidak cerah seperti biasanya. Sungguh sedih melihat wajah yang kurang tidur dan kelihatan sekali lelahnya. Batin Amakpun dalam kerisauan.
Sebenarnya Upik diam-diam sering melihat Amak menangis akhir-akhir ini. Pernah suatu malam Abak memanggil Angah, Upik dan Uyuang. Dengan terbata-bata Abak berkata, "nak... maafkan Abak jika selama ini Abak bukan Ayah yang baik untuk kalian. Mungkin banyak kebutuhan kalian yang tidak bisa Abak penuhi, cita-cita kalian yang mungkin tidak tercapai karena keterbatasan Abak."
Angah menjawab, "Abak... kami yang seharusnya minta maaf ke Abak. Begitu besar pengorbanan Abak untuk kami, lelah kaki Abak mengayuh sepeda belum terbalas. Berpanas berhujan Abak untuk kuliah kami, sakit Abak untuk kami, rumit Abak karena menyekolahkan kami. Maafkan kami Bak.." Uyuang dan Upik mencium tangan Abak dan menangis. Amak memandang suami dan anak-anaknya dengan sedih.
"Sawah ladang pembelian ayah bundo, jaga baik-baik dan pakailah bersama untuk kepentingan kalian. Baiyo batido bersama nak.." kembali Abak menyambung. Ketiga anak Abak mengangguk dan tiba-tiba Abak pingsan. Upik langsung histeris, "Abak....." teriak Upik berurai air mata."
Angah menepuk-nepuk pipi Abak, membuka kancing baju dan mengoles minyak wangi ke hidung Abak. 15 menit setelah itu Abakpun membuka mata. Semua bernafas legah, Amak memijit-mijit kening Abak. "Bagaimana perasaan Abak? Tadi Abak tidak sadar sebentar, " kata Amak.
"Abak tadi rasanya berada di padang rumput yang luas sekali Mak tapi tidak ada siapapun, Abak sendiri berjalan dan memandang sekitar. Sejauh mata memandang tidak seorangpun yang terlihat" jelas Abak dengan lemah. Amak terdiam, anak-anakpun diam. Dalam hati Amak ada suatu tanda tanya apakah Abak akan meninggalkan mereka.
Setiap malam setelah sholat isya saat Abak makan malam. Upik selalu meminta Amak tidur duluan, Upik yang jaga Abak. Kadang Abak mintak minum atau dipijit dengan sangat pelan. Tekanan jari yang agak keras menimbulkan rasa sakit di badan Abak. Jam 01:00 baru giliran Upik tidur, Uyuang selalu siap kapanpun dibangunkan karena Abak kurang nyaman buang air dibantu Upik. Selalu Uyuang atau Amak yang dipanggil Abak, belum pernah sekalipun Upik yang membantu.
Tetapi kalau Abak memanggil Upik berarti Abak mau minum, makan atau meminta jus buah ke Upik. Satu hal yang Upik sangat kagumi dari Abak setiap Upik membawa jus buah, Abak selalu mengucapkan "Alhamdulillah", lalu baru mulai membaca bismillah dan meminum jus. Tidak lupa menguvapkan "terima kasih Nak.."
Apapun yang mereka makan, Abak juga ikut makan. Biasanya Uda yang membantu Upik memblender makanan untuk Abak. Kadang Abak ingin makan sate, satenya diblender, rendang, bakso, martabak mesir, semua dihaluskan. Tidak pernah mereka melarang Abak memakan apapun karena porsinya sedikit dan tidak berlebihan, kata dokter tidak akan berpengaruh terhadap tensi.
Setiap habis sholat maghrib Upik mengaji di kamar Abak, surat Al Baqarah 3 ayat terakhir, 10 ayat pertama dan 10 ayat terakhir surat Kahfi, surat Yasin dan Al Mulk. Abak mengikuti bacaan upik, kalau salah Abak akan menggeleng dan Upik mengulangi sampai benar. Abak tidak mampu membaca Al qur'an tapi Abak sangat mampu menyimak bacaan Upik. Begitu luar biasa Allah menciptakan Otak Abak, di saat fisik dan mata tidak mampu ternyata otak dan hati tetap membaca kalam Illahi.
Malam itu tersentak Upik dari tidur. "Ya Allah, Upik melihat Abak dan pak etek didepan Ka'bah." Mimpi yang aneh, pak etek sudah meninggal setahun yang lalu tepatnya 2 bulan setelah kepulangan Pak etek dari Mekah menjalankan ibadah haji. Bergegas Upik ke kamar Abak dan melihat Abak dan Amak sedang tertidur lelap. Kembali Upik menutup pintu. Uda yang mendengar suara Upik membuka pintu kamar mengikuti dan bertanya "ada apa Pik? Apa Abak baik-baik saja?".
"Abak baik-baik saja Uda, tapi Upik mimpi melihat Abak di depan Ka'bah berdua sama pak etek," jawab Upik sambil melangkah kembali ke kamar. "Apalah arti mimpi ini Uda?", sambil menyapu air mata yang mulai turun. "Upik...jangan menangis, kita tidak tau apa yang akan terjadi sedetik ke depan. Tetaplah berdoa untuk kesembuhan Abak, " uda berusaha menenangkan istrinya yang tampak begitu risau. "Sholat tahajudlah, sambung dengan sholat hajat. Sandarkan semua kepada Allah," sambung Uda.
Hampir setiap malam Upik terbangun, lalu segera menuju kamar Abak. Melihat dada Abak naik turun bernafas, Upik legah. Pulang sekolahpun begitu, hal yang pertama kali dilakukan Upik adalah mencium tangan Abak dan Amak, "Abak sudah makan?", pertanyaan yang sama setiap harinya. Kalau mau berangkat, "Abak mau dibelikan apa sepulang Upik sekolah?"
Minggu pagi ini, Uyuang baru saja selesai mengganti pakaian Abak. Wajah Abak kelihatan segar dan berseri. "Uyuang, ada yang mau Abak bicarakan," kata Abak sambil memperhatikan Uyuang yang sedang menyapukan kain pel ke lantai kamar. Kebiasaan Uyuang selalu ngepel lantai setelah membersihkan Abak. Abak wangu dan kamarpun tak kalah wangi.
"Iya Bak..., ada apa Bak?", jawab Uyuang. "Menikahlah lagi nak..., apa lagi yang Uyuang tunggu. Kuliahkan tinggal skripsi saja. Menikahlah..."
Uyuang mendekati Abak, "Bak..., sembuhlah Abak dulu. Bisa saja Abak duduk di kursi roda, Uyuang menikah." "Tapi kalau Abak terbaring seperti ini Uyuang belum tega meninggalkan Abak. Siapa nantik yang akan memandikan Abak, bersihkan Abak. Ndak kuat Amak sendiri Bak." Abak memandangi Uyuang sangat lama, "kalau Uyuang tidak menikah sekarang, mungkin Abak tidak bisa lagi melihat Uyuang menikah nantik."
"Uyuang ingin ada Abak di pernikahan Uyuang, duduk di kursi rodapun tidak apa-apa." "Tapi kalau Abak terbaring begini, Uyuang belum mau menikah Bak." Amak memaklumi perasaan Uyuang, "sembuhlah Abak dulu, InsyaAllah nantik kita selenggarakan pernikahan Uyuang," kata Amak. Suasana kamar hening, Utuang melangkah keluar dan terkejut ternyata Upik berada di balik gorden mendengar percakapan mereka.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kisah nyata yang mengharukan,dan penulis pandai pulo menuturkan,lanjutkan Lisa...bisa dibukukan mah Sa,bara lamo menulis sapanjang ko Lisa??
Lanjut Bu. Semangat menulis.
He2.. Ola..Lun sapandai Ola, manuliskannyo lai La..