Hujan Salju
Tantangan hari ke-22
Membaca tentang dokter dan paramedis yang gugur di garda depan, hati ini terasa perih. Membayangkan perasaan istri, suami anak dan orang tua yang ditinggalkan demi kemanusiaan. Sementara kita masyarakat yang mereka lindungi masih ada yang tidak mengindahkan himbauan tetap di rumah agar terputus mata rantai penyebaran covid-19.
Pagi ini di sekitar rumah kami, anak-anak heboh bermain. Mereka berlarian di sekitar halaman mesjid, menumpuk lipatan kertas berbentuk segitiga dan secara bergantian melempar dengan sendal. Sorak sorai terdengar saat ada yang bisa menjatuhkan semua tumpukan kertas dan teriakan cemooh ketika pada lemparan tersebut hanya menjatuhkan sedikit kertas atau meleset dari sasaran. Sebagian anak laki-laki bermain sepeda dengan gembiranya.
Bunda dan mama yang kebetulan baru pulang membeli sembako, mendekati mereka. Mama langsung bilang, "hei...mengapa kalian sibuk bermain? Sekarang bukan libur sekolah, tapi belajar di rumah. Kalau kalian main-main juga nantik sakit. Mau liburan di rumah sakit?" "Ayo semua pulang!!" Perintah mama. Anak-anak terdiam dan berangsur-angsur bubar.
Mama guru mengaji anak-anak di TPA mesjid ini, dan anak-anak segan kepada semua gurunya. Perintah mama menyuruh pulang membuat pias dan ada ekspresi kecewa di wajah mereka tapi anak-anak patuh. Baru 2 hari yang lalu TPA juga meliburkan siswa karena sekolah menetapkan belajar di rumah untuk pencegahan tertular wabah.
Awalnya TPA masih berlanjut walaupun sekolah sudah meliburkan. Bunda sarankan pengurus untuk meliburkan TPA juga, karena semua guru TPA adalah pensiunan guru SD seperti mama. Usia 60 tahun ke atas dan anak-anak SD yang rentan tertular wabah. Tapi keceriaan mereka bermain hari ini membuat kami kecewa ragu. " apa orang tua mengerti mengapa anak-anak dirumahkan selama 14 hari?" "Apa menurut orang tua 14 hari ini anak liburan sekolah ya?"
Berbeda dengan rani, caca, Lian dan zizi ponakan Bunda. Rani memilih untuk tidak pulang ke Solok ke bertemu Ibu dan ayah ketika dijemput ke asrama. Menurut Rani, ustadzah bilang mereka tidak boleh kemana-mana, virus banyak di tempat-tempat umum dan keramaian. Rani pun melarang ibu pulang dari Solok ke Payakumbuh, karena takut nanti ibu tertular wabah karena naik bus umum.
Caca tidak di SMP boarding, tapi guru Caca juga mengingatkan hal yang sama. Lian kelas 4 SD, ibu guru juga bilang untuk di rumah saja, "belajarnya daring," kata Lian. Dan si bungsu Zizi yang masih TK juga diingatkan gurunya, "kata Bunda, kami tidak boleh kemana-mana agar tidak tertular virus," penjelasan Zizi. Di sekolah Zizi anak-anak diajarkan memanggil Bunda kepada Ibu gurunya.
Tapi yang namanya anak-anak, bermain itu dunia mereka. Di hari pertama isolasi, semua peralatan make tante rien keluar. Mereka sibuk saling mendandani , sepertinya rumah sudah berubah menjadi salon. Di hari kedua isolasi guru-guru sudah mulai mengirim bahan dan tugas oembelajaran di WA. Pagi-pagi Rani dan Caca sudah mulai belajar, Lian juga dapat materi di WA grup wali murid. Zizi yang melihat kakak-kakak sibuk juga ambil buku dan mulai membaca terbata-bata. "Ternyata adek sudah pintar membaca ya..," seru Bunda, membuat senyum bangga merekah di pipi chubbynya.
Di hari ketiga isolasi, keinginan untuk bermain mulai memuncak. Mereka mulai dorong-dorong sepeda di sekitar halaman dan tidak berani jauh-jauh karena uwa panggilan mereka untuk nenek, sudah berdiri di depan pintu. Akhirnya anak-anak mengambil slang air dan menyiram semua bunga-bunga di halaman. Tapi...bukan hanya bunga yang basah, kurcaci yang menyiram bungapun tak kalah basah. Ada aja cara untuk bisa bermain air.
Ada satu hal yang sepertinya membuat mereka bahagia sekali. Dulu kebiasaan mereka semua terutama Zizi memain-mainkan tisu. Tisu itu ditarik-tarik sampai menjadi sepihan kecil-kecil kemudian dihamburkan ke udara. "Hujan salju..," teriak adek tuh dan kakak-kakak akan berebutan menangkap salju-salju yang berjatuhan. Karena itu Uwa menyembunyikan tisu dan hanya dikeluarkan saat makan. Tapi semenjak anjuran sering mencuci tangan dan mengeringkan dengan tisu, kotak tisu parkir manis di atas meja dan hujan salju bisa terjadi setiap hari.
Kemaren kaca rias di kamar rani putih tertutup bedak kata Uwa, ketika Uwa menanyakan siapa yang membedaki kaca semua bilang tidak tahu. Begitu lah mereka, kadang lipstik juga menempel di kaca. Tapi kalau disuruh membersihkan mereka semua turun tangan.
Biasanya hari kunjungan Rani di asrama, merupakan hari yang dinanti-nanti Caca, Lian dan Zizi. Mereka bisa bertemu sekitar 5 jam dan sibuk bermain. Biasanya Zizi akan bilang begini, " Bunda...kan besok kak Rani pulang, kita pergi berenang yok Bunda. Kasian kak Rani kan sudah lama kak Rani gak berenang." Modus anak-anak tuh kalau ada maunya. Pernah mereka minta ke gramedia dan sibuk memilih buku, Zizi yang waktu itu belum bisa membaca juga sibuk sakali memilih buku. Seolah semua akan di bacanya.
Momen isolasi ini, membuat anak-anak makin kompak karena sepanjang waktu di rumah. Walau tiap sebentar Zizi mengadu, "Bunda..adek dibilang jelek sama kak Lian," atau "Bunda, bantal guling adek diambil uni Caca," atau berurai air mata bilang "adek dicubit uni," dan ketika ditanya ke kakak dan uni adek yang tendang dan tinju mereka duluan. Begitulah dunia mereka penuh warna.
Ada hal yang membuat kami terkagum, mereka berempat sholat berjemaah dan imamnya bergantian Caca dan Rani. Setiap habis sholat maghrib mengaji bersama, dan rani setir hafalan. Tengah malam Rani bangun untuk tahajud, yang lain ikut juga. Ustadzah di sekolah Rani menggunakan aplikasi untuk laporan amal ibadah harian. Jadi kebiasaan di asrama tetap dilaksanakan walaupun dalam masa isolasi.
Tadi malam Uwa marah, anak-anak sibuk berbisik-bisik dan tidak kunjung tidur. Akhirnya ditinggalkan Uwa dan pindah ke kamar sebelah. Bunda yang menrmsni merekapun sudah tertidur. Pas Bunda terbangun mereka masih riuh tertawa, "eh, mengapa belum tidur juga nak?," tegur Bunda. "Kami mau makan roti dulu Bunda, lapar," kata Caca. Dan merekapun makan, sudah jam 11 malam, mereka masuk lagi ke kamar. "Kami pindah ke kamar Uwa ya Bunda, " kata Caca. "Langsung tidur ya nak.." jawab Bunda. Dan merekapun melangkah, tidak terdengar lagi suara bisikan mungkin mereka sudah tidur pikir Bunda. Dan Bundapun kembalu tidur.
Setelah sholat subuh, Bunda melihat anak-anak. Rani tertidur di sajadah masih pakai mukenah, Caca dan Lian juga. Ternyata tadi malam asyik bercerita dan telat tidur, tapi Rani harus tetap tahajud dan sholat subuh. Akhirnya bersambung tidur mereka bertiga setelah subuh. Hal yang tidak boleh menjadi kebiasaan, Bunda tunggu 1 jam dan mulai membangunkan mereka. Memang agak sulit, tapi mendengar omelan Uwa dan Bunda akhirnya buka mata juga. Tapi melihat ayah yang berdiri di pintu kamar mereka langsung duduk dan ke kamar mandi.
Sengaja pagi ini tidak Bunda buatkan teh, dan menyuruh mereka buat sendiri. Tidak juga Bunda masak nasi goreng dan hanya letakkan roti tawar, mentega dan meses di atas meja. "Buat sendiri ya nak.., bisa kan..? kata Bunda. "Iya Bunda," jawab mereka sambil melirik ke ayah, takut ayah marah dengan lalai mereka kali ini. Akhirnya selesai juga, roti bakar dan teh manis ala Caca dan Rani.
Ternyata masa isolasi menjadi waktu untuk belajar banyak hal bagi anak-anak. Kalaulah semua orang tua mengerti maksud 14 hari ini, sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan anak-anak di rumah. Belajar tetap jalan, bermain juga bisa dan bandelnya juga tetap ada. Dan tujuan isolasipun tercapai.
Jangan sia-siakan pengorbanan paramedis untuk melindungi kita.
#TantanganGuruSiana

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar